Serena - 031 (SJ)

2.3K 236 6
                                    

"Mau ke mana kamu? Istirahat dulu." Panggil Jeno menghalangi niat Serena yang sudah akan keluar kamar.

"Aku mau ke dapur sebentar. Kamu saja yang istirahat dulu."

Jeno bahkan belum menjawab lagi tetapi sudah ditinggalkan oleh Serena.

"Apa yang kalian lakukan?" Nyatanya Serena malah berhenti di perkumpulan yang melingkar di gazebo dekat dapur.

"Sstt, diam. Kami sedang mencari pakaian lucu untuk keponakan kami." Jawab Ayu yang masih fokus pada ponselnya.

"Oh ...." Serena ngangguk mengerti.

"Ngomong-ngomong jenis kelaminnya apa?"

"Hah?"

"Anakmu."

"Laki-laki."

"Ya sudah." Ayu kembali fokus pada ponselnya.

"Coba lihat ini, Yu. Enaknya warna netral saja."

"Coba lihat."

Serena yang merasa terkacangi memilih melanjutkan niatnya. Ia membuka kulkas mengambil beberapa jenis buah untuk dibuat menjadi jus. Tidak lupa secangkir teh hangat untuk Jeno tentu saja. Suara keributan yang diciptakan oleh Serena menyita perhatian orang-orang yang sibuk di gazebo tadi.

"Kalau mau masak minta buatkan sama koki saja, Ser." Kepala Ayu menyembul dari balik pintu.

"Tidak perlu. Aku cuma buat minuman saja kok."

Cukup lama Serena berkutat di sana sampai Jeno menyusulnya ke dapur.

"Katanya sebentar." Jeno sudah berdiri tepat di belakang Serena, membuat ibu hamil itu tersentak kaget.

"Kalau berjalan pakai suara dong. Seperti hantu saja." Dumal Serena.

"Aku sudah bersuara, kamu saja yang terlalu fokus."

"Kenapa ke sini? Butuh sesuatu?" Serena mengganti topik pembicaraan.

"Ya, aku butuh kamu." Jawab Jeno.

"Hah?" Serena menoleh dengan sebelah alisnya terangkat sebelah. Apa maksud pria Lee ini?

"Jangan mikir aneh-aneh." Peringat Jeno yang mengikuti arah pandang Serena.

"Habisnya." Serena berbalik menyelesaikan urusannya.

"Biar aku yang membersihkannya, kamu duluan saja ke kamar. Minumannya biar aku saja yang bawa, sana istirahat." Suruh Jeno.

"Cerewet sekali." Serena mendumal memandang punggung lebar Jeno.

"Serena." Ulang Jeno.

"Iya, ini pergi kok."

Sesampainya di kamar Serena mengeluarkan pakaian untuk dia berganti. Dia mau mandi ngomong-ngomong, padahal sekarang masih termasuk pagi, hanya kelang sekitar 3 jam dia mandi di rumah tadi.

Jeno yang masuk ke dalam kamar dengan nampan berisi minuman yang dibuat Serena tadi. Setelah meletakkannya di atas meja, Jeno beranjak mengeluarkan minyak bayi yang dibelinya tadi. Ini masih pagi tapi Serena sudah mandi dua kali, takut saja ibu hamil itu tiba-tiba tidak enak badan. Jeno akui dia agak berlebihan memang, tapi Jeno ingin Serena benar-benar merasa nyaman dan dapat perhatian lebih darinya. Harapannya semoga suatu saat Serena bersedia menyandang marganya nanti, bukan hanya anak mereka.

"Sini, pakai minyak angin dulu." Jeno benar-benar menunggu Serena keluar dari kamar mandi.

"Tapi aku kan mau pakai krim pencegah stretch mark." Protes Serena ketika Jeno membaluri perutnya dengan minyak bayi.

"Pakai nanti siang saja." Timbal Jeno. "Balik badan."

"Aku beraroma bayi kalau kamu pakaikan ke seluruh tubuhku." Lagi-lagi perotesan Serena layangkan.

"Biar. Wanginya enak kok."

"Terserah deh." Serena sudah lelah dengan tingkah Jeno. "Kamu berbeda sekali sama yang tahun-tahun lalu. Biasanya wajah flat, ngomong seperlunya, tapi kalau bertemu denganku cerewet sekali, mana kata-katanya pedas lagi. Kenapa sekarang kamu suka senyum-senyum sampai mata menghilang sekarang?"

"Semua manusia itu bisa berubah, tergantung situasi. Kita sekarang bukan berhadapan sebagai rival, tapi sepasang calon orang tua. Alangkah tidak baiknya kalau kita bertengkar sekarang."

"Iya, ya." Alangkah anehnya kalau masih bertengkar sekarang. Bisa-bisa dia lahiran sebelum waktunya.

"Pakai pakaian mu. Habiskan dulu jus yang kamu buat, setelahnya langsung istirahat. Tidur sebentar kalau bisa."

"Iya." Serena langsung menuruti perintah Jeno. Selesai dengan urusannya, Serena beranjak mendekati Jeno yang duduk di sofa, kini tampak sibuk. "Harusnya kamu juga istirahat." Kata Serena setelah duduk nyaman di samping Jeno.

"Ada yang perlu diurus sebentar."

"Sudah itu tidur juga sebentar. Aku sudah meminta Ayu untuk mengatakan kepada koki untuk masak makan siang." Serena meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Dia menghabiskan jusnya sebelum beranjak naik ke ranjang.

Selesai dengan urusannya Jeno bergabung naik ke ranjang. Sebelumnya dia melepas kemejanya, malas kalau harus repot-repot merapikannya lagi.

*** S💙J ***

Sebenarnya Ayu sama sekali tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Serena sejak tadi. Serena yang mengajaknya berkeliling memeriksa perkebunan sekalian berceloteh tentang ini itu, nyatanya memantul, sama sekali tidak ada yang di dengarnya. Efek kejadian tadi siang agaknya cukup membuat Ayu seperti orang linglung.

Bagaimana tidak jika dia melihat dengan jelas tubuh si pria Lee yang tidak berbalutkan apa pun tertidur nyenyak di atas ranjang. Bahkan tidak ada selimut yang menutupi tubuh sempurnanya. Salahkan saja Serena yang sudah di telpon tidak diangkat, di ketuk pintu tidak ada jawaban, padahal dia sendiri yang berpesan minta dibangunkan sebelum jam 12 siang. Terpaksa dia membuka pintu yang ternyata tidak di kunci dari dalam, dan terjadilah matanya ternodai tadi.

"Sebenarnya menikah tidak ada dalam daftar list ku. Atau aku tidak pernah ingin itu terjadi. Menurutmu bagaimana kedepannya kalau aku tidak juga menikah?"

Kesadaran Ayu tiba-tiba langsung berkumpul mendengar kalimat yang membuatnya memasang ekspresi aneh. "Pertanyaan yang ditanyakan oleh orang yang sudah menikah. Memangnya apa gunanya lagi?"

"Hah?" Serena menatap Ayu bingung.

"Siapapun yang melihat pasti tahu kalau kalian sudah menikah. Hanya orang bodoh dan iri saja yang mempertanyakan status kalian." Timbal Ayu.

"Lho?" Serena bingung perkata Ayu. "Masa sih?"

"Menurut Anda?"

*** S💙J ***

Jangan lupa komentar pada kalimat di akhir chapter di bawah, ya. Pendapat kalian sangat mempengaruhi alur cerita ini kedepannya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Baby of a Business Rival ^ Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang