44| The Last Pain

575 49 59
                                    

Coba dengarkan ya guys, [Nadin Amizah— Seperti Takdir Kita yang Tulis] gatau cocok apa ngga, karena aku nulisnya sambil dengerin itu jadi berasa sedih hehe 🙂🩵


Besok harinya Taehyung mengintip dari jendela, melihat anak-anaknya bermain di taman rumah orangtuanya. Dan jangan lupakan Minju yang tampak bahagia juga disana. Syukurlah anak-anak tidak ada yang sakit atau terluka saat Taehyung marah-marah kemarin.

Dia harus sembunyi setiap anak-anak keluar dari kamar agar mereka tidak takut. Dia memahami hal itu untuk mengikuti rencana ayahnya, Papa Kim—bahwa semua orang akan memaafkan mu jika mereka sudah merindukanmu. Mereka bermain air saat merawat bunga nenek mereka. Tzuyu pernah bilang bahwa Minju hebat menata dan menanam bunga, melihat terampilnya ia memang sepertinya begitu.

Lalu ada Jun yang menyiram air bergantian kepada kakak dan kembarannya, mereka berlari dan saling mengejar, berteriak di taman bunga nenek dan tawa yang pecah. Taehyung tidak pernah menyangka bahwa ibunya, Nana Kim akan berbuat sejauh ini untuknya. Ibunya juga sudah menjelaskan tentang perceraian yang Tzuyu buat, itu semua berasal dari rencananya. Hal itu semakin memperdalam rasa bersalahnya kepada istrinya dan anak-anak yang terkena imbas kemarahan tanpa tahu apa pun.

Meninggalkan kamarnya, Taehyung pergi menuju kamar lain dimana istrinya ada. Ia tidak di bawah mungkin karena ada yang ingin ia urus atau entah apa pun itu. Jantung Taehyung berdegup kencang semakin ia dekat dengan pintu. Anak-anak ada di bawah dan mereka bisa mengobrol.

Sesampainya di kamar, Taehyung melihat Tzuyu bersandar juga di jendela sambil memperhatikan anak-anak... ia terlihat kurang sehat namun senyumannya tidak pernah luntur untuknya. Untuk Taehyung. “Kak Taehyung...” sapanya seolah melupakan apa yang terjadi beberapa saat lalu.

Taehyung menutup pintu dan berjalan mendekatinya. Hal pertama yang ia lakukan adalah memeluk istrinya dan menciumi wajahnya, pandangan yang berpadu dan rasa cinta satu sama lain menghangatkan atmosfer disekitar mereka.
“Suhu tubuhmu sangat tinggi, sayang. Apa kau sakit?”

Tzuyu hanya tersenyum saat dengan lembut suaminya bertanya. Tangan besar dan jemari panjang yang menyapa perut buncitnya. “Apa yang salah Tzuyu? Kau tidak bilang kalau kau sedang sakit.” dia berujar khawatir, namun Tzuyu yang pucat itu masih bisa tersenyum seolah demam pada ibu hamil bukan masalah.

“Mungkin karena kakak marah-marah di depannya hari itu, kata mama... Anak bayi juga bisa merasakan apa yang dirasakan ibunya, dia mungkin terkejut saat papanya berteriak dan memarahi kakak-kakaknya.” Wajah Taehyung muram, tapi Tzuyu perlu mengatakannya agar kelak apa pun yang memicu kemarahan suaminya, dia akan lebih sabar dan bersikap tenang dahulu sebelum marah-marah.

Taehyung tidak tau harus apa lagi, hanya ada gumpalan air mata serta sesal dalam dada. “Maafkan aku, sayang. Aku... Aku tidak tahu kalau mama yang mengancam mu hal itu. Aku tidak tahu kalau kau mencari cara membawa putriku pada pengobatan yang lebih layak, tapi merelakan aku... Itu juga sebuah kesalahan Tzuyu. Apa menurutmu kau bisa baik-baik saja jika kita bercerai? Karena aku tidak bisa membayangkan kehidupan lainnya jika kau tidak ada lagi. Kemana aku akan membawa jiwaku yang kau bunuh ini? Kemana jiwa mati ini akan ku kubur karena pemiliknya sudah tidak ada dimana pun lagi.”

Saat mengatakan hal itu, biasanya Tzuyu akan merasa bahwa omongan Taehyung berlebihan. Namun kali ini dia menangis. Mereka berpelukan dan menangis. “Jangan ceraikan aku, Tzuyu. Tolong jangan lakukan hal itu padaku. Lebih baik aku menjual anggota tubuhku untuk pengobatan Minju dari pada kau mengambil semua kebahagiaan yang aku punya.”

Tzuyu tidak mengatakan apa pun lagi lebih lanjut. Mereka hanya menikmati debaran jantung mereka satu sama lain, saling mencintai satu sama lain, hidup bahagia dan menua bersama membesarkan anak-anak yang juga akan hidup bahagia dengan keluarga mereka kelak.

༄ᵗᵃᵉᵗᶻᵘ; KanyaahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang