Serena - 043 (SJ)

1.9K 152 0
                                    

Pagi-pagi sekitar jam tujuh semua penghuni rumah sudah membuka mata mereka, tanpa janjian sama sekali, hal itu membuat Serena agak heran, kok bisa? Jam tujuh kurang lho ini. Jadilah para wanita sibuk memasak sedangkan para pria mengasuh baby Jisa yang bahkan tidak rewel sama sekali. Sebenarnya lebih ke mertuanya sih yang mengasuh baby Jisa, pria dewasa itu memang seperti putranya, bucin kalau kata Serena.

Jam delapan barulah rumah itu tampak lega lagi, menyisakan dua pasangan dan satu bayi. Tidak seperti kemarin ada rasa canggung antara para pria, pagi ini keduanya sangat akrab seperti sudah kenal lama. Keempatnya memilih mengobrol di gazebo sekalian berjemur menemani Arjisa.

“Katanya untuk bulan depan itu mereka bisa ke sini, Mbak, tapi mereka meminta tanggal pasti biar bisa menyesuaikan jadwal.” Tya menyampaikan pesan mbak Tamara, kakak iparnya Geya.

“Awal bulan depan kamu masih cuti tidak, Jen?”

“Aku bisa cuti full hanya 2 minggu, sisanya aku akan setengah hari di kantor, totalnya sebulan.”

“Kalau akhir minggu ini kira-kira bisa tidak?” Tanya Tya, dia sedang berperan sebagai penyampai pesan yang baik.

“Bisa saja sih. Nanti Arjisa biar mama saja yang mengasuh.” Serena yang menjawab.

Jeno menoleh kepada Serena. “Kamu yakin? Nanti pasti agak sibuk persiapannya?”

“Aku sudah benar-banar sehat kok.” Tahu Serena apa yang di khawatirkan Jeno.

“Akhir minggu ini berarti ya.” Tya kembali sibuk dengan ponselnya menyampaikan pesan. “Mbak Tamara nanti menginap di rumah kita apa apartemen kamu?” Tya beralih menanyai suaminya yang terlihat sibuk memperhatikan Arjisa.

“Minggu sore kita pulang kan, coba tanya mbak Tamara mau tidak di sana tanpa kita. Nanti kru-nya menginap di guest house.” Timbal Jean.

“Kamu punya apartemen juga?” Jeno jadi salah fokus.

“Dia punya apartemen tapi baru bilang setelah membeli rumah. Luar biasa pemborosan memang.” Niat mengomel Tya jadi melambung tinggi lagi.

“Masih saja, hahaha ….” Tawa Serena. Kasihan sekali adiknya itu syok terus di sini.

“Dia sendiri yang bilang tidak mau di apartemen. Jadi aku tidak salah kan?” Jean meminta pembelaan kepada calon pengantin itu.

“Memang tidak salah.” Jeno mengangguk setuju.

“Duh susah diantara orang-orang kelebihan uang.” Helaan napas Tya rasanya berat sekali.

“Menginap di sini saja mbak Tamara nya. Kalau kru yang ikut tidak terlalu banyak, bisa juga tinggal di sini, kalau cukup banyak terpaksa pisah tempat, soalnya hanya ada empat kamar tamu.”

“Sebentar, tak konfirmasi dulu.”

Membiarkan Tya yang sibuk, Serena memeriksa ponselnya yang terdengar banyak pesan yang masuk. “Jen, mereka sudah masuk gerbang.”

“Hah?” Jeno mengerjab pelan tidak mengerti apa yang Serena katakan.

“Itu lho, Renjun Jaemin dan pasangan mereka.”

“Memangnya mereka tidak kerja?” Malah Jean yang menimpali. Masalahnya ini kan hari kerja, sekarang hampir jam Sembilan malah.

“Ambil cuti sepertinya.”

“Oh.” Jean ngangguk .

“Sepuluh orang sama mbak Tamara. Nanti mereka menginap di guest house saja kata mereka. Lagian mereka kenal sama orang-orang Kalingga, mungkin sekalian liburan.” Lagi, Tya menyampaikan pesannya.

The Baby of a Business Rival ^ Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang