Versus

384 48 4
                                    

"Sebenarnya, apa yang baru saja terjadi?" Dunk bertanya. Suaranya masih dalam volume normal, tapi jelas penekanan kata yang diucapkanya berbeda.

Dia baru saja pulang setelah lelah bekerja, lelah dikejar-kejar Gemini sampai terpaksa memberi bocah itu LINEnya, lelah pada Joong yang tiba-tiba memposting foto-foto pemotretan di hutan waktu itu dan sialnya pada slide ke tujuh yang terpampang adalah foto candid Dunk, membuatnya lagi-lagi menjadi bahan perbincangan. Rumahnya sudah ramai begitu mobil Pond yang dikendarainya memasuki halaman, membuat bukan hanya dirinya tapi juga Pond terkejut bukan main.

Laki-laki awal lima puluhan  dengan tinggi sekitar dua meter menanggapi pertanyaan Dunk yang baru saja keluar dari mobil dengan membungkuk hormat.

Dunk mundur dua langkah karena enam lelaki lainnya yang semuanya memakai setelan resmi berwarna hitam melakukan hal yang sama. Pond yang sudah menyusul segera mengambil alih posisi, menarik Dunk ke balik punggungnya yang lebar untuk memberikan perlindungan.

"Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di rumah ini?" Pond bertanya dengan setengah menghardik.

Dunk sudah ketakutan, sementara dua asisten rumah tangga berdiri gemetaran di depan pintu, tanda bahwa sebelum kedatangan Dunk, mereka sudah merasa terancam.

Laki-laki raksasa itu menegakkan tubuhnya lalu tersenyum di hadapan Pond dan Dunk.

"Kami hanya diperintahkan untuk menjemput Anda!" ungkap lelaki itu kepada Dunk.

Meskipun Pond ada di hadapannya, matanya tetap hanya fokus ke arah Dunk.

"Menatapnya seperti itu, apakah kamu tidak memiliki rasa hormat?" Pond bertanya, kali ini lebih keras.

Dunk tak bisa melihat seperti apa air muka Pond saat ini karena dia ada di belakang cowok itu, dan lagi, sahabatnya itu tidak membiarkannya beranjak untuk mempertanyakan siapa mereka dan siapa pula yang sudah memerintahkan mereka untuk menjemputnya.

Laki-laki besar itu, untuk satu detik mengarahkan tatapannya kepada Pond, kemudian menunduk dengan alasan yang tak Dunk ketahui.

"Kami punya hak untuk menolak tamu yang datang tak diundang. Lagi pula, sekarang bukan lagi jam untuk berkunjung ke kediaman orang lain. Silakan pergi sebelum saya melaporkan kalian dan siapapun itu yang memberi kalian perintah pada polisi atas tindakan tidak menyenangkan ini!" Dunk akhirnya mengambil sikap, memberanikan diri untuk bicara tanpa meninggalkan lokasi amannya di balik perlindungan Pond.

Laki-laki itu diam sejenak, seolah masih ingin berada di depan pintu rumah Dunk.

"Tuan rumah sudah mengatakan kepada kalian untuk pergi, apakah kalian tidak bisa mengerti?" Pond menambahi.

Laki-laki besar itu akhirnya membungkuk sekali lagi.

"Saya akan menyampaikan hal ini dan semoga Anda tidak keberatan kami datang lagi di lain waktu!" Lelaki itu berucap, membungkuk sekali lagi lantas pergi disusul tentakel-tentakelnya yang tak kalah berwajah garang.

"Sepertinya kamu harus memberi tahu orang tuamu, Dunk. Mereka terlihat berbahaya!" Pond mengingatkan.

Dunk diam. Dia mendengarkan apa yang Pond katakan, tetapi sudah kehabisan energi untuk menjawab.

Dia lebih penasaran tentang siapa mereka dan apa alasan mereka datang sebenarnya.

"Pond, menginaplah. Aku khawatir mereka akan datang lagi atau malah menunggu kamu di suatu tempat karena tadi kamu sudah menantang mereka!" Dunk akhirnya bisa bersuara.

Tangannya dengan santai menarik Pond untuk turut masuk ke dalam rumah setelah meminta asisten rumah tangganya untuk beristirahat.

***

"perintah Anda yang mulia?"

Seorang lelaki dengan baju zirahnya bertanya.

Dunk memandang lelaki berbaju zirah itu dalam diam. Lagi-lagi dia bermimpi, sebuah lucid dream yang anehnya tak bersedia dia kendalikan.

"Siapa kamu?"

Mengejutkan!

Dunk sendiri terkejut karena kali ini dia bisa menanyakan apa yang dia ingin ketahui meski dia masih belum bisa mengerakkan tubuhnya sesuai keinginan.

"Ksatria Anda yang mulia, saya milik Anda sepenuhnya!" ungkap  lelaki itu.

Dunk tak bisa melihat wajahnya karena dia sedang menunduk, sementara Dunk melihatnya dari sudut empat puluh lima derajat arah atas.

"Astaga, mungkin aku merasa terlalu terancam pada orang-orang menakutkan tadi sampai bermimpi memiliki seorang ksatria penjaga!" Dunk berucap, lalu terkekeh.

"Jadi, apa yang Anda inginkan? Tentang orang-orang itu, Yang mulia bisa memerintahkan saya sesuka hati!" Dia berkata dengan nada tenang.

Dunk tersenyum. Suara lelaki itu terdengar hangat.

"Tidak apa-apa, aku hanya tidak ingin bertemu dengan orang-orang semacam mereka lagi." Dunk menjawab dengan perasaan lega, lalu menarik napas dan memejamkan mata.

Dia ingin mengakhiri mimpi itu dan tidur dengan nyenyak, atau jika sudah waktunya, dia ingin bangun.

"Saya akan membuat mereka tidak pernah bisa mendekati Anda lagi, Yang mulia. Anda bisa beristirahat dengan nyenyak sekarang. Selamat malam!" Suara lelaki itu terdengar jauh lebih dekat, lalu Dunk bisa merasakan satu kecupan di keningnya sebelum terlampau tenang sampai hening.

Entah berapa lama sampai Dunk merasa ada sesuatu yang menimpa perutnya. Rasanya berat dan membuatnya sesak, mengangu tidurnya.

Dunk membuka mata untuk memeriksa apa yang terjadi dan akhirnya menemukan bahwa benda berat itu adalah kaki Pond.

"Pond ... Aku bisa menjadi setipis kertas jika kamu menimpaku begini!" protesnya.

Pond tak peduli. Dia masih tertidur nyenyak di samping Dunk dengan posisi melintang tak jelas.

Baru jam empat pagi.

Dunk menyingkirkan kaki Pond lalu memejamkan matanya sekali lagi. Dia bisa menghirup udara pagi yang segar bercampur aroma mawar dan bunga apel. Dunk tak ingat apakah tadi dia tak menutup jendela. Pond memeluknya dan sekarang aroma sampo ikut masuk ke dalam hidung. Sekarang, Dunk tidur lagi.

"Perintah telah dilaksanakan, Yang mulia!"

Seseorang masuk lewat jendela dan duduk berlutut di samping Dunk, berbisik kemudian mengecup pungung tangannya.

***

7 Concubine (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang