Joong masih tersenyum, tetapi gagal menjawab pertanyaan yang Dunk ajukan.
Joong mencoba menghindar tetapi Dunk menahan dengan meraih lengannya. Meski jemari Dunk tidak sampai bisa menggenggam keseluruhan lengan Joong yang besar, tetapi Joong tidak berusaha melepaskan diri.
"Joong, jawab pertanyaanku. Setidaknya beri aku alasan agar tidak berpikir kamu adalah sesuatu yang ganjil." Dunk berucap lagi, seolah sedang memohon tapi tanpa memelas.
Joong tersenyum, mengelus pelan pipi Dunk kemudian menjawab lembut, "Aku akan menjelaskan semuanya kepada kamu, tetapi tidak di sini."
Mata Joong melirik ke samping, meminta Dunk mengingat bahwa bukan hanya ada mereka berdua di sana.
***
Dunk melambaikan tangan kepada empat orang yang berpisah jalan dengannya. Akhirnya, kemacetan terurai setelah lewat jam sebelas malam. Pond mengambil kesempatan untuk mengantar Phuwin, lantas Joong memintanya sekalian mengantar Satang dan Fourth karena tiga bocah itu sejatinya tinggal di gedung yang sama.
"Baiklah. Di mana mobilmu?" Dunk mencari ke sekitar tetapi tidak ada satu mobilpun yang parkir di depan kafe. Hanya ada dua buah motor yang sepertinya milik pegawai kafe.
Joong terkekeh, kemudian menggelengkan kepala.
"Aku tidak datang dengan mobil!" ungkapnya.
Dunk membuang napas kesal. Benar dugaannya, Joong sama sekali tidak melewati pelataran kafe yang akan buka sampai tengah malam itu.
"Jadi, bagaimana kita akan pergi?" tanyanya.
Dia tidak mengenakan pakaian dengan bahan yang hangat atau lapisan yang cukup, sementara suhu di luar menjadi semakin dingin, berangin pula.
Joong melepas jaket hitam berbahan tebal yang dia gunakan lalu memakaikannya kepada Joong. Dunk menunduk, tersipu atas perlakuan manis Joong.
Setelah itu, Joong mengulurkan tangannya. Begitu Dunk meraih tangan itu, Joong membawanya berjalan bersama. Cowok itu terlihat tetap keren meski hanya memakai kaos tanpa lengan dan jeans biru.
Sial, Dunk mengutuk dirinya sendiri yang menjadi lemah pada sikap manis Joong setelah kejadian tadi. Sekarang, Joong bahkan terlihat begitu keren padahal tidak melakukan sesuatu yang besar.
Dunk rasa, dirinya sudah dijatuhkan. Kali ini telak sekali.
Mereka berjalan di jalur padestrian yang sepi. Tentu saja, sama-sama memakai masker untuk sedikit menyamarkan wajah. Seharusnya, karena malam sudah mulai larut dan semua orang lelah setelah terjebak kemacetan, mereka berdua akan aman-aman saja.
Dunk baru sadar telah menempuh jarak yang cukup jauh setelah sampai di sebuah gedung apartemen, tempatnya pernah menginap. Joong langsung membawanya masuk dan kali ini, Dunk baik-baik saja bahkan ketika sejak memasuki gedung dia hanya melihat Joong seorang. Dia sama sekali tidak merasa terancam.
Joong mempersilakan Dunk masuk terlebih dahulu setelah dia membuka pintu. Kondominium itu terlihat sama seperti terakhir kali Dunk berada di sana.
"Jadi, penjelasan apa yang bisa kamu berikan kepadaku?" tanya Dunk setelah menjatuhkan dirinya ke sofa.
Joong tersenyum, terlihat sedikit gugup. Dia lantas turut duduk di sebelah Dunk, berniat memeluknya dari samping tapi kali ini Dunk tidak bersikap lunak seperti ketika berada di kafe. Dia menghindar dan memilih pindah ke sofa lain.
"Jika kamu masih ingin mendekatiku dan ingin aku menerima kamu, maka kamu harus menjelaskan semuanya kepadaku." tantang Dunk.
"Jika itu syarat dari kamu, aku akan menyetujuinya. Tetapi, aku juga memiliki permintaan untuk kamu pertimbangkan. Permintaanku hanya dua, setelah menerima penjelasanku, kamu harus menerima kenyataannya. Yang kedua, setelah menerima penjelasanku kamu tidak boleh menjauhiku. Bagaimana, sepakat?" Joong mencoba membangun sebuah perjanjian dengan Dunk.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Concubine (END)
Fantasy(Warning: Boyslove, fantasi) Mimpi itu berulang, dan anehnya saat Dunk memposting apa yang dia lihat dalam mimpinya, dia menemukan bahwa ada orang lain yang juga mengalami mimpi yang sama persis. Setelah mimpi itu mulai muncul, perlahan dia merasaka...