[ 42. ]

20.9K 3.7K 1.7K
                                    


Hai,
sorry kemarin malming enggak update, wkwkwkk daku tepar dan lanjutan babnya baru terkejar per hari ini.

Sehat selalu buat kita semua ya
doping multivitamin kalau perlu.

.

2.900 kata untuk bab ini
salah satu 'loving' chapter juga
I hope you enjoy while reading it.

.

Thank you so much
♥️


🍯


[ 42. ]

Tsabitah tersenyum lebar, ini sungguh salah satu sore terindah dalam hidupnya. Dokter memang mengingatkannya untuk tetap berhati-hati sekaligus mengupayakan ketenangan dalam segala situasi. Namun, yang kali ini detak gembira dalam dadanya sungguh tidak tertahankan.

Keponakannya manis sekali, sekaligus pintar dan baik. Mereka makan siang bersama setelah Tsabitah mengurus kepulangan dari rumah sakit. Soraya Baiharni yang menyiapkan jamuan dan cita rasa masakan lezatnya membuat Ageng sampai memuji berkali-kali. Anak itu bersikap sopan terhadap siapa saja, termasuk pengurus rumah, sopir dan simbok di rumah Kanantya. Saat bermain bersama Ravel juga dapat bersikap dewasa, menjelaskan beberapa istilah permainan sampai saat tidur siang bersama, Ageng sempat terbangun untuk menyelimuti Ravel dulu.

Lalu, saat mengunjungi pemakaman. Ageng yang memilih buket bunga, membayarnya sendiri dan memulai lantunan doa dengan penuh penghayatan. Tsabitah tahu Ayara sengaja menarik diri agar suara tangisnya tidak mengganggu Ageng. Saat itulah Theo Ruslantama yang ganti mendekat, membantu menyelesaikan sisa doa yang belum Ageng hafalkan.

Tsabitah melihat keharuan yang indah kala Ageng langsung memeluk pusara. Anak itu jelas berusaha menahan tangis ketika semua orang membantu menebarkan kelopak bunga. Esa yang berhasil meluluhkan dengan mengelus kepala Ageng lalu memberi pujian atas hafalan doa dan sikap manisnya.

"Setiap bentuk sayangnya Ageng hari ini pasti bikin Ayah bahagia. Terima kasih, anak baik." Esa mengatakan itu dan sepasang mata Ageng seketika basah, anak itu langsung memeluk.

"Ibu bilang ayah sayang semua keluarganya. Jadi pasti sayang aku juga," isak Ageng teredam pelukan Esa.

Esa mengangguk, mengelus-elus bahu kecil yang sedikit gemetar. "Iya dong, makanya sayang yang Ayah kasih ke semua keluarganya sekarang akan dibagi juga buat Ageng."

Ravel bergeser menempeli lengan Esa. "Mas Ageng, kata Oma Yaya, sayang itu hal yang enggak akan habis-habis lho walau udah dibagi banyak."

"Iya, Ravel benar. Terima kasih juga makin pintar tadi doain Om Tommy," puji Esa dan tangan keponakannya ikut menepuk-nepuk bahu Ageng.

"Cup, cup, cup, sayang ..." kata Ravel lembut membuat para orang tua saling pandang sambil menahan gemas.

"Kalau udah nangisnya, bisa main gelembungan sabun sama Tante Dede dooonggg," seru Desire semangat sambil mengangkat tiga kemasan mainan pembuat gelembung sabun yang dijual pedagang keliling.

"Kalau udah nangisnya, bisa main gelembungan sabun sama Tante Dede dooonggg," seru Desire semangat sambil mengangkat tiga kemasan mainan pembuat gelembung sabun yang dijual pedagang keliling

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
REPUTATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang