Kecemburuan

459 39 8
                                        

Ledakan itu terdengar sangat keras. Setidaknya, cukup untuk membuat semua yang ada di dalam dan sekitar restoran berhamburan karena dikejutkan oleh suara itu.

Dunk sendiri sudah ditarik oleh Fourth, setengah berlari menuju ke arah pintu keluar dari restoran itu. Pond berada di belakang mereka, mengiring keduanya setelah menarik Satang dan drumer band mereka untuk berjalan pergi pula. Dia tidak terlihat panik, malah cenderung terlihat tenang di tengah kebingungan para pengunjung dan pegawai di sana.

"Kalian semua baik-baik saja?" tanya Pond begitu beraka berada di tempat yang dirasa lebih aman.

"Ya, aku hanya terkejut. Apakah kalian semua tidak apa-apa?" Dunk menyahut lantas menanyakan keadaan para angota band itu.

Semuanya mengangguk. Fourth juga terlihat sudah jauh lebih tenang tetapi sejenak kemudian cowok remaja itu merengek kepada teman-temanya untuk segera pulang.

Pond tidak terlihat ikut campur. Dia hanya meminta mereka untuk berhati-hati dan menjaga diri dalam perjalanan pulang. Justru Dunk yang sempat memandangi mereka lebih lama. Fourth dan Satang berjalan di belakang teman-teman mereka saat itu, kemudian keduanya saling berbisik dan menoleh kembali ke belakang.

Saat itu, tatapan mereka bertemu dengan pandangan Dunk dan  membuat ketiganya saling tersenyum meski dengan sedikit canggung.

"Oh, apakah tadi kita sudah menyelesaikan pembayaran?" Pond tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang membuat Dunk ingin membenturkan kepalanya ke dinding.

Sialnya, Dunk juga tidak tahu. Jadi mereka terpaksa masuk kembali ke dalam toko yang sudah lengang dan tenang meski beberapa petugas keamanan dan pengelola gedung masih berada di sekitar untuk memeriksa apa yang sebenarnya menyebabkan suara ledakan itu.

"Aneh sekali, bagaimana kompor itu bisa meledak sendiri?" Dunk mendengar salah seorang dari mereka bertanya kepada yang lain.

"Belum bisa dipastikan, tetapi memang kompor itu dalam keadaan mati. Kita harus menunggu hasil investigasi untuk mengetahuinya." jawab yang ditanyai.

Dunk menjaga telinganya tetap mendengarkan percakapan ituk sedangkan matanya berkelana memandangi sekitar. Teman-temannya dan Pond sudah lenyap semua, mungkin terpisah karena pergi ke arah yang berbeda.

"Ternyata sudah ada yang membayarnya tadi!" Pond yang mengkonfirmasi pembayaran mereka kembali pada Dunk.

"Baguslah. Kalau begitu, aku rasa kita harus pulang. Tidak tahu kenapa, aku tiba-tiba merinding!" pinta Dunk.

Pond mengangguk, hanya bersikap pasif dan mengikuti langkah Dunk sampai keberadaan mereka menyita perhatian sekitar. Keduanya bersikap santai dan biasa saja meski sadar sekian kamera mengambil gambar. Keduanya sama-sama kehilanganlan masker jadi sekalian saja berjalan memamerkan kerupawanan.

Dua lantai kemudian, Dunk kembali memutar pandangannya. Rasanya seperti ada sesuatu yang sedang mengawasi dirinya. Dunk bisa merasakan tatapan itu, bukan tatapan lensa kamera. Ini adalah jenis mata yang akan mengawasinya dengan cara menakutkan, membuat Dunk merasa risih.
ddanb
"Eh, bukankah itu Joong?" tanya Pond.

Dunk menghentikan langkahnya.

Pond menunjuk ke satu arah dan Dunk memandang ke arah yang sama.

Ya, Joong ada di sana. Meskipun dengan penutup wajah, Dunk bisa mengenali sosok itu. Sayangnya Joong berjalan cepat, berjarak cukup jauh dari posisi Dunk sehingga percuma saja jika berusaha memangi.

"Kenapa dia terburu-buru sekali? Siapa yang ingin dia temui?" tanpa sadar Dunk bertanya.

Pond menoleh, mendengar pertanyaan Dunk barusan tetapi hanya tersenyum seolah baru saja mendengar sebuah berita baik baik.

7 Concubine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang