Tzuyu terpaku bingung saat ponsel dimatikan. Rasanya seperti di siram es di atas kepala dan wanita itu hanya bisa diam memikirkan apa saja yang baru saja terjadi.
Belum sampai disitu rasa terkejutnya, tiba-tiba saja pintu kamarnya dibuka paksa dan terlihatlah putranya yang menangis. “Mama... Minju kejang-kejang.”
Mata Tzuyu membelalak kaget dan dia segera berlari ke kamar. Sesampainya dia di kamar ia melihat Minju kejang dia atas tempat tidur dengan Haerin yang sudah menangis di sisinya. Haerin memasukkan salah satu jemarinya ke dalam mulut Minju, memisahkan gigi adiknya agar tidak menggigit lidahnya.
“Bibi... Tolong Minju, aku mohon!” tangisnya dan Tzuyu seperti kehilangan jiwanya sekali lagi.
Dia histeris.
🌷
Saat di rumah sakit Tzuyu terduduk di ruang tunggu. Minju sudah ditangani dokter di dalam sedangkan kakak beradik lainnya menunggu di kursi. Tzuyu melirik jam di koridor rumah sakit, sudah jam 2 pagi dan anak-anak pasti sudah mengantuk tetapi keduanya masih menangis di kursi, menunggu konfirmasi kondisi adiknya.
“Adik tidak papa, kalian jangan menangis lagi, nak.” anak-anak itu langsung bangkit dan memeluk sang mama yang pasti sangat kelelahan. Sangking terburu-buru, Tzuyu lupa membekali keduanya baju hangat jadi pasti sangat dingin walaupun mereka memperlihatkan bahwa mereka baik-baik saja. Tzuyu mengelus punggung Haerin dan Jun dengan masing-masing tangan mereka.
“Apa tadi adik main di panas-panasan, Jun?” tanya Tzuyu kepada putranya, tapi Jun masih diam dan menangis. Jika sudah begini pasti jawabannya iya. Mereka saling menutupi kesalahan mereka satu sama lain sejak dulu, dan mungkin Haerin sudah menjadi satu komplotan sekarang. Karena jika ketahuan mereka pasti diam agar saudara mereka yang bersangkutan tidak dimarahi mama.
“Mama kan sudah bilang bahwa daya tahan tubuh adik sangat lemah. Adik tidak boleh kelelahan dan main di bawah terik matahari, kalau adik kenapa-napa bagaimana? Untungnya kalian bangun saat dia kejang, kalau tidak...”
Kita mungkin sudah kehilangan dia.
Tzuyu menahan sesak di dada. Rasanya sakit sekali, tapi ia tidak tahu mengapa. Entah apa alasannya bahwa ini jauh lebih sakit daripada mengurus kedua kurcacinya sendirian saat itu. Mungkin karena dia sudah terbiasa akan adanya Taehyung belakangan, jadi saat suaminya tidak ada dalam kondisi seperti ini—Tzuyu merasakan sakit di rasa lelahnya. Apalagi rumor yang beredar entah mengapa membuatnya sangat merasakan kehampaan.
Tadi suara wanita, Tzuyu tahu itu. Berenang? Tengah malam seperti ini? Tzuyu diam.
Dia menatap Haerin dalam pelukannya yang sepertinya tangisnya sudah mereda. Sepupunya Yerin, kemungkinan adalah bibinya Haerin, bibi jauhnya. Mungkin Taehyung tidak bisa berjuang hidup dengan garis kemiskinan seperti ini. Jadi dia memilih jalannya sendiri. Terkadang Tzuyu berpikir apakah mereka akan berpisah karena Taehyung tidak terbiasa dengan ketiba-tibaan ini? Dia tidak pernah hidup susah, kalau susah apakah dia mampu bertahan atau malah memilih jalan singkat untuk kembali ke kehidupannya yang serba ada?
Apakah layak menukarkan semua kemewahan itu dengan ketiga anaknya dan istrinya? Tzuyu juga tidak tahu.
Lama Tzuyu berpikir sampai tidak menyadari bahwa kedua anaknya sudah tidur dalam pelukannya, memeluk tangannya lebih rapat untuk mengatasi dingin di koridor yang hanya ada mereka disini. Tzuyu dikelilingi dua malaikat kecil di dinginnya malam mencekam. Kata dokter hasil lab pemeriksaan darah Minju akan keluar besok, dan siapa yang akan mengurus anak-anak ini besok saat Tzuyu menunggu putrinya yang satu lagi?
Tzuyu menarik nafas panjang dan memilih tersenyum menghadapi semuanya. Dikecupnya puncak kepala Jun dan Haerin bergantian. “Nanti kalau akhirnya mama membawa Minju, kalian berdua akur dengan papa ya, nak. Jangan pernah melawan orangtua. Nenek, kakek, papa dan... Mama baru.” entah firasat istri selalu datang dengan cara itu sendiri atau memang Tzuyu hanya terlalu over thinking sehingga dia mampu mengatakannya.