Dua puluh dua

471 34 2
                                    

Happy Reading
.
.
.
.

Belum juga kaki keduanya menapak teras. Tapi, kaki keduanya mendadak berhenti. Ralat, bukan mendadak berhenti. Tapi, Sherin yang lebih dulu menghentikan langkahnya membuat langkah Zee otomatis berhenti. Membuat kerutan di dahi milik zee timbul, pertanda bahwa dirinya bingung.

Zee menatap ke arah Sherin, seolah bertanya 'kenapa?'

"Aku mau pulang"

Zee terdiam mendengarnya, hatinya sedikit tak rela dengan permintaan Sherin.

"Zee..."

Zee terkesiap dan langsung mengalihkan perhatiannya pada Sherin.

"Mau sekarang pulangnya?" Tanya Zee.

Dan, dibalas anggukan cepat oleh Sherin. Cukup, membuat Zee menghela napas pelan.

"Bentar.... Gue ambil dulu kuncinya" Ucap Zee sedetik kemudian melangkah pergi ke dalam rumah, guna mengambil barang yang di maksud.

Meninggalkan Sherin yang hanya bisa terdiam menatap punggung zee yang kian menghilang. Rasa tak enak menyelimuti hatinya, terlebih ketika melihat ekspresi wajah zee yang terlihat murung. Dirinya tak bermaksud membuat zee murung, hanya saja dirinya tak enak jika terus-terusan berada di rumah milik zee, terlebih dirinya tak mau merepotkan zee.

Hening tak ada obrolan keluar dari mulut keduanya. Bahkan hingga keduanya sudah sampai di pekarangan rumah Sherin.

Sherin terlebih dahulu turun dari mobilnya, diikuti zee yang mengekor satu langkah di belakang Sherin. Sampai di depan pintu, Sherin membalikkan badannya guna menatap zee. Untuk beberapa saat, tatapan keduanya bertemu.

"Gih masuk" Ucap Zee lembut.

"Kamu gak mau ikut masuk dulu?" Tanya Sherin, yang entah kenapa tiba-tiba membuat nya berdebar penasaran dengan jawaban Zee.

Zee tersenyum tipis kemudian menggeleng pelan, yang entah kenapa membuat Sherin yang melihatnya sedikit merasa kecewa. "Gue langsung pulang aja" Ucapnya.

Sherin mengangguk paham. "Aku masuk duluan"

Zee terdiam sesaat "Rin" Panggilnya. Sontak membuat Sherin yang hendak membuka pintu ter-urung dan kembali membalikkan badannya ke arah Zee. "Peluk dulu boleh gak?" Lanjutnya.

Tak ada balasan, membuat Zee menggigit bibirnya merasa malu sekaligus sedih "G-gue pulang dulu rin" Ucap Zee seraya tertawa gugup sedetik sebelum dirinya melangkah mendekati mobilnya.

"Gak jadi?"

Pertanyaan yang keluar dari mulut Sherin itu sontak membuat langkah Zee terhenti dan kembali membalikkan badannya menatap bertanya ke arah Sherin. "Apanya?" Tanya Zee dengan kerutan di dahi.

Sherin melangkah mendekati Zee "Peluknya" Ucapnya sesaat setelah berhasil berhadapan sempurna dengan Zee.

Bibir milik Zee mengembang sempurna "Peluk rin" Ucapnya seraya sedikit merentangkan tangannya.

Lain halnya dengan Sherin yang langsung masuk ke dalam pelukan zee. Bibirnya ikut tersenyum ketika melihat senyuman bahagia di bibir Zee.

"Gue sayang sama lo, rin" Lirih Zee amat sangat pelan.

Sherin terdiam, bohong jika dirinya tak mendengar ungkapan Zee itu. Hanya saja dirinya belum-belum benar bisa membalas ungkapan zee itu. Dirinya belum se-yakin itu, dan yang terpenting dirinya tak ingin membuat orang yang tengah memeluknya itu menaruh harapan yang bahkan dirinya saja belum yakin sepenuhnya.

Sherin menutup matanya, ia bisa rasakan pelukan pada tubuhnya mengerat untuk beberapa detik sebelum pelukan hangat milik Zee itu terlepas dari tubuhnya.

Everything Will Be AlrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang