Serena keluar dari ruangan Jeno masih dengan wajah menekuk. Sial sekali dirinya terjebak sekarang, kurang ajar memang Lee Jeno ini. Suasana hati Serena yang memang tidak bagus, semakin tidak bagus lagi melihat Stella yang menghadang jalannya.
"Urusan kita belum selesai." Dengan gaya angkuhnya Stella menatap Serena remeh. "Kau sudah menjadi wanita penggoda ya sekarang. Tidak ku sangka seorang Kim bisa begini."
"Ck! Sebenarnya kau irikan karena tidak bisa dekat dengan Jeno seperti aku dekat dengannya. Itu karena Jeno hanya menganggap kau teman, tidak lebih. Makanya tidak ada kemajuan dalam hubungan kalian walaupun sudah kenal lama."
"Hei!"
"Diam! Aku belum selesai ngomong."
"Aku tidak perduli dengan omong kosong seperti itu, Serena. Akui saja kalau kau itu memang wanita penggoda."
"Atas dasar apa kau berkata begitu? Jelaskan padaku!"
"Jangan sok tidak tahu. Kau punya niat tidak baik kan mendekati Jeno?" Tuduh Stella.
"Banyak omong sekali. Kau ini jelek, Stella, jangan banyak tingkah." Serena sudah malas berdebat. Mau dijelaskan bagaimanapun mana Stella mau mendengarkan.
"Apa kau bilang?!" Stella bergerak maju berniat menyerang Serena. Namun naas kakinya menabrak sesuatu yang membuat dia kehilangan keseimbangannya, berakhir dia menghantam lantai.
"Upsst!" Serena pura-pura terkejut melihat Stella mengerang kesakitan. "Jangan main-main denganku makanya."
"Serena!" Pekik Stella berakhir dengan suaranya menggema di lantai itu.
"Dah~" Serena melambaikan tangannya sembari berlari kecil meninggalkan Stella yang mengumpatinya.
Serena bersenandung kecil selama di dalam lift untuk turun ke lobby, mengabaikan ada panggilan masuk di ponselnya. Suasana hatinya sedikit lebih baik setelah mengerjai Stella tadi. Wanita itu mudah sekali di panas-panasi, Serena suka bermain-main seperti itu. Pintu lift terbuka, Serena segera melangkah keluar. Matanya menangkap pergerakan buru-buru dari arah luar sana, Serena curiga kalau mobilnya memang hilang.
Serena sudah setengah jalan setelah mendapati mobilnya kembali terparkir di tempat semula. "Oh, mereka memindahkannya." Gumam Serena. "Bagus juga pelayanan kantor ini."
"Serena!"
Panggilan kencang itu sontak membuat Serena menoleh ke belakang. Ia mengerutkan alisnya menatap Jeno dengan pandangan aneh Ketika pria Lee itu berlari tergesa-gesa ke arahnya.
"Kau tidak apa-apa? Ada yang sakit? Kita ke rumah sakit saja, ayo!"
Serena memekik kaget dirinya sudah dalam gendongan Jeno. "Kau kenapa sih, Jen? Aku tidak apa-apa. Turunkan aku!" Ia memberontak membuat Jeno langsung menurunkannya, tapi wajah pria Lee masih tampak khawatir.
"Sudah aku bilang jangan berkelahi. Bagaimana kalau kau yang jatuh tadi? Usahamu jadi sia-sia, Serena." Jeno mengusak rambutnya frustasi, tidak perduli kalau rambutnya jadi berantakan.
Serena mendengus, "mending kau ajari sekretarismu itu untuk tidak mengurusi hidup orang. Iri saja bisanya. Kalau aku sudah tidak tahan lagi, ku tarik dia ke ruang operasi."
Jeno menghela napas, "ku peringati dia nanti."
"Kau harus menamparnya ya, Jen." Serena menarik Jeno untuk lebih dekat dengannya, lalu dia berbisik, "mulutnya pedas sekali. Masa dia mengatai aku wanita penggoda sih, Dad. Nanti anak kita sedih, lho."
Jeno mematung di tempatnya. Matanya mengerjab pelan menatap Serena yang juga menatap dirinya. Kenapa Serena berkata begitu? Apa dia sudah mulai goyah tentang identitas anak mereka nanti.
"Sudah, sana pergi ke ruanganmu." Usir Serena. "Nanti karyawanmu syok melihat tingkah kau yang aneh." Serena berbalik melanjutkan niatnya yang tertunda karena sikap aneh Jeno.
*** S💙J ***
Serena telah sampai di klinik, setelah memarkirkan mobilnya, dia langsung bertolak ke cafe yang memang terhubung dengan klinik, Serena sengaja membuatnya menjadi saling terhubung karena dia suka ngemil. Matanya memicing menangkap sosok yang dia curiga sejak awal kalau keberadaannya bisa diketahui Jeno karena orang ini pelakunya.
"Na Jaemin, kau ada pembelaan?" Serena berkacak pinggang menatap Jaemin tajam.
Jaemin yang sibuk mengganggu Winda dari tadi kini terdiam membeku mendapati indung singa yang siap menerkamnya. Ini semua karena kelakuan Jeno, jadi dia kena juga kan.
"Bagus, silahkan sidang dia, Ser. Dari tadi dia menganggu aku terus." Winda dengan senang hati meninggalkan Jaemin.
Jaemin menatap melas kepergian Winda yang tega meninggalkannya.
"Kau, mau kupotong benda kebanggaan kau itu, hah!" Ancam Serena. "Main sebar rahasia orang sembarangan. Kau lihat, identitasnya sudah di ambil oleh mata sipit itu." Tunjuk Serena ke arah perutnya.
"Kita berbicara baik-baik, ya. Tidak bagus kalau kau emosi begitu. Duduk dulu." Jaemin menuntun Serena takut-takut kena serang. Kabarnya wanita ini seram kalau sudah marah, termasuk para pria yang punya niat jahat padanya beberapa bulan yang lalu.
Dia mendapatkan kabar dari Jeno kalau ketiganya tewas karena Serena mengambil organ-organ penting mereka. Untung saja Kim maupun Lee bisa menutupi tindakan Serena, mereka dibuat seperti kecelakaan tunggal, hingga jasadnya tidak lagi utuh akibat mobil yang mereka tumpangi meledak.
"Dasar." Serena mendengus kesal.
"Tapi ada sisi positifnya, kan. Kau mendapatkannya apa yang kau inginkan. Coba kalau aku tidak memberitahunya, mungkin saja kau merasakan penyesalan. Kau mengambil keputusan saat amarahmu belum reda, kau hanya kesal, bukan karena kau memang menginginkannya. Masalah identitas bisa dibicarakan, mengerti?"
"Kenapa jadi aku yang kena nasehat?" Serena masih enggan membicarakannya.
"Begini, bagaimana kalau kalian program lagi setelah ini, biar satunya bermarga Lee dan satunya Kim."
Plak
"Akh!" Jaemin mengelus punggung tangannya yang kena pukul Serena. Kejam sekali ibu hamil ini.
"Mudah sekali kau bicara, dasar laki-laki buaya. Sana, kau saja yang hamil."
"Dih, mana bisa."
Winda yang baru bergabung lagi hanya bisa menghela napas. Tidak dengan Jeno, Jaemin pun jadi yang membuat Serena darah tinggi.
"Suara kalian jangan terlalu besar bisa tidak? Nanti ada yang mendengar."
"Salahkan Jaemin tuh, mengesalkan."
"Suka-suka ibu hamil saja lah."
Serena sudah ancang-ancang melempar tasnya kalau saja tidak dihalangi oleh Winda. "Sudah, ya ampun. Rusuh sekali."
*** S💙J ***
"Kau itu kenapa terlalu membela Serena? Jelas-jelas dia yang salah."
"Coba katakan lagi." Jeno memojokkan Stella membuat wanita itu menciut melihat tatapan Jeno menajam. Sebelumnya dia tidak pernah mendapatkan amarah seperti ini, melainkan para karyawan lain yang membuat kesalahan dalam melakukan pekerjaan. "Kau jangan ikut campur dengan urusan pribadi ku, Stella, kau hanya sekretaris di sini. Maka lakukan saja pekerjaanmu, jangan sok mengatur apa yang ingin kulakukan, termasuk dengan Serena. Jangan mengganggunya, kau mengerti?"
"Kenapa?" Stella memberanikan diri menatap Jeno balik.
"Karena dia wanitaku. Apalagi alasan selain itu?"
*** S💙J ***
Ada typo silahkan komen, ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby of a Business Rival ^ Revisi
FanficWarn! Baca sesuai sama nomor, karena urutan bab teracak oleh WP. Serena dengan obsesinya menginginkan seorang anak dari seseorang yang dia anggap bisa memberikannya keturunan yang sempurna. Sosok laki-laki itu adalah saingan bisnisnya sejak 10 tahun...