•Pov Dewa
Hari itu semua orang mengenakan baju serba hitam. Titik-titik gerimis turut mengiringi saat kami mengantar jenazah Omah menuju pemakaman. Aku tak menyangka, Omah akan pergi secepat ini.
Masih ku ingat jelas wasiat terakhirnya padaku saat ia menikmati masa-masa terakhirnya di rumah sakit. Saat itu Omah meminta agar semua orang meninggalkan kami berdua di ruang dingin ICU.
"Dewa, menikahlah dengan gadis pilihan Omah. Setelah itu, mulailah berperan di kantor kita. Omah kepingin banget melihat kamu duduk di bangku CEO. Metro Group pasti semakin berkembang pesat memiliki CEO muda dan kompeten kayak kamu."
Saat itu aku tak mampu menimpali ucapan Omah, apalagi menolak keinginannya. Aku hanya mengangguk pelan sambil menggenggam jemarinya.
Omah tersenyum begitu puas. Tak lama kemudian, ia pun mulai menutup matanya.
"Omah?!" jeritku dalam kepanikan.
Ayah dan Tante Inez segera menerobos ke dalam bersama para dokter. Detak nadi Omah sudah berhenti. Dokter segera mencatat waktu kematiannya. Aku mundur dengan wajah tak percaya. Omah telah meninggakan kami semua.
Dengan wajah sedih, aku berjalan keluar dari ruang ICU. Ayah dan Tante Inez masih mengikuti para dokter untuk mengurus jenazah Omah.
Ku lihat Bunda, Papa dan Ali yang baru tiba di rumah sakit. Bunda segera memelukku saat aku mendekat padanya.
Ku pandangi mata berkaca-kaca itu. Bunda mengangguk dengan sedih.
"Omah ingin aku menikah sama gadis pilihannya, tapi aku nggak tahu siapa gadis itu!"
"Mungkin kamu bisa tanyakan hal ini sama Ayah."
Aku memejamkan mata menahan sesak di dada. Jasad Omah baru saja dikebumikan. Aku dan Bunda juga baru saja pulang sehabis melayat. Bunda cukup kaget mendengar apa yang aku ceritakan tentang wasiat terakhir Omah padaku.
Apalagi diriku yang sekarang jadi pusing sendiri. Nggak mungkin aku menikahi gadis yang bahkan belum aku kenal sama sekali. Hingga di hari berikutnya saat Ayah menemuiku. Dia menyerahkan sebuah amplop berukuran cukup besar padaku.
"Ini foto gadis pilihan Omah. Ada surat yang beliau tulis juga buat kamu," kata Ayah saat aku mengamati amplop yang ia berikan.
Mataku terangkat ke wajah Ayah. Ia tersenyum tipis menanggapi.
Dengan perasaan ragu dan penasaran, ku buka dan ku lihat isi amplop tersebut. Benar, ada satu foto dan sepucuk surat. Aku terkejut saat melihat gadis dalam foto itu.
Mataku langsung terangkat ke wajah Ayah. Ia mengangguk sambil tersenyum. Tanpa bertanya apa pun lagi, segera aku baca isi surat dari Omah.
"Dewa, kamu cucu Omah satu-satunya. Omah senang karena kamu sudah menyelesaikan kuliah kamu. Kini kamu sudah dewasa. Omah pikir, sudah saatnya kamu menikah dan mulai berperan di perusahaan. Oleh karena itu, Omah mulai mencari calon istri yang tepat untuk kamu. Omah sempat mencari tahu tentang gadis Kalimantan yang kamu cintai itu. Ternyata dia putri dari Anjasmara Pratama, anak teman baik Opah dahulu. Opah dan kakeknya Thea pernah sama-sama berjuang di medan perang saat mereka di militer. Opah berhutang banyak sama kakeknya Thea. Maafkan atas sikap Omah pada Thea. Omah minta, menikahlah dengan Thea. Rayakan hidup kalian dengan saling mencintai dan melengkapi. Sayang sekali, Omah tak sempat menyaksikan semua itu. Sampaikan permintaan maaf Omah pada Thea. Omah sayang kalian, Dewa dan Thea."
Ku pejamkan mata ini seraya mencengkeram kuat-kuat sepucuk surat di tanganku. Emosi bergemuruh di dada. Aku tak kuasa menahan tangisku lagi. Entah ini kebetulan atau memang sudah rencana Tuhan, aku nyaris tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXTRA ORDINARY LOVE [End]✔️
RomanceExtra Ordinary Love Menurut Thea, cinta itu seperti ombak, jika dikejar ia akan menjauh. Dan saat tak dihiraukan dia justru akan mengejar. Seperti dia yang mati-matian perjuangin cinta pertamanya pada cowok Jakarta bernama Dewa. Meski berkali-kali d...