.
.
.
Rheanne menghembuskan nafasnya melihat panggilan telponnya di tolak lagi.
"Mom aku rindu. Apa sesulit itu menjawab telpon ku". Dengan raut murung Rheanne berjalan melintasi pohon-pohon rindang dikampusnya menuju sebuah cafe. Tidak ada yang menyenangkan untuk ia lihat.
Rheanne melihat saldo rekeningnya dengan raut sedih. Biasanya saldonya selalu mencukupi kebutuhannya bahkan lebih tapi kali ini matanya melihat angka Rp 200.000.
"Bagaimana caranya uang ini mencukupi kebutuhan ku selama beberapa bulan". Rheanne mengacak rambutnya kemudian menelungkukan kepalanya ke meja sembari menuggu pesanannya sampai.
"Permisi, ini pesananya satu coklat dingin".
Rheanne menegakkan tubuhnya dan menampilkan senyum canggungnya menatap pelayan cafe itu.
"Terima kasih".
Rheanne perlahan menyesap minumannya sembari melamun. Kemudian tangan kurusnya membuka bukunya meraih satu buku kecil berwarna baby blue.
"Halaman sepuluh lagi".
Rheanne membuka tutup pulpennya dan mulai menuliskan untaian kata demi kata diatas kertas kosong itu.
Selama sepuluh menit ia menulis dengan fokus dan kali ini matanya dengan fokus menulis kata demi kata yang dirangkainya.
R: Dear Diary
Hari ini lagi-lagi Mom tidak menjawab telponku.
Mom sebenarnya apa kabar disana.
Apakah disana kalian baik-baik saja? bagaimana dengan Rheon?
Hari ini aku merasa takut.
Takut aku tidak bisa menjalankan hidupku sesuai rencana yang telah ku susun.
Dad aku tidak memiliki uang saku lagi.
Sebenanrnya aku ingin meminta padamu
Tapi seperti biasa aku merasa tidak enak dan malu
Begitu juga dengan Mom.
Rasanya aku tidak memiliki hak meminta uang pada kalian.
Dad, Mom andai kalian tahu aku selalu merasa orang asing ketika mengingat kalian memiliki keluarga inti selain aku.
Aku sulit mengatakannya kepada kalian. Tapi begitulah perasaan ku.
Dad bilang apapun kebutuhanku aku harus memberitahu Dad. Tapi Dad lagi-lagi aku tidak memiliki keberanian sebesar itu.
Maaf tidak bisa menjadi anak seperti yang diharapkan.
Rheanne menatap tulisannya itu tanpa minat dan dengan kasar merobek halaman itu dan melemparnya ke tempat sampah. Rheanne menatap awan dari jendela yang mulai menggelap, dengan cepat Rheanne mengemasi barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas.
Dengan tergesa-gesa Rheanne melangkahkan kakinya untuk pulang menuju asrama menghindari hujan lebat.
.
.
.
Disisi lain Lily seperti biasa menghabiskan waktunya bersama El. Keduanya berjalan tampak serasi menuju kantin, tidak jarang orang-orang merasa iri melihat keduanya yang tampak romantis itu.
"Lily jangan memesan makanan pedas".
Lily mengerucutkan bibirnya mendengar larangan El untuknya.
"Kali ini saja El" Lily memasang wajah memelas bermaksud merayu El.
KAMU SEDANG MEMBACA
Traitor
FanfictionLisa dan Roseanne, tidak ada yang salah dengan perasaan kedua gadis itu. Hanya saja keduanya terjebak oleh perasaan yang sama terhadap pria yang sama pula. Keduanya memiliki alasan masing-masing mengapa harus mempertahankan dan mencari keadilan. Sem...