Sembilan belas

497 33 4
                                    

Happy Reading 💐
.
.
.
.

"Sherin...?"

Raga si pemilik nama itu tersentak kaget.

Lamunannya yang berisikan berbagai hal yang mengawang tentang dirinya, perasaan yang berkecamuk dalam hatinya, tentang apa yang akan terjadi, dan tentu saja hal yang berkaitan dengan orang yang akhir-akhir ini seperti menjauh dan menjaga jarak darinya. Semua tercerai berai, buyar saat mendengar suara yang amat sangat ia kenali.

Suara yang akhir-akhir ini tak pernah ia dengar secara langsung.

"Sherin... Ngapain kesini?"

Si empu yang punya nama kembali terkesiap. Jantungnya bergemuruh, ketika orang yang dicarinya sudah berada persis duduk di sebelahnya.

Netra keduanya bertemu.

"A-aku------" Bibir Sherin berhenti bergerak, bibir juga lidahnya mendadak terasa kelu.

Hening.

Suara milik sherin yang belum sepenuhnya keluar secara lugas itu dibiarkan mengawang di udara.

Baik Sherin atau Zee tak ada yang membuka suara.

Tapi, itu sebelum bi wati menghampiri keduanya dengan air putih yang dibawanya.

"Makasih bi" Ucap Sherin singkat, sesaat setelah bi wati menyimpan gelas yang berisikan air putih itu di depannya.

"Sama-sama non" Ucap bi Wati dan langsung berlalu pergi dengan perasaan bingung dan juga tentunya rasa penasarannya.

Selanjutnya, kembali hening.

Sherin dengan rasa gugupnya dan zee dengan lamunannya. Lamunannya yang dipenuhi gadis di sebelahnya, matanya terpejam untuk beberapa detik. Ketika merasakan rasa nyeri pada ulu hatinya, sebab rasa rindu yang selalu ia tahan-tahan.

Meski perasaannya dirasa jelas tak sewajarnya jelas sangat amat dilarang, tapi nyatanya kuatnya rasa tak bisa membohongi hati.

Zee tatap wajah itu, wajah yang selalu membuat hatinya nyeri dan juga bahagia sekaligus. Bolehkah dirinya sebentar saja memegang wajah itu? Menangkup pipi putih itu dengan kedua telapak tangannya. Dan, tubuh itu. Bolehkah dirinya mendekapnya saat ini juga? Dirinya rindu dengan hangat dan wangi tubuh itu.

Andai, dirinya mengikuti kata hati dan berkata jujur dan meluapkan semua yang ada di dalam pikiran dan juga hatinya pada gadis disebelahnya itu apa selanjutnya akan baik-baik saja?

"Sherin..." Ucap zee. Mata itu terpejam, karena hanya memanggil namanya saja membuatnya kembali harus menahan rasa rindu yang bertumpah ruah ingin disampaikan.

"Sama siapa kesini?" Ucap zee lagi.

Ironis memang.

Perkataan itu berbanding terbalik dengan apa yang ingin diucapkannya. Tapi, jika dirinya menuruti kata hatinya semuanya bisa hancur.

"Taksi"

Zee mengangguk paham, dan kembali tak bersuara. Tapi, itu sebelum Sherin angkat suara----

"Kenapa menjauh?"

Deg!

"Kenapa setiap lihat aku kamu menjauh?"

Zee tak menjawab. Gadis itu terdiam, bingung harus menjawab apa, tidak mungkin kan dirinya harus jujur atas perasaannya.

"Menjauh? Haha enggak kok. Itu perasaan lo aja kali, gue emang lagi sibuk aja" Ucap zee sembari terkekeh pelan.

Sherin terdiam. Perkataan yang keluar dari mulut zee entah mengapa tak membuat hatinya sepenuhnya percaya. Kepalanya perlahan menunduk, tak cukup tangguh untuk melihat zee disebelahnya.

Everything Will Be AlrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang