Bab 36

52 0 0
                                    

Kesalahan besar aksi Maudya barusan. Dia harus tidak gegabah seperti itu mengingat suaminya dalam kesadaran yang tidak baik. Tentu saja, apalagi yang akan dirasakan Bian kalau bukan amarah yang semakin mendalam. Istrinya telah berani mengangkat tangan padanya. Sikap remeh apa lagi yang belum Bian rasakan?

"Mas, tolong ... stop! Kamu nggak bi-" Maudya terperanjat saat Bian menendang kursi di dekatnya.

"Kamu berani mukul aku, Maudy?" desisnya sambil mendekat.

"Kau nggak niat, Mas-ahhh!" pekik Maudya ketika Bian tiba-tiba menarik rambutnya hingga perempuan itu mendongak tajam. "Lepasin, Mas! Sakit!"

Tidak ada kata ampun untuk istrinya itu lagi bagi Bian. Puas menarik rambut Maudya, segera dia mencampakkan tubuh 47 kg itu hingga tersungkur tepat di atas sofa.

Tubuhnya yang telungkup, secepatnya hendak membalik, akan tetapi ditunda oleh aksi Bian yang menahannya dengan kaki. Pria gagah itu jadi tampak menginjak punggung Maudya, sembari dia membuka satu-persatu kancing kemejanya.

Maudya semakin merasakan perih, ketika Bian semakin menekannya. Dia terus berontak, hanya saja tenaganya kalah telak dengan laki-laki bertubuh kekar itu.

Begitu tubuh Bian sepenuhnya tak lagi berbungkus apa-apa, segera tangannya mencengkram lengan Maudya, guna membalikkan tubuhnya. Sehingga terpampanglah potretnya yang polos di depan sang istri. Walau sudah sering melihat, hanya saja dengan cara seperti ini membuat Maudya merasa takut dan jijik.

Suaminya itu benar-benar gila sekarang!

"M-Mas ... a-apa, a-apa-umhmmm...." Mulut Maudya tiba-tiba penuh, saat Bian tanpa pikir panjang memasukkan miliknya.

Posisi Maudya yang tertidur rupanya tidak sesuai dengan mau Bian. Begitu Bian melepaskan, saat itu pula Maudya batuk-batuk hingga memuntahkan air liurnya yang sudah banjir. Belum selesai dengan perih yang dia rasakan, sang suami kembali menarik rambutnya hingga dipaksa untuk duduk menghadap ke arahnya.

Sempat Maudya menepis, hanya saja Bian terlalu cekatan hingga menahan kuat kepalanya agar tetap melahap miliknya yang sudah berdiri. Hanya menutup mulut yang bisa Maudya lakukan, kala tubuhnya sudah kebun suku menyerah. Ada rasa kecewa, takut, serta sakit yang datang secara bersamaan. Dan sebab itulah, dia kehilangan tenaganya.

"Buka mulut, Maudya! Buka aku bilang!" pekik Bian berapi-api.

Walau dalam keadaan seperti ini pun, rupanya Bian masih merasakan rangsangan tersendiri. Dia jadi gila, kala hasratnya tidak terpenuhi.

Enggan juga membuka mulut, tanpa pikir panjang Bian melayangkan pukulan pada pipi Maudya, hingga perempuan itu tersungkur ke kiri, lagi.

Dia meringis, merintih, mendesis kesakitan. Hanya air matanya yang menjadi saksi bisu bagaimana cara Bian menyakitinya.

"Ahhhh!!!" rintih Maudya, saat Bian menarik paksa busananya hingga terlepas. Lengannya tergores kancing. Tersisa bra dan cd yang membungkus tubuh Maudya.

Melihat betapa mulusnya tubuh sang istri, membuatnya berdesir hebat. Berulang kali Bian menelan ludah, menggambarkan hasrat yang sudah di puncak kepala.

"St...op... please...." pinta Maudya, lemah.

Tidak! Tidak ada kata cukup Bian hari ini. Semua rasa sakit yang dia rasakan harus dirasakan Maudya juga. Karena kalau bukan karena perempuan itu, maka Bian tidak akan pernah mendapatkan perlakuan buruk seperti sebelum-sebelumnya.

Setelah membuka seluruh busana sang istri, Bian pun menarik tangan Maudya hingga terjatuh dari sofa. Tubuh lemah wanita itu sudah tak sanggup berontak hingga tampak pasrah kala Bian mengaturnya.

Maudya di paksa menunggik dengan kedua tangan yang bertumpu pada lantai. Sembari menjambak rambut panjang sang istri, Bian siap memasukkan miliknya hingga memompa dengan kecepatan yang dia bisa.

Kepedihan yang dirasakan Maudya berbanding terbalik dengan yang dirasakan Bian. Walau tidak ada balasan atas permainannya, akan tetapi tetap saja dia merasa di awang-awang. Kecepatan yang dia lakukan dalam menyetubuhi Maudya sampai terdengar bak orang yang tepuk tangan.

Sungguh miris kelakuan Bian malam ini. Dia benar-benar dibutakan oleh amarah yang tak mendasar. Sehingga dia lupa, yang sedang dia sakiti hari ini adalah tuan putri di keluarga Masesa, serta ratu untuk seorang dokter ternama Abdi Julham Prayoga.

Jika saja kepedihan yang dirasakan Maudya saat ini terungkap oleh orang-orang yang menyayanginya, tidakkah Bian merasa terancam dua kali? Mungkin bukan lagi keadaan yang menyedihkan yang dia dapati, melainkan nyawanyalah yang menjadi sasaran.

***
Di sisi lainnya, Maya tengah merancang beberapa desain, ralat, dia mengubah beberapa bentuk desain yang dibuat Maudya. Malam itu, kala Bian dan Maya bertengkar, Bian sempat mengajak Maya ke rumahnya untuk membicarakan tentang rencana mereka terhadap Maudya, saat itu pulalah Maya mengambil beberapa ide Maudya yang sudah dia rangkai seluruhnya di dalam sebuah catatan.

Ide itu akan diluncurkan untuk acara pameran yang sudah Maudya damba-damba. Dari acara pembukaan, busana yang akan dipamerkan, model-model, serta konsep ruangan yang akan dipakai, semuanya benar-benar sudah lengkap di sana. Dan dengan tak tahu malunya, Maya menyabotase semua itu.

Siapa yang tidak terkagum-kagum dengan hasil rancangan Maudya? Bahkan Maya saya mengakui, hanya saja dia tidak akan menyatakan itu karena baginya Maudya tetap dibawahnya. Tidak akan pernah setara dengannya walau satu dunia mengakui itu.

Sudah lebih dari tiga kali Maya menghubungi Bian, akan tetapi tidak ada jawaban apa-apa. Bukan apa-apa, dia hanya ingin meminta dana yang sudah di janjikan Bian hari itu. Dana itu akan dia pakai untuk melaksanakan acara pemeran yang sepenuhnya atas namanya. Dan semua konsep serta bsuana sudah mencakupi, yang tentunya semua itu milik Maudya.

Maya mengerutkan dahi sebab tak dapat jawaban dari Bian. Dia jadi sebal. Pasalnya, dia sudah tidak ingin menunda waktu karena Maya ingin acara itu dilaksanakan pada tanggal kelahirannya. Itu akan berlangsung lima Minggu dari sekarang. Jika tidak segera Bian berikan dana itu, Maya bisa keteteran menyusun acara.

"Ck! Mana sih dia? Kok nggak di jawab?" decak Maya bermonolog. Dia meraih ponsel kembali memanggil kontak Bian.

Dan sekali lagi, Bian tidak menjawab. Tak ada pilihan lain selain mengirimkan pesan singkat. Namun, sebelum mengerti beberapa teks di sana, pesan baru muncul di layar mengambang. Maya mengerutkan dahi, karena tidak tahu kontak siapa yang baru mengirimkannya pesan singkat.

[Video]

Pesan berisikan video tersebut kian membuatnya penasaran. Segera ibu jarinya menekan gambar dan lantas memainkan gambar yang kini berjalan.

Bersamaan dengan video yang di putar, saat itu pula benda pipih itu lepas dari tangannya. Dia terkejut. Sesuatu yang dimainkan di sana benar-benar membuatnya merinding serta ketakutan.

Siapa yang mengiriminya pesan tersebut?

Hendak mencari tahu tentang informasi kontak tersebut, pesan dari nomor yang sama kembali masuk. Kali ini dengan pesan teks.

[Hentikan tingkah laku kalian atau terima akibatnya!]

Welcome to My Perfect Marriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang