9. Sebuah Pengakuan Dosa

318 53 62
                                        

"Bunda kok gak ngabarin mau kesini? Kan Juna bisa jemput di rumah", ujar Arjuna pada Bunda Jihan yang sedang menata kue di atas meja di ruang tengah bersama Luna.

"Gapapa, bunda tadi di anterin adek kesini"

"Bareng Demian? Terus Demian nya mana bund?", tanya Luna.

"Demian tadi pamit ke rumah temennya, bentar lagi pasti udah balik", jawab bunda Jihan.

Luna mengangguk mengerti.

"Luna gimana kabarnya sayang? Sehatkan? Luna juga betahkan tinggal di sini?", tanya bunda Jihan beruntun.

Luna mengulas senyum manisnya.

"Luna sehat kok, bunda. Luna juga betah tinggal di sini. Bunda jangan khawatir"

"Ah syukurlah, bunda lega banget dengernya. Sebenarnya, bunda sempat khawatir"

"Khawatir karena apa bunda?", tanya Luna penasaran.

Arjuna pun tetap fokus mendengarkan perbincangan dua wanita di hadapannya.

"Bunda khawatir Luna gak betah tinggal di sini karena sikap acuh tak acuh Arjuna. Bunda takut Luna gak betah tinggal di sini karena Arjuna yang cuek banget dan jarang ngomong ke orang lain. Bunda takut sikap anak sulung bunda buat Luna gak nyaman"

Arjuna yang mendengar jawaban sang bunda lantas mengalihkan pandangannya ke arah lain tepat saat Luna menatap dirinya dengan tatapan mengejek.

"Bentar bund, Pak Arjuna jarang ngomong? Beneran?", tanya Luna pada bunda Jihan.

"Iya sayang, Arjuna itu cuek ke orang lain. Ngomongnya irit banget. Jangankan ke orang lain, ke orang terdekatnya pun Arjuna gak bakalan ngomong panjang lebar kalau itu gak penting. Dia jawab omongan orang lain itu seadanya aja. Demian aja sampai kesel karena abangnya sering ngacangin dia", jelas bunda Jihan.

"Bawel, banyak bacot, berisik dan suka cari gara-gara gitu irit ngomong? Hah tidak mungkin", batin Luna.

Bukannya apa, selama ia bersama lelaki itu, Arjuna bahkan lebih banyak berbicara di banding dirinya. Tak pernah ada suasana hening di antara keduanya jika sudah berkumpul bersama.

Asya dan teman-temannya di kantor pun terkadang membicarakan atau lebih tepatnya menggosipkan sikap bos mereka yang baik namun jarang berbicara itu. Awalnya Luna mengetahui hal tersebut dari mereka, namun Luna menepis semua gosip-gosip yang beredar di saat ia telah berhadapan langsung dengan Arjuna.

Tidak ada bos yang jarang berbicara, yang ada justru sosok bos yang sangat menyebalkan dan suka mencari masalah dengannya.

Hal sekecil apapun itu pasti menjadi topik perdebatan panjang bagi keduanya.

"Luna pengen jujur sama bunda dan ini adalah sebuah pengakuan dosa dari Luna", ujar Luna tiba-tiba.

Arjuna yang mendengar kalimat tersebut spontan menoleh ke arah Luna dengan tatapan penuh tanya.

Apa kiranya yang akan di katakan oleh makhluk lucu tapi sayangnya aneh ini?

"Ada apa sayang?", tanya bunda Jihan penuh kelembutan.

Tak ada tatapan atau nada mengintimidasi di sana.

Bunda Jihan terlihat seperti sedang berbicara dengan putri yang teramat ia sayangi.

"Selama Luna jadi karyawan Pak Arjuna di kantor dan selama Luna tinggal bareng Pak Arjuna di rumah ini, Pak Arjuna gak pernah irit ngomong bund. Malah yang ada Pak Arjuna selalu nyari gara-gara sama Luna. Ada aja yang Pak Arjuna omongin ke Luna. Pak Arjuna sering mancing-mancing emosi Luna sampai Luna terkadang hilang kendali dan berakhir menganiaya Pak Arjuna. Luna ngejambak rambutnya terus mukul Pak Arjuna sampai badan Pak Arjuna lebam-lebam. Bunda, Luna memohon maaf yang sebesar-besarnya sama bunda karena udah nyakitin anak sulung bunda. Luna salah karena udah nyakitin Pak Arjuna. Luna bener-bener minta maaf. Tolong maafin Luna ya bunda? Setelah pengakuan dosa ini, bunda boleh marah ke Luna. Luna juga ikhlas kalau bunda pengen usir Luna dari rumah ini. Tapi tolong maafin Luna ya bunda?"

[✔]𝐋𝐮𝐧𝐚 & 𝐀𝐫𝐣𝐮𝐧𝐚 || 𝐉𝐮𝐧𝐒𝐡𝐢𝐡𝐨/𝐌𝐚𝐬𝐡𝐢𝐊𝐲𝐮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang