Serena - 041 (SJ)

2.3K 219 17
                                    

Minor edit~

.

.

Jeno setia mengelus tangan Serena, matanya yang sipit itu berkaca-kaca tidak tega melihat Serena yang merintih sejak tadi. Sampai ke rumah sakit setelah di periksa ternyata sudah pembukaan satu. Ingin sekali rasanya ia menangis tapi siapa yang akan menguatkan Serena nanti, kalau dia terang-terangan nangis, dia kalah dengan Serena yang tidak ada tanda-tanda akan nangis.

"Aku mengantuk, ayo tidur sini." Serena menepuk-nepuk sisi kosong disebelahnya.

Jeno tidak menolak, dia segera naik memposisikan dirinya di belakang Serena. Selagi kontraksi belum datang lagi memang sebaiknya Serena tidur, Jeno takut Serena nanti semakin tidak memiliki tenaga. Jeno diam sembari mengelus perut Serena memberikan kenyamanan pada ibu hamil itu, sementara dia sendiri tidak mengantuk sama sekali, pikiran penuh dengan rasa khawatir.

Jeno tidak tahu sekarang sudah jam berapa, tadi Serena terbangun karena kontraksinya datang lagi, dan setelah diperiksa sekarang sudah pembukaan empat. Jeno termenung, dari sekitar jam delapan malam dan sekarang ternyata sudah jam lima pagi, selama itu baru pembukaan empat. Waktu perkiraan menunggu sampai pembukaan sepuluh bisa nanti sore atau malam menjelang, waktunya memang terasa lama karena ini pertama kalinya untuk Serena.

"Jen, aku ingin mandi, rasanya lengket. Atau bersih-bersih saja cukup." Ucapan Serena membawa kesadaran Jeno kembali.

"Cuci wajah saja ya, badannya jangan disiram air." Kata Jeno sambil dia menyiapkan pakaian ganti Serena serta keperluan yang lain.

Serena menurut saja, yang penting tubuhnya diseka sudah cukup menghilangkan rasa lengket karena keringat. Ia berjalan pelan ke kamar mandi dituntun Jeno. Dokter juga menyarankan untuk Serena berjalan disekitar kamar agar waktu pembukaan lebih cepat, jadi Jeno tidak melarang Serena untuk berjalan, tapi dia tetap deg-degan takut kaki Serena tidak kuat dipakai berdiri.

Cukup lama sampai urusan Serena selesai, kini dia sudah kembali segar khas aroma bayi, Jeno yang meluluri perut dan beberapa bagian tubuh Serena dengan minyak bayi tidak lupa bedak bayi pun turut Jeno bubuhkan pada seluruh tubuh Serena. Semua itu padahal untuk bayi mereka nanti, sudah Jeno buka semua untuk ibunya dulu pikir Jeno.

Sekitar jam tujuh pagi Serena sarapan dengan Jeno yang ikut sarapan juga, ia meminta tolong salah satu orang Lee yang datang bergantian menjaga dengan orang Kim yang ikut semalam. Keduanya makan dengan damai sebelum Serena agak membanting sendok yang dipegangnya ketika merasakan kontraksi mulai lagi, kali ini rasanya lebih sakit hingga air matanya jatuh tanpa ia sadari. Jeno pun ikut menitihkan air mata yang langsung di seka nya takut Serena melihatnya.

"Kemana orang tua kita? Kenapa belum datang?" Bingung Serena. Ia baru menyadari setelah teringat mamanya yang dulu juga merasakan hal sama seperti yang dirasakannya hari ini. Sungguh tidak tahu dirinya jika ada anak yang melawan dengan ibunya, ya jika itu ibunya memang berperan sebagaimana mestinya. Rasanya sesakit ini, ia jadi ingin memeluk mamanya.

Jeno membeku beberapa saat sebelum ia menepuk keningnya. "Aku lupa memberitahu orang tua kita."

"Bisa begitu?" Serena memandang Jeno heran.

"Kamu lanjut makan, aku kabari orang tua kita dulu." Jeno meraih ponselnya di atas nakas. Menunggu beberapa saat sebelum terdengar suara berat terdengar diseberang sana.

"Kenapa menelpon mommy pagi-pagi?" Ini suara daddynya.

"Kami ada di rumah sakit sekarang. Serena sudah mengalami kontraksi, sekarang jalan pembuka lima sepertinya karena kontraksinya sudah sering muncul." Kata Jeno cepat. Tidak ada jawaban dari daddynya, Jeno diam menunggu.

The Baby of a Business Rival ^ Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang