•Pov Dewa
Satu pekan telah berlalu pasca aku pingsan di area parkir mobil di kampus. Kini aku sudah kembali ke apartemen.
Tanggal dua puluh delapan di bulan Juni, malam ini pukul sepuluh dan di luar sedang hujan deras.
Sambil medengarkan lagu-lagunya Ari Laso, aku mulai mengetik satu demi satu kata untuk memperbarui chapter novelku.
Ada tiga novel yang sedang ongoing di tiga platform berbayar. Setelah hiatus selama satu minggu, jariku mulai lincah bermain di atas keyboard.
'Kak Dewa!'
Sial!
Kenapa tiba-tiba aku teringat sama Thea?
Cewek sinting itu!
Suara cemprengnya.
Ah, sial!
Sesaat jariku terenti dan menjauh dari keyboard di depan. Kusentuh bibir ini dengan telunjuk. Mataku terpejam rapat.
Thea, gadis itu telah menyentuh di bagian yang hanya milik Allen.
Astaga, apa yang aku pikirkan?
Kupalingkan wajah ini lantas menggeleng. Tidak, tidak, Thea cuma memberiku napas buatan, bukan menciumku!
Ah, sebaiknya kau lupakan saja semua itu. Ya, aku memang harus melupakannya!
"Wa, elo belum tidur?"
Suara Ali membuatku sedikit terkejut. Aku melirik dengan refleks, lalu kembali menyibukkan diri dengan mengetik lagi.
Terdengar suara Ali mendekat.
"Wa, masalah lo sama Allen udah beres. Allen udah kabarin elo, kalo dia mau balik ke Jakarta minggu depan?" ucapnya sambil melihat-lihat buku novel yang tertata rapi di lemari.
Aku tak menimpali meski dengan bahasa tubuh. Allen memang memberi kabar padaku melalui pesan. Dia mengatakan, kalo dia akan kembali ke Jakarta minggu depan.
Sangat berbeda yang kini aku rasakan. Mestinya, aku senang karena Allen akan pulang. Namun, aku merasa tidak ada yang istinewa sama sekali.
Allen, dia memang pacarku. Satu-satunya gadis yang aku cintai selama ini. Aku berusaha setia mati-matian padanya selama kami LDR. Namun, apa yang sudah dia perbuat padaku?
Allen sudah mengkhinati kepercayaanku selama ini, dengan berselingkuh. Bahkan, tidur dengan laki-laki lain!
Apa aku ini bodoh?
Mana mungkin aku mau saja menerima pengkhianatan itu. Ya, meski di video klarifikasi itu aku mengatakan jika semuanya baik-baik saja. Nyatanya tidak.
"Wa, elo masih marah sama gue gara-gara Thea?" Ali tiba-tiba bertanya seperti itu padaku. Dia merubah topik dengan menyinggung Thea.
Aku berhenti sejenak, lantas dengan acuh berkata, "Kenapa gue mesti marah sama elo?"
"Ya 'kan elo nggak suka sama Thea. Jadi, gue pikir elo marah karena gue udah libatkan Thea waktu bawa elo ke RS kemarin," jawab Ali. Dia masih berdiri di belakangku sambil memegang sebuah buku novel.
Aku tersenyum tipis lalu bertanya, "Menurut lo Thea itu gimana?"
Ali tidak buru-buru menjawab. Sepertinya dia sedikit kaget karena aku bertanya seperti itu.
Hingga saat Ali mendekat, aku hanya memsang wajah acuh sambil mengamati layar terang di depanku.
"Wa, elo tanya Thea itu gimana? Gue nggak salah denger nih?" tukas Ali. Kali ini dia berdiri tepat di sampingku.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXTRA ORDINARY LOVE [End]✔️
RomanceExtra Ordinary Love Menurut Thea, cinta itu seperti ombak, jika dikejar ia akan menjauh. Dan saat tak dihiraukan dia justru akan mengejar. Seperti dia yang mati-matian perjuangin cinta pertamanya pada cowok Jakarta bernama Dewa. Meski berkali-kali d...