Bab 30

76 0 0
                                    

Sebab perkataan Sandriana yang menambahkan pertanyaannya, Antonio mendapati sebuah atmosfer yang cukup kental akan keanehan. Dalam diam dia melirik sang putri dengan putra angkatnya itu. Tidak biasanya meja makan hening seperti ini. Pergi ke mana tingkah-tingkah aneh Maudya, juga mana Abdi yang selalu cari masalah?

"Maudy, kamu ke Butik, 'kan? Mau berangkat bareng?" tanya Abdi.

"Uh?" Maudya tak langsung menjawab. Dia diam sejenak, yang dia pun tak tahu kenapa. "Ah ... nggak usah deh. Sama Mama Papa aja," tolaknya.

"Mama sama Papa nggak ke rumah sakit hari ini. Udah di tawarin juga sama Mas kamu! Kenapa juga masih nolak," cetus sang ibu.

"Lho kenapa?"

"Suka-suka kami dong, Maudy. Yang punya Rumah sakit, 'kan kami, bukan kamu!" sewot Sandriana.

Maudya seketika menarik sudut bibirnya, merasa kesal. Ibunya terlalu sombong! "Ewww, sombong banget jadi orang."

Abdi mengulum senyum dibuatnya. "Ikut nggak nih? Atau mau pergi sendiri?" desak Abdi sambil berdiri.

"Duluan aja, Mas. Aku mau pulang dulu sebenarnya."

"Oke." Abdi manggut-manggut. "Abdi pergi ya Ma, Pa," pamitnya kemudian lalu melenggang pergi tanpa menoleh lagi.

"Emangnya Bian udah pulang, Maudy?"

"Uh?" Sial! Maudya terlalu banyak melamun akhir-akhir ini. Dikit-dikit pikirannya enyah dari raga. "Belum, Pa."

Ucapan sang ayah tidak berlanjut lagi sebab fokus Maudya teralihkan oleh nada pesan di layar iPadnya yang sengaja di taruh di sebelah tangannya. Usai melahap sarapannya, Maudya pun segera memeriksakan pemberitahuan apa lagi yang hendak dia ketahui.

[Peluncuran desain baru dari Maudya Boutique berskala internasional akan segera dirilis tanggal 21 Januari. Segera nantikan!]

Bak disambar petir, begitulah yang dirasakan Maudya begitu mendapati pesan artikel yang baru dia baca. Tentu saja dia kaget. Seingatnya, dia belum pernah membicarakan tentang peluncuran desain baru apalagi yang akan segera dirilis. Dia tidak pernah mengerjakan proyek apa pun akhir-akhir ini. Lantas, hasil tangan siapa yang sedang diluncurkan dengan menggunakan namanya?

"Pa, Ma, Maudya duluan ya!" Langkah Maudya secepatnya terangkat bahkan tak mendengar panggilan dari sang ibu yang mengatakan kenapa buru-buru.

Ada yang tidak beres! Ya, apalagi yang akan terjadi hari ini, Maudya pun tak tahu. Siapa yang berani-beraninya menusuknya dari belakang? Maudya memang di kenal sebagai atasan yang ramah dan pemaaf, tapi tidak ada fakta yang mengatakan kalau Maudya tidak bisa marah.

Baginya, Butiknya adalah sebuah mahkota yang akan dia jaga keelokan serta keistimewaannya. Setiap berlian yang diukir untuk menjadikan mahkota tersebut menjadi lebih indah, adalah hasil keringat Maudya yang tak akan dia lupakan. Lantas, tangan siapa yang hendak ikut campur dalam mengubah bentuk mahkotanya?

Mobil hitam merahnya segera berhenti di area parkir. Secepatnya kakinya yang jenjang berjalan cepat, guna mencari tahu apakah yang sedang dikatakan oleh artikel itu adalah fakta atau hanya kesalahan teknis saja.

"Nyonya, Maudya. Selamat-"

"Apa yang terjadi, Yuda? Kenapa saya dapat pemberitahuan tentang peluncuran desain baru untuk luar negeri? Kenapa saya justru nggak tahu apa-apa?" selanya, tak menghiraukan basa-basi Yuda.

"Saya juga ingin memberitahukan ini pada Anda, Nyonya. Kami juga tidak tahu kalau desain baru akan segeralah dirilis. Kami hanya mendapatkan perintah untuk menyiapkan beberapa iklan serat mencari brand ambassador yang cocok," ungkap Yuda, sama bingungnya dengan sang atasan.

"Mana Pak Bian? Dia di sini?"

"Nggak, Nyonya. Pak Bian terbang ke Paris untuk menyiapkan acara ini. Dia pergi bersama Mbak Maya."

Sekali lagi, dan lagi, Maudya benar-benar merasa ditusuk dua kali ditempat yang sama. Apa yang terjadi hari ini sudah sangat keterlaluan baginya. Bain bahkan pergi tanpa memberitahukan dirinya? Apa sebenarnya yang Bian mau? Padahal Maudya berniat ingin berbaikan dengan suaminya itu, tapi kenapa justru kekecewaan lagi yang dia hadapi?

Perempuan itu mendesis murka. Saking tidak bisanya dia berpikir jernih, dia jadi meremas rambutnya, geram. Yuda bahkan ikut khawatir akan kemarahan Maudya. Dia takut-takut, cemas jika sekiranya apa yang terjadi akan berdampak buruk pada posisinya yang sejak awal dipercayakan untuk mengurus Butik.

"Pesankan saya tiket ke Paris, secepatnya!" titah Maudya. Dia segera melangkah cepat, bergegas mengemas beberapa barang-barang penting.

Tidak! Maudya tidak akan tinggal diam dengan apa yang terjadi saat ini. Dia juga tidak bisa hanya marah-marah tak tentu, tanpa ada aksi yang nyata. Siapa pun yang berniat bermain dibelakangnya, akan segera dia singkirkan saat itu juga. Tidak akan ada kata kecuali bahkan pada suaminya sendiri pun.

Jika benar apa yang dia pikirkan-kalau yang melakukan ini adalah Bian dan Maya, maka Maudya benar-benar akan membuang kedua orang itu apa pun alasannya. Mungkin benar apa kata Abdi, untuk mencari tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi dan jangan bertindak gegabah, tapi jika sudah begini siapa yang tidak naik darah? Siapa yang akan tetap berpikir dengan kepala dingin, kalau pengkhianatan sedang berjalan di depan mata?

***

Beruntung ada tiket penerbangan yang pas dengan waktu Maudya. Berpergian secara mendadak seperti ini sebenarnya bukankah tabiatnya apalagi tak mengabari satu orang pun. Tapi Maudya harus tetap diam dulu, sembari mengurus segala yang terjadi. Jika dia memberitahu sekarang pada orangtuanya, pasti akan lebih runyam masalahnya. Biarlah dia saja yang mengatasi ini lebih dulu. Jika sekiranya butuh bantuan, maka orangtuanya adalah satu-satunya pilihan.

Maudya tiba di gedung yang katanya tempat pelaksanaan. Banyak sudah para awak media yang datang untuk menyorot. Karena terlalu jarang menghadiri beberapa acara formal terkait butiknya, orang-orang jadi tidak terlalu familiar dengan wajah Maudya. Terakhir kalinya disorot pun itu sekitar dua tahun lalu. Dan bagaimana kini wajah Maudya tidak ada yang menemukan update terbarunya. Itu kenapa kedatangan Maudya hanya menjadi tanya-tanya bingung orang-orang, seolah yakin atau tidak kalau dia adalah Maudya si perancang busana yang sedang naik daun.

"Maudy!!"

Pekikan itu membuat si empunya nama terperanjat, kaget. Detik berikutnya, keningnya berkerut begitu mendapati potret Fristy berlari kecil kearahnya cukup antusias.

"Maudy, Oh my God, I didn't expect it. Kejutan kamu ini yang paling, paling, paling, berkesan!" ujarnya benar-benar antusias.

Sementara Maudya, dia justru bingung. Kejutan apa? Apa yang terjadi? Kenapa juga dia malah datang ke pesta hari jadi pernikahan temannya alih-alih ke tempat pelaksanaan peluncuran desain baru yang katanya sudah berlangsung.

"Kejutan apa?" tanya Maudya, bingung. Dia mengamati lagi sekelilingnya.

"Udah deh, Maudy, nggak usah pura-pura lagi. Kamu berhasil, seriusan! Kamu berhasil buat aku sama Gilbert terharu. Kamu memang yang paling baik. I love you so much, my bestiiii!"

Entahlah, Maudya hanya bisa tersenyum kering. Dia masih berusaha mencerna apa sebenarnya yang sedang terjadi hari ini?

"Sayang, kamu udah sampai rupanya?"

Suara tak asing, siapa lagi kalau bukan bian? Datang mengalihkan pandangan Maudya. Dia mendapati suaminya berjalan santai dengan senyum lebar di wajahnya, dan kian mengikis jarak.

"Mas Bian?" gumamnya dengan tatap tanya.

"Dy, aku ke sana ya? Kalau ada apa-apa panggil aku aja. Acaranya intinya akan segera berlangsung kok. Santai aja," pamit Fristy lantas pergi menjauh.

Tak terlalu Maudya pedulikan sebenarnya apa yang dikatakan Fristy. Dia hanya dibuat fokus pada Bian yang muncul-muncul dengan kalimatnya juga senyum lebar yang membuat Maudya kian penasaran.

Welcome to My Perfect Marriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang