Memasuki usai 32 Minggu kehamilan, Jeno kian protektif dan bawel, Serena sampai menjerit kesal karena tingkah Jeno yang sudah kelewat batas. Masa dia tidak boleh berjalan terlalu lama, Jeno tahu-tahu sudah membelikan kursi roda untuknya. Selain itu jam tidurnya semakin awal diatur oleh calon ayah gila itu, masa jam delapan malam sudah harus tidur? Serena sempat menjambak rambut Jeno ketika aturan itu baru selesai diutarakannya.
"Kamu juga tidur kalau aku tidur. Berhenti mengurusi pekerjaan kalau sudah masuk rumah, ini bukan kantor, dan hidup bukan untuk kerja saja." Nasehat lebih mengarah ke sindiran itu berhasil mengurungkan niat Jeno untuk membuka laptopnya.
Jeno terkekeh pelan mendapati tatapan mematikan seolah siap menerkam apabila dia membuat alasan untuk tetap menyentuh pekerjaannya. "Ini selesai kok. Aku hanya merapikannya saja." Alasan Jeno.
"Bagus." Serena mengangguk puas. "Ayo tidur juga, Jen. Baby mau dielus katanya."
"Sebentar, ya, aku ke kamar mandi dulu. Kamu butuh ke kamar mandi juga tidak? Sekalian." Tawar Jeno.
"Boleh deh." Serena menyingkirkan selimut yang sudah membalut tubuhnya.
Dengan Jeno berjalan duluan masuk ke dalam kamar mandi, memeriksa apakah lantai aman untuk dilalui si ibu hamil. Walaupun nyatanya lantai kamar mandi selalu dibersihkan dan dipastikan tidak ada benda apa pun yang membuatnya menjadi licin, Jeno tetap saja parno sendiri.
"Aman." Ia mempersilakan Serena untuk melangkah masuk.
Membiarkan Serena duluan menuntaskan urusannya, Jeno menggosok gigi karena sempat ikut ngemil lagi sembari menemani Serena tadi. Dan semenjak mereka sudah tinggal berdua, kebiasaan Jeno cukup banyak berubah, terutama tentang perawatan diri. Biasanya tidak berlebihan begini, tapi sekarang agaknya Jeno tidak kalah dengan rangkaian perawatan yang Serena lakukan. Lebih baik dia menuruti kemauan Serena dari pada ibu hamil itu terus mengeluh takut dia cepat keriput kalau tidak perawatan.
Serena menyuci tangannya sesekali memperhatikan kesibukan Jeno memoles wajah tampannya. Lucu, pria ini menurut dengan apa yang dikatakannya. Selesai mencuci serta mengeringkan tangannya, Serena menyelipkan tubuhnya diantara Jeno dan wastafel, membuat calon ayah itu melangkah mundur takut perutnya tertekan. Serena hanya memperhatikan lewat cermin dengan menyandarkan kepalanya di dada Jeno.
"Kenapa memperhatikan begitu?"
"Tidak ada alasan khusus, hanya ingin lihat saja." Serena terdiam sejenak, ia mendongak memperhatikan rahang tegas Jeno.
Jeno yang gemas dengan tingkah Serena secepat kilat menunduk dengan mendaratkan bibirnya di atas bibir Serena. "Kamu pakai lip serum atau lipblam?" Jeno penasaran, "baunya enak." Ia lagi membubuhkan kecupan di bibir Serena sampai sang empu ngerang protes.
"Lip serum ku pindah ke bibirmu semua nanti."
"Tinggal pakai ulang." Jawab Jeno santai.
"Malas ah sama kamu." Serena menggeser tubuhnya tidak mau berdekatan dengan Jeno.
"Kamu duluan ke kasur sana, aku sebentar lagi kok ini."
Serena menggeleng, "berdua." Ia menjawab begitu tetapi tetap menjaga jarak dari Jeno.
"Kamu pakai lip serum yang mana, Mom?"
"Tuh yang hijau."
"Oh, lho? Ini punya kalian?" Mata Jeno tidak lepas memperhatikan kemasan yang tertera jelas nama produksi disana.
"Yap. Belum launching itu, perkiraan awal bulan depan." Jelas Serena singkat. "Awas ya kalau kamu ngide buat juga, ku pastikan benda panjang kebanggaanmu itu tidak berfungsi lagi esoknya." Ancamnya telak.
![](https://img.wattpad.com/cover/356181666-288-k66421.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby of a Business Rival ^ Revisi
Hayran KurguWarn! Baca sesuai sama nomor, karena urutan bab teracak oleh WP. Serena dengan obsesinya menginginkan seorang anak dari seseorang yang dia anggap bisa memberikannya keturunan yang sempurna. Sosok laki-laki itu adalah saingan bisnisnya sejak 10 tahun...