BAB 11 : HEXA'S LONGING

4.7K 176 1
                                    

Happy reading everyone 😊

Yang silent riders emang pada jahat apa gimana? Vote ngapa oiiiii😭 tapi makasih lhooo udah kau baca walaupun jadi silent. Wkwk

Tetap sayang kalian yang udah baca kok💋 Walaupun nggak vote apalagi spam koment. Iya-iya, paham kok ceritanya masih kurang sempurna. Hehe

Semoga suka part ini ya 😇

🏴‍☠️

Heksa meletakkan ponselnya di samping piring yang baru saja diisi oleh nasi. Makan malam keluarga sudah berlangsung beberapa menit lalu. Dirinya baru bergabung karena menyelesaikan tugas sekolah lebih dahulu.


"Mau jus mangga atau es jeruk, sayang?" tanya wanita yang baru saja menambahkan ayam goreng serundeng—lauk kesukaannya.

"Mangga," jawabnya datar.

Tentu saja hal itu mengundang atensi pria berkumis yang duduk di kursi paling ujung. Tatapan iris hitam tajam sama persis seperti milik Heksa sudah menjadi pemandangan biasa jika sedang berkumpul bersama.

"Sayurnya mau?"

Heksa melirik sayuran yang membuatnya membuang napas gusar. Mengangguk, Heksa lebih dulu mengambil sayur pakis membuat wanita bersanggul itu tersenyum tipis ketika tindakannya didahului oleh sang putra.

Setelah itu, Heksa langsung makan tanpa menggubris tatapan yang masih setia mengawasinya. Kaki di bawah meja sempat di tendang oleh laki-laki dewasa di seberangnya. Namun, Heksa mengabaikan saja.

"Ada yang susah tugasnya?"

Menggeleng pelan. Heksa mengambil ponselnya, lalu menerjuni media sosialnya.

"Sejak kapan Papa mengizinkan kalian bermain ponsel ketika makan?" Suara bariton tersebut menginterupsi semua orang di meja makan untuk menghentikan aktivitas mereka, kecuali Heksa.

"Heksa!"

Mendorong piring yang masih tersisa sedikit makanan, Heksa beranjak berdiri-mengantongi ponselnya sembari meminum jus mangga hingga tak tersisa.

Sejak dulu makan malam adalah hal yang Heksa sukai. Namun, dua tahun berlalu semuanya telah berubah.

"Bi Erah, besok Heksa nggak mau ada jus mangga, ayam goreng serundeng dan sayur pakis," ucapnya pada asisten rumah tangga yang sudah berkepala empat tersebut.

"Baik, Mas," jawab Bi Erah yang baru saja meletakkan jus milik kakaknya.

Berniat pergi dari area ruang makan, ucapan sang papa menghentikan langkahnya.

"Temui Papa di ruang kerja setelah ini," ujar Papa penuh penekanan.

"Saya sibuk, Pa. Ada zoom," alibinya.

Ada helaan napas kasar dari pria berkepala lima itu. Bahkan dentingan kasar antara sendok dan piring membuat aura ruang makan semakin menegangkan.

Dua tahun belakangan, ketegangan antara ayah dan anak tersebut tak pernah padam.

"Sayang, kamu bicara dulu sama Papa, ya. Sebentar aja, kok. Iya, kan, Pa?"

Wanita tersebut kembali berbicara sembari mengusap punggung sang suami.

"Maaf, Tante, saya tidak meminta pendapat anda."

"HEKSA!"

Haikal Ranendra-ayah tiga anak itu menggebrak meja makan sembari mendorong kursi dengan kasar.

"Pa, udah."

Haima-menarik pelan lengan suaminya. Mencoba meredam emosi yang selalu terpancing ketika berurusan dengan Heksa.

TERESA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang