•Pov Thea
"Elo udah nggak waras! Bisa-bisanya elo pertaruhin nyawa lo buat cowok sialan itu!"
"Cukup, Kak Reno! Aku nggak pernah menyesal melakukan semua itu buat Kak Dewa!"
"Thea ..."
"Cukup! Sebaiknya Kak Reno pergi dari kamarku sekarang!'
Kuputar tubuh ini membelakangi laki-laki yang berdiri di hadapanku. Kak Reno menemuiku di kosan. Aku baru saja pulang dari rumah sakit. Tante Renata baru saja pergi setelah mengantarku ke sini.
Sepertinya Kak Reno masih belum puas memarahiku. Sejak tujuh hari yang lalu, dia terus saja membahas hal yang sama. Aku sampai muak mendengarnya.
Ya, mungkin menurutnya aku sudah nggak waras lagi. Bisa-bisanya aku melakukan tindakaan yang bahkan tanpa persetujuan orang tuaku.
Aku tak peduli! Aku cuma ingin menyelamatkan Kak Dewa.
Seminggu yang lalu saat aku di telepon oleh Kak Ali. Saat itu aku melihat Kak Dewa yang sedang terbaring lemas di ruang ICU. Dia sedang sekarat. Tiga orang dokter tampak bersusah payah menyelamatkannya.
"Thea!" Tante Renata memelukku sambil menangis.
Aku hanya diam sambil berlinangan air mata.
"Tidak ada waktu lagi, Bu! Pasien harus segera di operasi!" Dokter mengejutkan kami semua dengan berkata begitu.
Aku melihat Tante Renata dan Kak Ali tampak shock berat.
"Tapi bagaimana? Belum ada pendonor yang cocok untuk Dewa!" Tante Renata histeris.
Ali memegangi bahu wanita itu agar ia tetap berdiri tegak.
Dalam rasa sedih yang tak karuan, aku memberanikan diri maju ke depan mereka. Para dokter menatapku.
"Aku bersedia menjadi pendonor buat Kak Dewa," ucapku dengan bersungguh.
Semua orang tercengang. Terutama Tante Renata dan Kak Ali.
"Baiklah, kalau begitu silakan ikut saya untuk menjalani beberapa tes!" Dokter berkata padaku.
Aku mengangguk.
"Thea, tunggu!" Tante Renata berjalan cepat menyusulku yang hendak mengikuti langkah dokter.
Aku menoleh seraya menghentikan langkah.
Tante Renata tiba padaku. Dengan mata basah, ia menatap sambil memegang kedua bahu ini.
"Thea, kamu nggak usah jadi pendonor buat Dewa. Penyakit Dewa sudah sangat parah, Tante nggak mau kamu kenapa-napa nantinya."
Aku tersenyum pahit mendengar penuturan Tante Renata, lantas kuturunkan kedua tangannya dari bahuku perlahan.
Kemudian aku genggam sebari berkata, "Thea sangat mencintai Kak Dewa. Thea pingin banget, Kak Dewa bisa sembuh dari sakitnya. Thea mohon sama Tante, izinkan Thea menolong Kak Dewa," lirihku.
Tante Renata memejamkan matanya yang basah. Dia lantas memelukku sambil menangis, "Thea, makasih kamu sudah begitu mencintai Dewa."
Aku membalas pelukan itu sambil bercucuran air mata.
Mungkin keputusan ini terkesan buru-buru untukku. Aku tidak peduli. Bagiku, keselamatan Kak Dewa jauh lebih penting dari hidupku sendiri.
Kulepaskan pelukan Tante Renata, lantas aku mundur darinya perlahan. Kulontarkan senyuman pahit untuknya sebelum pergi bersama para dokter.
Setelah melakukan beberapa tes, aku diminta menunggu.
Malam itu aku berdiri di depan pintu kaca ruang ICU di mana laki-laki yang aku cintai sedang berjuang untuk hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXTRA ORDINARY LOVE [End]✔️
RomanceExtra Ordinary Love Menurut Thea, cinta itu seperti ombak, jika dikejar ia akan menjauh. Dan saat tak dihiraukan dia justru akan mengejar. Seperti dia yang mati-matian perjuangin cinta pertamanya pada cowok Jakarta bernama Dewa. Meski berkali-kali d...