[ 11. ]

22.8K 3.6K 870
                                    

Hai,
ketemu lagi di weekday

pengin buru sampai di alur yang gemec dan sweet to the bone, wakakaka doakan yaa idenya lancar, waktu nulisnya leluasa dan wattpadnya senantiasa waras. Aamiin 💚

.

1.750 kata untuk bab ini
selamat membaca

terima kasih 🦕

🍯

[ 11. ]


"Bita datang ke sini dan Mas Esa antar pulang ke Ambarketawang?"

Lyre mengangguk pada sang ibu. "Iya."

"Mama ... mana Om Esa? Vel mau main yang bikin bentuk-bentuk," ucap Ravel dengan tangan kanan menunjuk arah belakang rumah.

"Iya, Om Esa baru pergi sebentar. Ravel udah bersih cuci tangannya?" tanya Lyre dan dua tangan sang anak langsung terarah kepadanya.

"Sudah! Vel juga udah minum diambilin Mbak Anas."

"Sambil tunggu Om Esa, Ravel telepon video sama Papa, tadi ditanyain." Lyre bergeser untuk merapikan jaket dan topi yang tadinya dipakai sang anak untuk pergi ke pasar. "Ravel, bilang Oma, mau pinjam ponselnya buat telepon Papa,"

"Oma Yaya, pinjam ponselnya buat telepon Papa."

Soraya Baiharni tersenyum, menekan panggilan ke kontak menantunya sebelum menyerahkan ponsel tersebut pada Ravel. "Sambil duduk ya."

"Iya," kata Ravel dengan patuh beralih ke ruang tengah, membawa ponsel pintar neneknya dan sudah aman duduk di sofa tatkala telepon video tersambung. "Halo, Papa ... Vel udah pulang dari pasarnya ..."

"Halo, Kharavela-nya Papa ... wah, pergi ke pasar sama siapa?"

Lyre memastikan anaknya cukup teralihkan dan kembali mendekati sang ibu yang sibuk mengeluarkan belanjaan. "Ma, kalau sama keluarga Ruslantama, beneran aman 'kan? Mas Esa enggak bakal diapa-apain."

Soraya mengangguk. "Iya, aman, tiap lebaran ujung ke Eyang Taher juga seringnya Papa dinasihati supaya minta Mas Esa pulang. Suka disuruh ngalah sama anak, pentingnya hari tua dan tetap kumpul keluarga."

"Terus?"

"Ya gitu, Papa iya-iya aja demi menghargai beliau."

"Tapi sekarang Papa senang, 'kan? Mas Esa pulang ke rumah, sama-sama kita di sini lagi?"

"Iya, mana mungkin enggak senang."

Lyre angkat bahu sekilas. "Habis, Papa masih banyak diamnya juga ... ng, terus soal rumah sakitnya Papa, itu gimana? Maketnya udah enggak ada."

Sejenak, Soraya menghentikan kegiatan mengeluarkan beberapa kotak keju dari dalam tas belanja. "Iya, Papa memutuskan untuk menyudahi pembangunan dan enggak meneruskannya."

"Uhm ... ng, tapi kondisi keuangan Papa sama Mama baik-baik aja 'kan?"

Soraya tersenyum, meneruskan kegiatan mengeluarkan tas kemasan kain berisi buah mangga. "Gimana enggak baik, delapan tahun cuma hidup berdua di sini ... mau seboros apa juga tetap ada aja uangnya."

REPUTATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang