61. His Beloved Wife

2.1K 83 2
                                    

Setelah mengetahui Alya hamil, mereka tidak menghentikan bulan madu mereka. Melainkan tetap tinggal di pulau itu hingga batas akhir bulan madu mereka. Keduanya juga sudah sepakat untuk tidak mengabari kedua orangtua sebelum mereka pulang.

Saat ini, hanya Alva yang dapat menjaga Alya di pulau itu. Meski melelahkan, namun Alva sangat menikmati saat-saat ini. Untungnya Alya tidak mengalami reaksi berlebihan setelah insiden parfum saat itu.

Tengah malam, Alva membuka matanya. Pria itu dengan hati-hati mencoba melepaskan tangan istrinya yang memeluk pinggangnya.

Setelah melepaskan pelukan mereka, Alva dengan lembut menatap Alya yang masih terlelap.

Cup!

Alva mencium dahi Alya dengan sayang. Namun, dia merasa itu masih belum cukup.

Cup!

Cup!

Cup!

Alva mencium pipi, dahi, dan bibir Alya secara bergantian. Senyum terbit di wajah dingin Alva. Dia terkekeh lucu saat melihat melihat Alya tidak terusik sedikitpun. Satu fakta yang berubah setelah hamil adalah Alya tidur sangat nyenyak dan tidak akan bangun meskipun dia, ehm "nakal" di malam hari.

Setelah puas menciumi wajah Alya, Alva bangun dan duduk. Pria tampan itu memperhatikan perut rata istrinya dengan sayang.

Alva kemudian membungkuk dan mendekati perut istrinya.

Cup!

Alva mengecup perut lembut istrinya.

"Baby. Jangan bikin mama capek. Kalau kamu buat mama kesal sekarang, hati-hati setelah kamu lahir," bisik Alva di perut bagian samping Alya, seakan-akan dia sedang berbisik di telinga anaknya.

Alya yang masih terlelap tidak tahu bahwa anaknya yang belum lahir telah "diancam" oleh papanya.

Setelah satu bulan berbulan madu, Alya dan Alva kembali ke Jakarta untuk menjalani kesibukan mereka yang biasa.

Mereka juga sudah memberitahu orangtua dari kedua belah pihak. Yang tentunya disambut antusias oleh mereka. Orangtua Alva bahkan mengadakan pesta untuk merayakannya.

Setelah hamil 5 bulan, nafsu makan Alya semakin bertambah. Terkadang, dia bahkan ngidam makanan tertentu.

Seperti hari ini, Alya izin dari rumah sakit pada siang hari. Dia tiba-tiba ingin makan gudeg yang dijual di kantin kampus Alva.

Alya pernah dibawa pulang gudeg itu oleh Alka sebelumnya. Saat itu dia berpikir kalau rasanya biasa saja, namun sekarang dia merasa dapat melakukan apa saja agar bisa makan gudeg itu.

Di dalam mobil, Alya memeriksa jadwal kuliah Alva. Dia ingin sekalian mengajak suaminya makan siang bersama.

"Perfect! Nanti pulang gak usah nyetir sendiri," Batin Alya saat melihat jadwal Alva hari ini.

Alya dengan hati-hati mengendarai mobilnya, khawatir jika tidak sengaja membentur perutnya. Sebenarnya, Alva sudah berulang kali menyarankan Alya untuk membawa sopir kemana-mana, tapi Alya kekeuh ingin nyetir sendiri.

Setelah berjuang melawan macetnya ibu kota, Alya akhirnya sampai di kampus Alva. Beruntungnya, gedung kelas Alva terletak sangat dekat dengan parkiran.

Alya menunggu dengan tenang di dalam mobil. Menurut jadwal yang diberikan Alva, suaminya itu akan turun 10 menit lagi.

Alya dengan lembut mengusap perutnya yang sudah sedikit membuncit. "Sayang, kita tunggu papa dulu ya? Nanti kita makan siang bareng," ujar Alya lembut.

Senyum lembut terukir di bibirnya ketika berpikir bahwa ada kehidupan kecil yang sedang bertumbuh di sana.

10 menit kemudian, sekumpulan mahasiswa keluar dari gedung yang sedang diperhatikan Alya.

Di antara sekelompok orang itu, Alya melihat sosok tampan suaminya yang begitu eye catching di antara belasan mahasiswa di sana. Pria berkemeja dengan tas di satu bahu itu terlihat sangat tenang dibandingkan orang-orang di sekelilingnya.

***

Alva mendengarkan teman-temannya berdiskusi tentang tempat makan siang dengan ekspresi datar.

"Al, lo mau makan siang apa?" Tanya pria yang berjalan di samping Alva.

"Iya Al. Kamu mau makan di mana? Aku ikut ya? Soalnya selera kita sama," sambung mahasiswi cantik yang berdiri di belakang Alva dengan malu-malu.

Mendengar itu, yang lain kompak menggodanya.

"Ehm. Kenapa bisa tahu kalau kalian seleranya sama?"

"Ada apa nih? Kok kita gak tau?"

Mahasiswi yang bernama Sinta itu menatap Alva dengan malu-malu.

Berbeda dengan Alva, wajahnya justru menjadi semakin dingin.

"Kita gak ada hubungan apa-apa. Jangan buat rumor," ujar Alva dingin. "Satu lagi, gue udah nikah," sambung Alva sambil mengangkat sebelah tangannya yang mengenakan cincin di jari manis.

Sinta gelagapan dan matanya memerah. Dia tidak pernah percaya bahwa Alva sudah menikah.

Teman-teman yang lain juga merasa tidak nyaman. Mereka lupa kalau Alva sudah menikah, karena Alva tidak mengundang banyak orang saat itu.

"Maaf ya Al, kita lupa," ujar salah seorang mahasiswa yang tadi ikut menggoda Alva dan diikuti oleh yang lainnya.

Hanya Sinta yang tetap diam, dia menolak mempercayai perkataan Alva. Dia lebih suka berpikir kalau Alva memakai cincin hanya untuk menjauhkan para wanita yang ingin mendekatinya. Bagaimanapun, sosok dan jumlah kekayaan Alva lebih dari cukup untuk membuat siapa saja bertekuk lutut.

Saat mereka sudah mendekati parkiran, Alva melihat Alya yang sedang bersandar nyaman di samping mobil. Wanita cantik itu tersenyum lembut sambil melambai ke arah Alva.

Alva terdiam terpaku dan teman-teman Alva juga bingung. Mereka penasaran siapa yang sedang dipanggil wanita cantik itu.

Saat mereka masih linglung, Alva yang pendiam sudah berjalan cepat menuju wanita yang bersandar di mobil mercy putih itu.

"Ay!" Panggil Alva dengan tidak percaya. Alva bergegas menghampiri Alya.

Alya tersenyum lembut dan menegakkan tubuhnya, menunggu kedatangan Alva.

Sesampainya di depan Alya, Alva langsung merengkuh tubuh mungil itu.

Alva memeluk tubuh kecil istrinya erat hingga Alya menepuk punggung lebar pria itu dengan lembut, menyuruhnya untuk melepaskan.

Alva dengan enggan melepaskan pelukan mereka. Pria itu kemudian merengkuh bahu kurus istrinya dan berdiri menghadap teman-temannya yang masih kaget.

"Kenalin istri gue, Alya," ujar Alva bangga. Pria itu juga dengan lembut menyentuh perut buncit Alya.

Dia tidak lupa bahwa ada orang yang tidak percaya bahwa dia sudah menikah. Dia mengunakan moment ini untuk mengumumkan statusnya dan "menunjukkan" istrinya.

"Halo.. kami teman satu kelasnya Alva,"

"Halo.."

Mereka menyapa Alya dengan canggung yang ditanggapi dengan anggukan ringan oleh Alya.

Setelah berpamitan kepada teman-temannya, Alva membantu istrinya masuk ke dalam mobil.

"Al, aku mau makan gudeg di kantin umum," pinta Alya saat Alva sudah duduk di dalam mobil.

Alva tersenyum lembut dan mengecup bibir istrinya sebelum melajukan mobil menuju kantin yang ingin dituju Alya.



Alya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang