15. Eksekusi Rencana Alva (Step 1)

4.7K 199 3
                                    

Alva:
kak Alya, kakak ada di rumah sakit?

Ada, kenapa dek?

Alva:
Aku di rumah sakit nih kak, aku ke ruangan kakak boleh?

Boleh, emang Alva kenapa ke rumah sakit?

Alva:
Aku gak apa-apa kak, cuma papa suruh aku buat cek laporan keuangan rumah sakit

Oh, ke sini aja dek. Ruangannya itu ruangan om Alden dulu.

Alva:
Iya kak, Alva tau. Alva ke sana sekarang ya?

Oke

Alva selesai menjalankan rencana pertamanya. Hari ini putra tuan Alden dan nyonya Reni itu kekeuh meminta papanya agar diizinkan mengaudit laporan keuangan Aledr Hospital menggantikan papanya, yang sebelumnya tidak pernah mau remaja itu lakukan.

Alden yang ditawari tenaga kerja gratis tentu langsung mengiyakan, apalagi dia juga ada agenda rapat bulanan di perusahaan yang tidak bisa ditinggalkan.

Tok

Tok

"Masuk" sahut suara dari dalam

Alva masuk setelah mendengar sahutan dari dalam. Dibukanya pintu putih itu dan tampaklah ruang tunggu yang didominasi warna pink, persis seperti yang diceritakan Rian.

Alva disambut oleh seorang asisten dokter perempuan dan kemudian dibawa menuju ruangan samping tempat Alya sedang duduk.

"Dokter," panggil asisten tersebut.

Alya yang mendengar panggilan itu lekas mengangkat kepalanya yang dari tadi fokus membaca rekam medis pasien. Seketika seulas senyum terbit di wajah cantiknya ketika melihat Alva di belakang sang asisten.

"Alva, udah sampai," sapa Alya.

Alva yang sudah melihat Alya sejak masuk ke ruangan itu menatap kagum Alya yang mengenakan jas dokter, rambut panjangnya dibiarkan terurai dengan poni di sekeliling pipinya.

Ketika Alya mengangkat kepalanya dan tersenyum kepadanya, Alva terpukau hingga lupa menjawab sapaan Alya.

"Al," panggil Alya sekali lagi karena Alva tidak kunjung menjawabnya.

Alva yang mendengar panggilan Alya seketika tersadar. Telinga hingga lehernya berwarna merah. Hilang sudah image cool Alva, untung saja yang lihat cuma Alya karena asisten tadi sudah kembali menjaga pintu di depan.

"Eh iya kak, maaf tadi aku nggak denger," jawab Alva sambil meringis.

Alya yang melihat perilaku Alva hanya terkekeh dan tidak terlalu banyak berpikir.

"Kamu duduk di sini dulu ya, kakak masih ada yang harus diperiksa. Sebentar lagi selesai kok," ujar Alya yang kembali menundukkan kepalanya karena masih ada yang harus diurus seraya menunjuk kursi yang biasa dipakai pasien untuk konsultasi di depannya.

"Iya kak," jawab Alva sebelum duduk. Dipandanginya sekeliling ruangan agar tidak terus melihat Alya yang sedang sibuk, dia takut membuat dirinya malu lagi karena baginya Alya yang sedang serius seperti itu sangat menawan.

Pinky, satu kata terlintas di benak Alva ketika melihat ruangan kerja Alya. Seluruh ruangan berwarna pink yang lebih muda dari warna cat dinding di ruang tunggu. Di belakang meja besar dan luas yang sekarang sedang Alya duduki, terdapat rak buku besar hingga ke langit-langit ruangan dengan berbagai buku kedokteran terutama buku tentang bedah saraf. Di sebelah kanan Alva terdapat ranjang pasien dengan berbagai alat pemeriksaan. Dan di dinding ruangan terdapat gambar anatomi tubuh dan beberapa gambar saraf pada manusia. Secara keseluruhan, Alva bisa menyimpulkan bahwa orang yang datang konsultasi akan melupakan rasa takut mereka ketika melihat ruangan yang serba pink ini. Seperti di kafe.

Setelah puas melihat dekorasi ruangan, Alva mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan ke supirnya yang masih menunggu di parkiran.

Den Alva:
Bapak pulang duluan aja. Saya nanti pulang sama temen

Baik den. Bapak izin pulang ya.

Alya mengendurkan otot-otot-nya karena terlalu lama duduk dan melihat Alva yang sedang bermain dengan ponselnya.

"Kakak udah selesai Alva. Kamu masih ada perlu di rumah sakit? Kakak mau ke kantin, lapar banget nih," ujar Alya sambil mengemasi kertas-kertas yang berserakan di atas meja.

Alva yang mendengar suara Alya segera memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celananya.

"Gak ada kemana-mana lagi kak. Alva ikut kakak makan ya? Alva juga lapar nih." Jawab Alva.

"Boleh dong, yuk!" Ajak Alya dan berjalan mengitari meja melewati Alva, memimpin pemuda itu keluar.

"Lan, saya mau makan dulu. Kamu udah boleh pulang," ucap Alya ketika melewati Mulan, asistennya.

"Baik dok."

Alva mengikuti Alya ke kantin khusus dokter yang kata Alya makanannya lebih enak dari kantin umum.

"Kak Alya habis ini masih kerja?" Tanya Alva setelah berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Alya.

Mereka terlihat sangat serasi ketika berjalan bersama. Banyak dokter dan perawat menoleh melihat mereka ketika berpapasan. Mereka berpikir kalau Alva adalah pacar Alya karena laki-laki itu hari ini memakai kemeja berwarna biru yang lengannya digulung hingga siku, dipadukan dengan celana jeans putih dan sneaker putih, yang membuat laki-laki dengan tinggi 183 cm itu tampak lebih dewasa dari usianya.

Alya memakai sepatu hak tinggi hari ini, sehingga dia terlihat cocok ketika berdiri di samping Alva yang tinggi. Ditambah lagi, yang membuat mereka semakin yakin dengan tebakan mereka adalah karena selama ini Alya tidak pernah terlihat berjalan dengan rekan kerja pria dalam jarak sedekat itu.

"Gak ada, setelah ini kakak mau langsung pulang," jawab Alya karena memang hari sudah sore yang berarti sudah waktunya dia pulang kerja.

"Alva boleh ikut kakak? Tadi Alva ke sini diantar supir, tapi supirnya harus pulang dulu karena ada urusan keluarga," tanya Alva yang matanya bahkan tidak bergetar karena berbohong.

"Boleh dong," jawab Alya tidak masalah karena lagipula rumah mereka satu komplek.

Yes! Seru Alva dalam hati.

(Don't forget vote and comment-nya readers :))


Alya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang