Serena sudah cukup lama tidak datang ke kantor Jeno, jadi baru hari ini dia bertemu dengan sekretaris baru Jeno. Serena memperhatikan sekretaris itu lewat ujung matanya, dia tidak berniat sama sekali untuk menyapa duluan. Lagipula Serena risih dilihat sebegitu asatnya seolah bola matanya akan keluar dari tempat. Tidak sopan sekali, batin Serena.
"Tidak ada lagi kira-kira barang yang kamu butuhkan tertinggal?" Tanya Jeno kepada Serena setelah memasukkan koper mereka ke bagasi mobil.
Serena menggeleng. "Tidak ada. Sisanya beli di sana saja nanti."
"Kita berangkat kalau begitu." Jeno membuka pintu belakang berniat membukakan pintu untuk Serena, namun kegiatan itu berhenti ketika sekretarisnya sudah masuk duluan duduk di kursi penumpang sebelahnya lagi.
Serena yang melihat itu hanya mengedipkan mata bingung dengan suasana yang tercipta saat ini. "Kenapa? Kamu duduk depan sama supir kalau begitu." Kata Serena setengah berbisik karena posisinya dengan Jeno cukup dekat.
Jeno menggeleng tidak setuju. "Heejin, pindah ke depan." Suruh Jeno.
Heejin tampak terkejut mendengar yang dikatakan oleh pimpinannya. "Tapi kita—"
"Ini perintah." Jeno memotong ucapan sekretarisnya. "Saya tidak mau mendengar alasan apa pun."
Dengan wajah kikuknya Heejin pindah ke kursi depan.
"Hati-hati." Jeno menuntun Serena sampai ibu hamil itu sudah duduk dengan nyaman. Barulah dia masuk lewat sisi sampingnya. "Tidak lupa mengabari Ayu, kan?" Tanya Jeno memastikan.
"Sudah kok. Nanti di jemput sama supir di bandara. Kamu ikut ke Green House dulu ya." Serena mengajak langsung tidak menerima penolakan.
"Hm." Jeno ngangguk mengiyakan.
Sekitar 20 menit menempuh perjalanan menuju bandara. Jeno dan Serena berjalan duluan meninggalkan sekretaris dan supir yang mengurus barang bawaan mereka. Tidak sadar saja ada sepasang mata yang menatap nanar keakraban keduanya.
"Semua karyawan di perusahaan bertanya-tanya tentang hubungan keduanya, tetapi belum ada konfirmasi pasti dari keluarga Lee. Saya sarankan kau jangan berpikir aneh-aneh. Teman lama saja mudah tersingkir, apalagi orang asing."
"Kau bicara apa sih?" Heejin mendelik tidak suka.
Supir pribadi Jeno itu hanya mengidikkan bahunya. "Sebagai peringatan saja. Mereka berdua itu patut dihindari." Setelahnya dia pergi duluan meninggalkan wanita yang belum terlalu dikenalnya.
*** S💙J ***
"Singgah dulu ke minimarket, ya." Pinta Serena kepada sang supir.
"Iya, Non."
Serena bersandar di dada Jeno dengan nyaman. Sebenarnya dia masih mengantuk, tapi malah sibuk memperhatikan gelagat sekretaris Jeno yang tampak mencurigakan. Apalagi beberapa kali Serena mendapatinya curi-curi pandang ke arah perutnya. Dia bukan dukun dan tertarik dengan bayiku, kan? Batin Serena.
"Kamu mau beli apa? Kalau aku mengerti biar aku yang turun." Tanya Jeno.
"Tissue basah bayi sama minyaknya, ya. Merk yang sering kamu beli saja, kalau tidak ada ambil yang ada saja. Sama beli es krim matcha juga kalau ada. Oh, sekalian beli kebutuhanmu juga, karena aku tidak mau mentoleransi lagi ya, Jen."
"Hah? Apa?" Jeno menyerengit bingung dengan kalimat terakhir yang Serena maksud.
"Kalau kamu lupa baguslah." Serena memamerkan senyum lebarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby of a Business Rival ^ Revisi
FanficWarn! Baca sesuai sama nomor, karena urutan bab teracak oleh WP. Serena dengan obsesinya menginginkan seorang anak dari seseorang yang dia anggap bisa memberikannya keturunan yang sempurna. Sosok laki-laki itu adalah saingan bisnisnya sejak 10 tahun...