CRESENT MOON

495 51 2
                                    

"Aku sudah mendengar kejadiannya dari Joong, apakah kamu baik-baik saja sekarang, Dunk?"

Dunk tersenyum dan menganggukkan kepala tatkala sosok yang delapan centimeter lebih tinggi darinya itu menanyakan keadaan.

"Aku baik-baik saja, Joong sudah banyak membantuku, Kak!" Dunk menjawab dengan senyuman tenang dan wajah yang ramah.

"Tapi kemarin lusa, kami benar-benar khawatir soal kalian. Dua hari ini, Joong juga tidak banyak bicara!" Win turut dalam pembicaraan, membuat mereka bertiga membetuk segitiga dengan masing-masing champagne di tangan.

Dunk tersenyum canggung. Pond meninggalkannya di sana, bersama dua model papan atas yang lebih senior. Meskipun hanya berbeda setahun, Win sudah sangat populer setelah menandatangani kontrak dengan salah satu rumah mode untuk mejadi global brand ambassador mereka, belum lagi dia adalah pujaan hati aktor terkenal. Di sebelahnya, berdiri menjulang dengan kaki jenjang, Nicha tersenyum lembut tapi sosoknya yang hanya berdiri diam saja pun sudah mengintimidasi. Dunk senang mengobrol dengan keduanya, tapi tiba-tiba tak menemukan Pond membuatnya ingin mengutuk sahabatnya itu.

"Bagaimanapun, karena kalian semua sudah kembali dengan selamat, aku pikir kita harus tetap bersyukur." Nicha mengangkat gelasnya lalu meneguknya sedikit, lebih seperti menyesap, sebelum kemudian mengernyit seolah merasakan rasa asam yang parah.

Sosoknya patut bergelar 'misterius'. Dia indah secara ajaib, Dunk tak bisa menjelaskannya. Awal mula kenekatannya terjun ke dunia model adalah berkat sosok itu hadir di sampul depan sebuah majalah. Saat itu, mereka berdua masih sangat belia, tapi Nicha sudah memancarkan aura yang membuat Dunk menunduk, mengaguminya.

"Oh, sebenarnya ada satu event besar bulan depan, penyelenggara memintaku merekomendasikan beberapa model minggu lalu. Maaf aku tidak bermaksud lancang, tapi aku menyebut namamu karena kupikir imagemu sangat bagus!" Nicha berucap pelan.

"Ah, benar. Penampilan di berbagai pemotretan dan juga di runway sangat bagus, aku pikir semua orang terkesan." Win menambahi.

Dunk sedikit terkejut, tapi dia mengucapkan terima kasih dan cukup tersanjung menerima pujian dari Nicha dan Win.

"Aku sangat tersanjung, sebenarnya aku banyak belajar dengan menonton video kalian berdua." Dunk membalas.

"Hei, apa yang kalian bertiga bicarakan?" Pond akhirnya kembali, tapi dia tak sendiri.

Joong berjalan persis dua langkah saja di belakang Pond, lalu setelah berhenti mengayunkan kakinya, cowok itu berdiri di sebelah Dunk, memisahkan Dunk dari Pond dan membuat Pond nyaris menghantam bahu Nicha.

Dunk yang sudah mulai santai dan berniat bercakap lebih akrab dengan Win dan Nicha dengan sengaja menginjak ujung kaki Joong. Meskipun berlapis sepatu, tetap saja jika sengaja diinjak seperti itu, Dunk perkirakan Joong akan merasakan sakit seperti dipukul palu, tapi nyatanya cowok itu tidak terlihat kesakitan sedikitpun. Dia hanya melirik tajam ke arah Dunk, membuat Dunk gugup karena sadar sudah mencoba melukai kakinya.

Begitu Dunk menunduk, seperti hendak membalas perlakuan Dunk, Joong dengan sengaja meraih pinggang ramping Dunk dan merangkulnya. Dunk kaget tapi tak bisa bereaksi banyak karena semakin banyak yang bergabung dengan mereka. Sejauh yang bisa dia lakukan adalah mencoba menggeliat sehalus mungkin agar tidak ada yang curiga, tapi Joong malah mempererat rangkulannya.

"Cobalah untuk diam atau aku akan menginjak balik kakimu. Kamu tau bahwa sebentar lagi adalah kesempatan terbaik bagimu untuk bisa berjalan bersama Nicha bukan?" Joong berbisik.

Dunk merasa geli karena Joong berbisik sampai nyaris menempelkan bibir di telinganya. Tak ada yang bisa dia jadikan pilihan selain patuh karena satu-satunya orang yang seharusnya bisa dia mintai bantuan malah berjalan selangkah menjauh untuk mendekati dua model baru.

Joss yang mengambil alih percakapan membahas mengenai pengalaman horor yang dialaminya baru-baru ini. Mendengar lelaki tinggi besar itu menceritakan mengenai bagaimana dia berpikir telah mengalami kejadian mistis membuat Dunk tak lagi mempedulikan tangan Joong yang beristirahat di pinggangnya. Dunk tak menyukai kehororan, dia harus akui dirinya penakut pada beberapa titik meski tidak pernah menolak menonton film bergenre horor komedi. Masalahnya hanyalah dia baru akan merasa ketakutan setelah sendirian di rumah dan tak berani ke kamar mandi.

"Apakah kamu menemukan siapa yang menangis?" Nicha bertanya dengan mata melebar penasaran.

"Astaga, bisakah kita membahas makanan saja?" Win merapat ke arah Dunk, wajahnya sudah ketakutan.

"Bang Joss tidak menemukan anak kecil yang menangis itu!" Joong menjawab pertanyaan Nicha, membuat Joss yang berpikir akan mejawab pertanyaan itu di akhir menjadi kesal dan nyaris menepuk pelan pipi Joong.

Untung saja Joong cukup cekatan, jadi dia bisa menghindari tangan besar Joss sambil terkekeh. Saat itulah akhirnya pinggang Dunk bisa bebas.

"Bagaimana kamu bisa tahu Bang Joss tidak menemukan anak yang menangis itu?" Di antara semua orang, hanya Nicha saja yang masih penasaran.

Joong ingin menjawab pertanyaan itu, tapi Joss sudah terlebih dahulu memelototinya.

"Soal itu, aku bisa menceritakannya dengan lebih detail nanti. Ngomong-ngomong, aku belum memiliki id line-mu."

Acara itu menjdi lebih meriah setelah Joss berusaha untuk mendapatkan kontak Nicha, sementara Win dan Dunk membahas mengenai hal konyol yang Joss gunakan sebagai umpan. Keduanya juga mengeluhkan mengenai cerita horor yang Joss ceritakan, sementara Joong tutup mulut mengenai apa sebenarnya yang Joss dengar sambil menikmati minumannya.

Pada akhirnya, Joss menyeret mereka semua untuk saling bertukar kontak. Dunk tak masalah memberikan kontak pribadinya pada Win ataupun Nicha, tapi sebenarnya dia tidak cukup rela membiarkan Joong menyimpan kontak pribadinya. Sialnya, kali ini Pond benar-benar tidak membantu sama sekali, dia malah mengajak dua model baru yang baru saja dikenalnya untuk ikut bertukar kontak juga.

***

Bulan sabit mengambang di angkasa. Dunk memandang sambil menggerakkan tangannya perlahan, membuat jus di dalam gelasnya turut bergerak.

Cerita Joss mengenai suara tangisan anak kecil yang didengarnya saat menginap di sebuah hotel angker membuatnya kesulitan untuk tidur nyenyak. Baru saja berbaring dan memejamkan mata, Dunk sudah merasa seperti ada yang mengawasinya. Jadilah dia pindah ke balkon sekalian dan berbaring di kursi sandar yang ada di sana.

Jika dia sudah sangat mengantuk, pasti nanti akan tertidur juga, begitu harapannya.

Dunk juga tak ingin membuka media sosial di saat dia sedang mencoba untuk tidur, khawatir kejadian yang membuatnya menjadi topik utama pemberitaan terulang kembali. Jadi, sebagai gantinya dia memutar lagu yang menenangkan dan memandangi bulan sabit itu.

Matanya mulai terpejam perlahan setelah lagu yang sama terputar tiga kali. Rasanya sejuk tapi juga hangat, sangat nyaman.

"Bukankah bulannya sangat cantik, peri hutanku yang indah ini bahkan lebih cantik lagi!"

Dunk mendengar suara seseorang berbisik kepadanya. Dia mencoba untuk bangun tapi tak bisa. Matanya mulai terbuka tapi hanya segaris, membuatnya belum bisa melihat apapun selain cahaya yang buram. Meski begitu, Dunk bisa merasakan seseorang mengelus pipinya dan memainkan rambutnya.

Sebuah kecupan mendarat di pipi, lalu ujung hidung, dan terakhir di bibir sebelum Dunk merasakan pelukan mendarati tubuhnya. Masalahnya, pelukan itu menjadi semakin erat sampai Dunk merasa seperti sedang dililit oleh sesuatu, jika dia dipeluk seperti itu, dalam waktu beberapa detik tulang-tulangnya bisa saja patah.

***

7 Concubine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang