52. Luka masa lalu🌿

635 36 14
                                    

Kedua bola mata perlahan terbuka, menyesuaikan cahaya lampu yang masuk menembus netranya, bau khas obat-obatan pun tercium jelas membuat pemuda itu mengerutkan keningnya. Badannya terasa sangat remuk, ia hanya diam menatap lamat langit-langit kamar hampa.

"Bangun juga lo" sebuah suara membuyarkan lamunannya.

Pemuda itu hanya menoleh keasal suara tanpa minat, "Gue kenapa, denn?"

Pertanyaan yang mampu membuat Raden terkekeh sinis, berjalan mendekat kearah ranjang dimana Deco terbaring tak berdaya diatas ranjang rumah sakit. Kedua tangannya bersedekap di depan dada, menatap miris wajah Deco yang dipenuhi dengan lebam.

"Lucu juga lo, setelah kekacauan yang lo perbuat semalam, lo tanya kenapa heh!?"

Deco hanya diam, ia kembali mengingat bahwa semalam ia dan teman-temannya pergi ke sebuah club dan berpesta minuman. Ia meminum wine begitu banyak sampai membuat dirinya mabuk berat, dia juga memakan obat.......... Matanya terpejam dengan helaan nafas terdengar setelahnya.

"Sorry, den..."

"Bukan ke gue, ke anak-anak terutama si bos."

Deco membuka matanya, menatap Raden, "Apa yang gue lakuin ke Fenzo?"

Raden menghela nafasnya pelan, "Lo buka masa lalunya." Deco mengepalkan tangannya erat.

"Gue goblok ya, den?"

Raden menatap Deco sinis, "Lo emang goblok," sarkasnya.

"Apa gue sebut nama dia di depan Fenzo?" dan hanya dibalas deheman malas.

"Bahkan lo ungkapin perasaan lo yang sebenarnya ke Adista." ucap Raden menatap kearah jendela kamar.

Deg

"Lo....brengsek, koo!"

Deco hanya diam, bibirnya seakan terkunci rapat. Apa yang ia ungkapkan semalam? Sampai Fenzo memukulinya tanpa ampun? Apa semuanya sudah terungkap? Pikiran-pikiran negatif mulai bermunculan dibenaknya.

"Ga seharusnya lo jadi penghianat, kenapa lo baru bilang kalau sebenarnya lo suka sama Adista yang notabennya--"

"Gue bukan penghianat!" sela Deco dengan tangan mengepal.

Raden kembali terkekeh pelan, "Oh ya? Mencintai kekasih dari sahabatnya sendiri sampai sekarang itu bukan penghianat bro?"

"Gue juga ga mau punya perasaan ini, den.... Gue juga manusia, apa gue salah cinta sama seseorang? Apa gue terlihat seperti penghianat dimata lo?"

Raden memijat pelipisnya,"Maaf... Tapi kenapa harus Adista?" tanyanya lirih.

"Gue...."

"Bukan lo kan yang buat hubungan mereka hancur?"

Deco menggeleng keras tak habis fikir dengan ucapan yang terlontar dari bibir Raden, "Sejahat itu gue dimata lo?"

Raden menghela nafasnya kasar. Keduanya kembali terdiam dengan pikiran mereka masing-masing.

"Kenapa lo minum obat perangsang?"

"Gabut."

Raden yang mendengar balasan itupun menaikkan sebelah alis matanya. "Lo.... Belum pernah jebolin anak orang kan?"

Deco mengedikkan bahunya acuh, "Belum pernah, kayaknya."

Kedua bola mata abu-abu gelap milik Raden seketika melebar, "Anjing lo, koo! Jangan buat gue kecewa." Deco tertawa tanpa dosa sambil memegangi perutnya yang terasa sangat kram.

"Kemaren malem lo babat habis bibir cewe goblok!"

Seketika tawa Deco berhenti, cowo dengan selang infus terpajang di punggung tangannya itu berusaha mendudukkan dirinya, meski harus menahan sakit disekujur tubuhnya.

DRAFENZO SHAQUILLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang