Dunk hanya tersenyum ketika para wartawan mengerubunginya dan Pond, seperti biasanya. Mereka menghadiri sebuah acara perhelatan tahunan dari sebuah agensi besar, masih serumpun dengan agensi yang menaungi keduanya.
"Jadi, apakah ada konfirmasi mengenai rumor yang tersebar belakangan ini?"
"Pond, apa hubungan kamu dengan Phuwin?"
"Dunk, apakah benar kamu punya hubungan serius dengan Joong?"
Mereka semua sibuk mempertanyakan perihal rumor yang beredar tanpa ada yang mau mengalah, tidak ada yang saling menunggu.
***
Papa menelepon Dunk bahkan sebelum acara tahunan itu selesai diselenggarakan. Laki-laki itu tidak bersedia menunggu dan meminta Dunk menjelaskan mengenai pemberitaan yang beredar mengenai dirinya yang dirumorkan pergi ke apartemen seorang model yang semakin naik daun belakangan ini, siapa lagi kalau bukan Joong.
Sudah pasti keluarganya telah mengetahui mengenai berita itu. Kakek mungkin sedang menahan emosinya karena sebelum pulang ke kediamannya pagi tadi, lelaki sepuh itu sudah menyampaikan kepada Dunk bahwa calonnya akan datang segera untuk menemui Dunk dan pembahasan mengenai rencana pernikahan mereka telah diharapkan oleh kedua belah pihak.
Persetan dengab alasan-alasan. Mereka semua tidak tahu seberapa pelik hal yang harus Dunk hadapi. Sosok sang kaisar naga menghantuinya, bahkan tidak bisa lagi dia sangsikan keberadaannya. Dia tidak bisa bersikap tenang karena tahu makhluk itu sangat mungkin melukai siapapun yang ada di sekitarnya, bahkan mungkin dia tidak akan ragu menghabisi mereka dengan cara yang keji.
Akhirnya, Dunk mengiyakan bahwa dia dekat dengan Joong, juga tidak mangkir mengenai kebenaran berita itu. Akan tetapi, dia tidak mengatakan bahwa dia telah berkencan dengan Joong seperti yang media gembar-gemborkan, lantaran oada kenyataannya dirinya memang belum mengiyakan pernyataan cinta cowok itu.
Pada penguhujung percakapan yang dengan terpaksa harus Dunk lakukan di kamar mandi gedung, Papanya hanya menyampaikan bahwa kakek mengkhawatirkan rencana pernikahannya. Dunk menjadi lebih agresif ketika melihat sosok buram di dalam cermin, dia tidak terlihat ketika Dunk mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang yang kosong, tetapi muncul di dalam cermin.
"Pa, aku yakin Papa sudah cukup memahami aku. Papa pasti tahu aku bahkan tidak tertarik dengan pernikahan yang Kakek rencanakan." Dunk tidak lagi berusaha menjelaskan, dia langsung menyatakan keengganannya.
Suara mama terdengar sayup di belakang, sepertinya papa sedang bersama mama sekarang, entah di mana. Papa kemudian meminta Dunk untuk memikirkan kakek dan neneknya sejenak, memberikan mereka sedikit angin segar dengan pergi menemui calon pasangan yang mereka pilihkan malam ini. Mereka akan memaklumi jika Dunk hanya bisa datang selepas penyelenggaraan acara yang sedang dihadiri.
Selesai.
Dunk nyaris melempar gawainya ke cermin sebagai bentuk perlawanan pada makhluk yang dia lihat ada di dalam sana, tetapi batal karena pintu kamar mandi dibuka dari luar.
Phuwin terlihat terkejut ketika melihat Dunk terlihat kacau, begitu juga dengan Satang yang juga masuk setelah Phuwin, tubuhnya yang lebih kecil nyaris menghilang dari pandangan.
Aktor yang baru saja menerima penghargaan sekaligus sebagai apresiasi atas kemahirannya memerankan karakter-karakter sulit itu langsung menatap tajam ke arah dinding.
"Kak Dunk, ada apa?" Satang mendekati Dunk dan menanyakan keadaannya.
Sosok bersisik besar di dalam cermin menatap balik ke arah Phuwin lantas memudar seperti kabut, hilang begitu saja.
"Sebaiknya kita tidak berlama-lama, acara akan segera selesai." Phuwin mengingatkan Dunk dan Satang.
Dunk akhirnya memutuskan untuk berdiam di sana sejenak, menunggu sampai Phuwin dan Satang menyelesaikan urusannya untuk kemudian kembali ke hall bersama-sama.
Acara masih berlangsung meski di bagian penghujung.
Satang berlari ke belakang panggung, ditunggu oleh seorang laki-laki yang juga Dunk lihat berada di restoran tempat Joong menyatakan perasaannya, kemungkinan, jika Dunk tidak salah menebak, maka orang itu adalah adik dari Nicha, atau sepupunya atau yang semacam itu.
"Hei, apa yang terjadi di rumahmu semalam?" tanya Pond begitu Dunk kembali duduk di sebelahnya.
Dunk menoleh dan membuang napas. Sudah pasti salah satu dari papa atau mamanya turut menyampaikan sesuatu kepada Pond sehingga sahabatnya itu bertanya demikian.
"Kakek sudah menyiapkan pernikahanku." Dunk mengaku, mendekatkan bibirnya pada Pond untuk berbisik.
"Sial, aku kira setidaknya akan menunggu kamu lulus kuliah dulu." Pond bereaksi cepat, matanya membulat lucu.
Dia tidak menunjukkan wajah terkejut yang berlebihan, karena Pond jelas tahu bahwa hal itu hampir seperti sebuah kewajaran dalam keluarga Dunk. Sebenarnya, keluarga Pond juga tidak jauh berbeda, hanya saja mereka seperti memberi syarat bahwa pasangan Pond haruslah seseorang yang mereka anggap pantas. Tentu saja kepantasan yang mereka sebutkan akan menjadi sangat subjektif, sesuai sudut pandang mereka sendiri.
"Karena itu, setelah acara ini aku diminta untuk menemui orang itu. Bangsat, aku benar-benar ingin memaki siapa saja sekarang!" Dunk kembali berbisik.
Di belakang dan di depannya ada selebritas yang tentu tidak ingin Dunk buat turut mendengar pengakuannya. Dia sedikit santai karena di sebelah Pond adalah Win yang duduk tenang tanpa menunjukkan ketertarikannya kepada apapun, tetapi persis di depan Dunk sendiri adalah aktor papan atas yang bisa dikatakan cukup senior meski usianya hanya dua tahun lebih tua dari Dunk.
"Apakah kamu butuh bantuan? Mungkin kamu ingin kawin lari dengan Joong?" tanya Pond, entah bercanda atau serius karena untuk sedetik dia mengikuti pergerakan seseorang yang mencoba mendekati Phuwin.
Dasar posesif!
"Joong sudah tahu, tetapi dia lebih mengkhawatirkan si kaisar naga entah berantah itu. Sial, aku merasa sangat tidak beruntung sekarang. Hei, aku bahkan tak tahu bagaimana kamu bisa tahu!" Dunk menyikut pinggir pinggang Pond setelah mengajukan keluhan, tetapi sahabatnya itu hanya terkekeh.
"Mamamu mengirim pesan beruntun karena aku tidak mengangkat teleponnya. Dia memintaku memastikan kamu pergi ke restoran yang dia sebutkan begitu acara ini selesai." Pond menjawab.
"Aku sudah bisa menebak soal itu. Maksudku, soal laki-laki bangsat yang setelah punya satu pasangan malah masih memiliki tujuh selir lagi itu!" Dunk menggeleng pelan, meminta Pond untuk menjawab pertanyaan yang tidak dia ketahui jawabannya.
"Karena aku mengenalnya. Katakanlah, semua ini mungkin bukan kebetulan. Yang pasti, begitu aku tahu soal dia, aku demam hebat selama tiga hari!" Pond menjawab sambil melirik ke arah Phuwin.
Yang dilirik menoleh singkat, tersenyum samar.
Dunk diam. Tidak ingin menganggu lagi tetapi sejauh yang dia ingat, Pind hanya demam tinggi selama tiga hari berturut-turut saat mereka masih kecil. Kalau tidak salah, setelah mereka pergi berkemah sewaktu sekolah dasar.
Joong yang duduk di beberapa kursi setelah Win tiba-tiba saja sudah bertukar tempat dan kini menepuk-nepuk pundak Pond, meminta bertukar posisi.
"Merindukanku, peri?" tanya Joong.
Dunk mendengkus. Masih diliputi rasa kesal.
"Aku sedang sangat kesal, jangan membuatku ikut memakimu, ya!" jawabnya.
Joong terkekeh pelan. Pond yang sudah dibuat kesal karena para aktor populer di sekitar Phuwin sibuk mencoba peruntungan untuk mendekati si manis itu setelah Pond tidak mengatakan apa-apa perihal hubungan mereka di depan para wartawan tadi, akhirnya memilih untuk membisikkan masalah yang sedang Dunk hadapi kepada Joong.
"Tidak ysah khawatir, aku akan di sana setiap kali kamu membutuhkan aku, ok." bisiknya pada Dunk.
Dunk mengangguk.
Dia masih belum bisa merasa lega. Bahkan penampilan band yang menjadi penutup acara tidak bisa menyita atensinya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
7 Concubine (END)
Fantasy(Warning: Boyslove, fantasi) Mimpi itu berulang, dan anehnya saat Dunk memposting apa yang dia lihat dalam mimpinya, dia menemukan bahwa ada orang lain yang juga mengalami mimpi yang sama persis. Setelah mimpi itu mulai muncul, perlahan dia merasaka...