Dua puluh delapan

379 29 3
                                    

Happy Reading
.
.
.

Sherin memeriksa ponselnya yang baru saja terdapat notifikasi. Ah, taksi online pesanannya sudah di depan.

Lantas dengan terburu-buru ia keluar dari rumahnya. Ia menghampiri, kemudian masuk ke dalam taksi pesanannya.

Taksi yang ditumpanginya mulai berjalan. Bersamaan dengan suara klakson yang berhasil mengambil atensinya. Ia menoleh ke belakang dan mendapati mobil milik Zee.

Cepat-cepat Sherin kembali membalikkan tubuhnya. Menghadap ke depan. Omongan kemarin masih setia menganggu pikirannya. Terlebih omongan yang mengatakan jika Zee hanya 'kasian' padanya mampu membuat hatinya sakit dan tertohok.

Sementara Zee yang mengekor di belakang taksi yang ditumpangi Sherin itu hanya bisa tertegun. Dan dilanda kebingungan. Dirinya yakin, Sherin melihat mobilnya karena dari balik kaca dia bisa melihat Sherin yang menengok kebelakang, tepat kearah mobilnya.

Setelah sampai di parkiran sekolah. Zee cepat-cepat keluar dari mobilnya, menguncinya. Setelahnya berlari guna menyusul Sherin yang lebih dulu masuk ke dalam area sekolah.

"Sherin.." Panggil Zee seraya terus melangkah mendekati Sherin yang beberapa langkah didepannya.

Berhasil, zee berhasil mencekal tangan milik Sherin, menahannya. "Rinn..."

"Sebentar lagi bel, aku mau masuk kelas." Ucap Sherin, melepaskan cekalan zee pada tangannya. Kemudian berlalu pergi, masuk kedalam kelas begitu saja.

Zee terdiam. Dirinya hanya bisa menatap bingung Sherin. Kenapa ia merasakan sesuatu yang berbeda dari gadisnya. Atau itu hanya perasaannya saja.

......

Seperti di jam-jam istirahat seperti biasanya, Sherin lebih memilih pergi ke belakang sekolah. Diam dan duduk di tempat yang menjadi salah satu kedamaian nya.

Tangannya tak berhenti mencoret kertas putih yang sengaja ia letakkan di atas pahanya.

Kertas putih yang menjadi tempat pelampiasannya.

Therapy paling ampuh.

Sekaligus, kegiatan yang secara tak langsung amat sangat sudah membantu mentalnya.

Karena, dirinya bisa menuangkan segala perasaannya.

Sherin tersenyum tipis, bahkan amat tipis ketika melihat hasil tangannya yang sudah terlukis di kertas putih tersebut.

Tak bagus dan tak buruk juga.

Gambar dua orang yang berbeda jenis  dengan si laki-laki yang merangkul bahu milik perempuan.

Gue cinta sama Zee....

Lo udah ngambil mamah. Terus lo ngambil Zee dari gue...

Kalimat itu terus berdengung di kepala Sherin.

Tak lama, Sherin tersentak karena merasakan sesuatu mendarat pada pipi kanannya.

Sebuah kecupan dari..... Zee yang entah kapan sudah duduk disebelahnya.

Sherin mengerjap pelan. Menatap Zee yang tengah menampilkan senyuman khasnya.

"Ini sketchbook punya lo, Rin? Tebel banget yaa.." Ucap Zee ketika mendapati buku sketsa tepat di hadapannya. "Gue buka boleh?" Lanjutnya seraya menatap wajah Sherin meminta izin.

Sherin tersenyum tipis. Dirinya suka dengan sifat Zee yang seperti ini.

Tapi.... sedetik kemudian Sherin menggeleng pelan seraya mengambil buku sketsa itu dari tangan Zee.

Sementara Zee yang melihatnya kembali tertegun. Tapi sedetik kemudian terkekeh pelan, dan mengusak gemas pucuk kepala milik Sherin.

Dirinya tak tersinggung. Ia mengerti mungkin gadis didepannya itu belum cukup yakin untuk membagi dan memperlihatkan semuanya pada dirinya.

Everything Will Be AlrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang