Bab 16 - Cowok Batu Es

9 1 1
                                    

•Pov Thea

"Thea, saya titip Dewa ya sebentar. Ada yang mesti saya urus."

Tante Renata bicara padaku seraya menatap dengan hangat. Dia mengusap pipiku sambil tersenyum setelah aku memberinya satu anggukan.

"Dewa, kamu ngobrol dulu sama Thea, ya? Bunda pergi sebentar."

Kak Dewa hanya menagngguk pelan menanggapi perintah ibunya.

Tante Renata melempar senyum manis padaku sebelum langkah tungkai jenjang itu benar-benar meninggalkan kami berdua.

Mataku tertuju pada sosok cowok yang kini sedang duduk bersandar di tengah ranjang pasien.

Kak Dewa memalingkan wajah dengan ekspersi sebal saat aku mendekat.

Ugh! Dasar cowok batu es!

Aku tak peduli berapa kali pun dia menolakku, aku akan tetap maju untuk merebut hatinya.

Mama sudah mengatakan padaku, ini salahku, kesalahan yang fatal!

Jika bukan dengan pemuda tampan ini maka dengan siapa aku akan menikah?

Aku sudah mencoreng dan melanggar norma-norma adat kami, dengan pergi menemui laki-laki asing di luar kota.

Kepala Adat bisa mengusirku jika aku kembali pulang tanpa Kak Dewa. Namun, aku tahu pemuda ini tidak akan peduli padaku sedikit pun. Oleh karena itu, aku harus berusaha mendapatkan hatinya.

Kemarin pukul empat sore di area parkir mobil di kampus, aku terkejut melihat kerumunan orang-orang di sana.

Teriakan Kak Ali yang meminta tolong mengalihkan langkahku yang hendak menemui dosen.

Aku pun bergegas lari menerobos kerumunan itu. Mataku membulat penuh setelah melihat apa yang sedang terjadi.

Kak Ali sedang histeris meminta tolong. Tangan kanannya menyanngah bahu cowok yang sedang tak sadarkan diri.

Cowok itu tak lain adalah Dewa Respati Abraham, laki-laki yang aku cintai dengan segenap jiwa dan raga.

"Kak Dewa!"

Jerit dan tangisku pecah saat itu juga. Semua orang terkejut dan menoleh ke arahku, tidak terkecuali Kak Ali yang sedang menelepon ambulans.

"Kak Dewa bangun!"

Masih dengan wajah panik dan air mata yang berderai, aku meraih bahu itu dari Kak Ali.

Aku mengguncang kuat-kuat dan berusaha mengembalikan kesadarannya. Namun, Kak Dewa tak juga bangun.

Di tengah rasa panikku yang berlebihan itu, aku tidak berpikir banyak saat memberinya napas buatan sebagai pertolongan pertama.

Persetan dengan semua mata yang melotot padaku saat itu, aku sangat takut kehilangan Kak Dewa.

Aku masih mengingatnya, sentuhan itu. Saat kami bersentuhan, rasanya seperti mimpi.

Aku gemetaran dan nyaris ikut pingsan melihatnya yang diam saja. Hingga kemudian mobil ambulans pun tiba.

Rasa panik itu lebih buruk dari yang aku rasakan saat menunggu pengumuman kelulusan di SMA. Ini jauh lebih mencekam dari badai yang akan datang.

Aku takut, sangat takut!

Aku tidak rela jika terjadi hal buruk padanya. Dia pelabuhan hatiku yang terakhir. Aku nggak mau Kak Dewa kenapa-napa. Dia harus segera sadar dan memarahiku yang sudah lancang menciumnya.

"Gue mau sendiri. Baiknya lo pergi aja!"

Suara itu mengejutkanku dari semua lamunan dan kilas balik apa yang terjadi di hari kemarin.

EXTRA ORDINARY LOVE [End]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang