"Joong?" Dunk bertanya dengan suara bergetar.
Bukan hanya suaranya, matanya juga memperlihatkan getaran yang lebih samar, tetapi bagi Joong, itu lebih nyata. Membuat yang berlutut tersenyum lebar, menunjukkan sisi lembutnya yang membuat Dunk kehilangan pijakan.
Dia seharusnya bisa mengendalikan diri, menunjukkan wajah masam atau tidak senang. Dia selalu meyakini bahwa Joong bukanlah seseorang yang akan bersikap manis, meski acap kali dia bertingkah kelewat manis.
Tunggu, itu semua membingungkan. Dunk tiba-tiba tidak mengenali perasaannya sendiri.
"Maafkan aku karena pasti terasa terlalu terburu-buru untuk kamu, tetapi aku punya alasan kenapa aku harus melakukan ini sekarang." Joong berdalih, masih dengan posisi yang sama.
Dunk menatap lekat mata Joong. Dia mencari keraguan di dalam mata cokelat itu tetapi tidak menemukan apapun di sana selain kesungguhan. Di dalam mata Joong yang dalam, Dunk bisa berenang bebas, menemukan letupan-letupan perasaan yang menggebu. Sepasang manik itu hanya menunjukkan wajahnya yang bimbang.
"Bukan hanya aku yang ingin berada di dekat kamu, juga bukan hanya aku saja yang menginginkan posisi persis di sampingmu. Karena itu, karena aku yakin akulah yang harus menjaga kamu, karena aku yakin aku tidak akan bisa jika kamu harus bersama orang lain sekali lagi, aku ingin memohon pengampunan atas kelancanganku hari ini dan meminta izin kepadamu untuk mencoba. Aku ingin meminta izinmu untuk membiarkanku menunjukkan sebera aku tahu cara untuk menjaga kamu, untuk menunjukkan kesungguhanku. Kamu mungkin tidak mengingatnya, tapi kamu pasti bisa merasakannya. Kamu mungkin masih ragu, tetapi aku juga yakin hatimu mengenali aku!" Joong melanjutkan.
Kata-kata yang dilontarkan lisan itu begitu manis, dengan nada yang lembut namun cara yang tegas. Dunk tidak bisa tak terpesona pada kesungguhan Joong, tetapi di saat yang sama dia juga mempertanyakan beberapa penggalan kalimatnya.
Joong bicara seolah sudah mengenal Dunk sangat lama, seolah dia sudah bersama Dunk sebelumnya.
"Joong ...," Dunk hanya mampu menyebut namanya, tidak mampu melanjutkan.
Dia tidak tahu apa alasan hatinya menjadi begitu lemah. Dia percaya sebelumnya bahwa dia tidaklah seseorang yang 'mudah'. Perasaannya sekokoh pilar-pilar baja meski tidak nampak demikian.
Air mata mengalir melewati pipinya yang lembut dan halus. Melihat lelehan itu, Joong terlihat lega, dia menggunakan sebelah tangannya untuk mengusap kedua pipi Dunk.
Orang-orang yang sebelumnya masih mencoba menyaksikan apa yang terjadi dari sekitaran, menerima komando dari sosok lain berwajah sedatar kertas yang baru saja tiba, menyisakan Dunk bersama Joong saja di sana.
"Aku tidak memintamu menerima perasaanku hari ini, aku hanya memintamu untuk memberiku kesempatan." Joong kembali melanjutkan.
Dunk tidak tahu, tetapi angin yang datang membawa aroma bunga-bunga seolah memberikan restu untuk Joong. Suara air yang mengalir, kecipak ketika ikan melompat ke udara lantas jatuh kembali, suara burung-burung di dahan sekitaran, juga suara gemerisik dedaunan membisikkan untuk menganggukkan kepala.
Nah, Dunk yakin dirinya sudah gila ketika akhirnya benar-benar menganggukkan kepala dan menerima rangkaian bunga matahari dari tangan Joong.
***
Dunk menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. Sekali lagi, dia berguling ke kanan dan ke kiri, memberikan tontonan gratis bagi Pond yang sedang makan keripik bayam.
"Bergulinglah ke kanan, jika kamu ke kiri lebih jauh lagi, aku tidak akan membiarkan kamu terjepit di celah kasurmu!" Pond mengingatkan Dunk tetapi sepertinya tidak didengarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Concubine (END)
Fantasy(Warning: Boyslove, fantasi) Mimpi itu berulang, dan anehnya saat Dunk memposting apa yang dia lihat dalam mimpinya, dia menemukan bahwa ada orang lain yang juga mengalami mimpi yang sama persis. Setelah mimpi itu mulai muncul, perlahan dia merasaka...