•Pov Thea
Entah jam berapa ini. Aku baru saja terjaga dari tidur. Ah, bukan! Mungkin lebih tepatnya aku baru sadar dari pingsan.
Ruangan remang-remang mengingatkanku pada insiden penculikan dan penyekapan yang aku alami sebelas tahun yang lalu.
Ya, ruangannya nyaris mirip. Sempit dan tidak ada jendela.
Bedanya, kali ini aku hanya sendiri di ruangan ini.
Tangan dan kakiku terikat kuat. Lakban hitam menutupi mulut. Aku duduk bersandar di lantai yang berdebu.
Entah di mana aku saat ini. Satu hal yang aku tahu, aku sedang dalam bahaya.
Semalam, laki-laki gondrong yang bernama Firman datang menemuiku di kamar kos. Katanya, Bu Retno memintaku untuk menemuinya.
Tentu saja aku merasa heran dan curiga. Terlebih, apa yang kulihat di lorong rumah kos pada malam itu.
Aku sempat berpikir, sepertinya Bu Retno melihatku yang sedang memergoki mereka malam itu. Nyatanya lebih fatal dari yang aku bayangkan.
Aku diseret oleh si Gondrong ke depan Bu Retno.
"Thea, kamu anak baik-baik. Saya tidak akan menyakiti kamu kalau kamu nggak kepo sama urusan saya."
Begitu kata Bu Retno padaku. Dia menghembuskan asap rokoknya ke wajahku lalu tersenyum miring.
Aku terbatuk-batuk lalu menatap ke sekeliling. Ada lima orang laki-laki yang berdiri di sekitarku dan Bu Retno. Firman, dia yang paling seram menatapku.
Mataku terangkat ke wajah wanita yang sedang duduk santai sambil menikmati batang rokoknya di sofa. Bu Retno membalas tatapanku dengan tersenyum penuh arti.
"Jadi benar, kalian membuka bisnis kotor dengan berkedok kos-kosan?!" tanyaku dengan marah.
Awalnya itu hanya dugaanku saja. Namun, setelah melihat ruangan ini aku semakin yakin.
Bu Retno seorang muncikari. Dia menjajakan para gadis yang ngekos di rumah itu. Namun, dengan persetujuan mereka.
Bu Retno menaikan sudut bibirnya sambil menatapku. Kemudian ia mencondongkan wajahnya. Aku memekik kaget saat tangannya mencengkeram rahangku kuat-kuat.
"Gadis bodoh! Kamu pikir kamu siapa berani ngomong begitu sama saya? Kalau saya mau, saya sudah menjual kamu sama para pejabat itu!" desisnya lantas melepaskanku dengan kasar.
Aku nyaris terjerembam. Segera aku menatapnya dengan geram. Bu Retno hanya memasang wajah bosan padaku.
"Cepat bawa dia ke markas!" perintahnya.
Dua orang laki-laki segera maju. Aku memekik kaget saat mereka menangkap kedua tanganku. Mengikatku dan menutup mulutku dengan lakban hitam.
Aku tak bisa berontak saat mereka memasukanku ke dalam mini bus dengan paksa.
Entah aku mau dibawa ke mana. Yang pasti, aku dalam bahaya saat ini.
Sepanjng jalan aku berpikir keras untuk bisa melepaskan diri dari para bedebah itu. Aku harus menghubungi Kak Reno untuk minta pertolongan. Aku berusaha berontak untuk kabur.
"Diem lo!"
Bug!
Pukulan keras pada tengkuk leherku membuat aku tak sadarkan diri. Aku tak ingat apa-apa lagi, hingga berakhir di ruangan ini.
"Saya boleh melihatnya?"
"Tentu saja, Pak! Ini barang baru loh!"
Suara itu mengejutkanku yang sedang mengingat-ingat. Itu suara Bu Retno dan seorang laki-laki. Entah siapa. Langkah mereka terdengar semakin mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXTRA ORDINARY LOVE [End]✔️
RomanceExtra Ordinary Love Menurut Thea, cinta itu seperti ombak, jika dikejar ia akan menjauh. Dan saat tak dihiraukan dia justru akan mengejar. Seperti dia yang mati-matian perjuangin cinta pertamanya pada cowok Jakarta bernama Dewa. Meski berkali-kali d...