Dunk turun dari mobil dengan gerakan tenang. Seperti biasa, setiap jengkal tubuh dan tingkahnya sangatlah berkesan mahal.
Pond yang menerima tugas dari mamanya Dunk terpaksa mengekori sang sahabat ke restoran mewah tengah kota itu. Sebagai tambahan, dia membawa serta satu kompi pasukan yang entah mengapa semuanya tiba-tiba ingin makan di sana. Phuwin, Satang, Fourth, juga semua anggota band mereka, termasuk manager.
Meskipun Dunk dijemput oleh mobil yang dikirimkan calon pasangannya, tetapi Pond mengikuti persis di belakang.
Dia disambut dengan istimewa dan diarahkan untuk menuju ke meja yang sudah direservasi. Letaknya di samping jendela, dengan pemandangan sungai yang indah dengan lampu-lampu dari kapal yang lewat. Lilin-lilin ditata senada dengan dekorasi restoran.
Pond dan bala tentaranya berada agak jauh, karena rupanya orang yang menurut kakek sudah mengajukan lamaran kepada dirinya itu memesan hampir separuh set meja yang ada di sana.
Ketika Dunk berjalan mendekat, seorang laki-laki yang sudah duduk menunggu segera berdiri. Tingginya mungkin sedikit saja lebih tinggi dari Dunk, dengan setelan jas berwarna biru dongker yang sialnya serasi dengan pakaian yang Dunk kenakan, jenis biru yang beberapa tingkat lebih cerah.
"Selamat malam, mari!" Laki-laki itu tidak membiarkan orang lain menarik kursi untuk Dunk, jadi dia melakukannya sendiri.
"Selamat malam, maaf sudah membuatmu menunggu. Aku cukup sibuk!" Dunk menjawab dengan nada tenang, tapi tatapan matanya lebih tajam.
Oh, dia sengaja meminta penata rias untuk memoles wajahnya agar menjadi lebih tegas. Dia memucat sejak melihat sosok sang kaisar naga di kamar mandi hall tadi, dan dia tidak ingin terlihat kemah di depan orang yang sudah berani melamarnya.
Dunk ingin mengutuknya jika dalam pertemuan malam ini dia mencoba peruntungannya lebih jauh.
"Ah, ya. Aku tahu. Kamu semakin populer belakangan ini, ya." Laki-laki itu membalas setelah kembali duduk berhadapan dengan Dunk.
Dunk hanya mengangguk. Bahkan di sudut kotapun hasil pemotretan dan iklannya terpajang, dia tidak tersentuh dengan pujian umum semacam itu. Atau mungkin saja karena dia memang sudah tidak menyukai laki-laki itu sejak awal.
Laki-laki itu diam selama beberapa detik, sementara Dunk juga tidak berniat untuk membuka percakapan lebih dulu. Dia ingin menunjukkan seawal mungkin bahwa dia tidak tertarik dan tidak peduli bahkan jika laki-laki di depannya adalah putra perdana menteri anak anak raja sekalipun.
Atensinya lebih tergugah ketika dia mendengar suara kecipak besar, selerti ada sesuatu yang tengah bergerak di dalam air sungai. Hanya saja, sepertinya orang di depannya tidak mendengar itu.
Ketika dia menoleh, terlihat semacam ular besar yang bergerak di bawah air. Sangat jelas dengan sisik-sisiknya yang besar. Akan tetapi, kapal yang ada di atas sungai bergerak seperti biasa, tidak terganggu sama sekali.
Dunk tidak mihat kepala atau ekor dari ular itu sampai semua sisiknya tidak terlihat lagi, seakan tenggelam di balik gelapnya sungai pada malam hari.
"Apakah kamu menyukai pemandangan sungai. Restoran ini dikelola oleh keluarga kita, cabang lain...,"
"Keluarga kita? Aku tidak pernah tahu keluargaku memiliki restoran ini?" Dunk memotong dengan pertanyaan.
"Ah, maksudku, keluargaku. Nantinya, ini akan menjadi milikmu juga." Laki-laki itu merevisi pernyataannya yang langsung Dunk sanggah.
Dunk tersenyum tipis, "Itu jika aku menikah denganmu, jika tidak maka bukan."
Laki-laki itu sedikit dibuat menggelap lewat tanggapan terang-terangan Dunk. Meski tidak secara langsung mengatakan tidak, tapi sikap Dunk menjelaskan bahwa dia tidak datang ke restoran itu untuk menyambut baik lamaran yang datang kepadanya. Dia bahkan tidak menyentuh gelas winenya sama sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
7 Concubine (END)
Fantasía(Warning: Boyslove, fantasi) Mimpi itu berulang, dan anehnya saat Dunk memposting apa yang dia lihat dalam mimpinya, dia menemukan bahwa ada orang lain yang juga mengalami mimpi yang sama persis. Setelah mimpi itu mulai muncul, perlahan dia merasaka...