HAPPY READING💋
🏴☠️
Heksa menolehkan kepala ketika ketukan antara sepatu dan lantai terdengar nyaring menghampirinya. Suasana yang sepi membuat suara tersebut seperti melodi abstrak bagi Heksa.
Suara itu tidak terdengar lagi ketika sepasang kaki yang terbalut flatshoes terhenti di hadapannya. Tangan yang dihiasi jam tangan hitam kecil itu terulur-menyerahkan sebotol air mineral pada Heksa.
"Dari mba Zahra," ucapnya.
Melihat Heksa yang diam saja dengan memegang lengan atasnya, Teresa membuka tutup botol, lalu berjongkok membuat rok pendeknya mengekspos bagian paha atasnya. Kemudian, ia mendekatkan mulut botol tersebut pada bibir Heksa.
Tanpa diminta, Teresa membantu Heksa untuk meminum air mineralnya. Implusif dalam diri Teresa seakan-akan bisa membaca ekspresi Heksa yang kesulitan untuk minum dengan tangan yang masih menahan aliran darah di lengannya.
Setelah cukup meminumkan air mineral, Teresa membuka kotak obat-mengeluarkan obat merah, kapas dan perban.
"Harusnya lo ke rumah sakit," saran Teresa.
"Gue nggak selemah itu," imbuh Heksa.
"Buktinya minum sendiri aja nggak bisa," sindirnya.
Obat merah dan kapas di tangannya seketika melayang berpindah ke tangan berlumuran darah.
"Thanks, simpatinya. Gue bisa obatin sendiri."
See, laki-laki di hadapan Teresa sedang angkuh.
"Buka kemeja lo!" Teresa mengambil kembali obat merah dan kapas yang sempat berpindah tangan itu.
"Gue nggak mau lagi jadi alasan lo masuk rumah sakit."
Dengan sengaja Teresa menekankan kata 'lagi' membuat Heksa tersenyum tipis.
"Harusnya lo membiarkan gue tertimpa lampu gantung. Mungkin itu karma untuk gue," tambah Teresa tanpa beban.
Lagi, Heksa tersenyum tipis. Laki-laki itu selalu memberikan reaksi santai tanpa ada kemarahan. Entah kesabarannya seluas samudra atau sedang menekan emosi dalam dirinya.
"Harusnya lo laporin aja gue ke polisi."
Teresa mulai mengobati punggung Heksa setelah laki-laki itu membuka kemeja putihnya. Tidak ada reaksi apa pun yang Heksa tunjukkan. Bahkan senyuman tipis yang sempat terbit mendadak hilang. Mungkin sedang menahan perih.
Awalnya, Teresa tidak ingin membahasnya, tetapi ia melakukan itu untuk memancing amarah dalam diri Heksa. Selama ini laki-laki di hadapannya tersebut hanya mengintimidasi lawannya, membuat Teresa bertanya-tanya tidak adakah iblis yang bersarang di balik wajah tegas itu.
"Seharusnya lo jangan kirim Diaz untuk mencari gue di hutan," tambah Teresa ketika mengingat kejadian di malam itu.
Kalimat itu berhasil membuat Heksa menolehkan kepalanya. Membuat kapas yang penuh obat merah tertahan di udara.
"Lo di sana?"
Bukannya menjawab pertanyaan Heksa, Teresa malah kembali mengobati lukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERESA [SELESAI]
Romance𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ Young adult - Romance⚠️ Pemberani. Keras kepala. Angkuh. Tiga kata yang menggambarkan karakter dari seorang gadis yang duduk di bangku sekolah tingkah akhir. Teresa. Gadis misterius pemilik iris hitam yang hidupnya se...