[ 20. ]

24.1K 4K 1.3K
                                    


Hai,
kedjutan 🎉

eaa, senank apa enggak?
tibanin 💚 dulu coba
berapa banyak yang happy~

.

2.280 kata untuk bab ini
one of my fav. bab
semoga kalian suka juga
hahahaha

Selamat membaca
dan
terima kasih~



🍯

[ 20. ]

"Tenang, tenang, harus tenang." Tsabitah mengulang ucapan itu hingga lima kali, menatap kaca jernih yang menampilkan seraut wajahnya.

Ia juga menjajal beberapa ekspresi tersenyum, memastikan lipstick yang baru dipulasnya rapi menempel bibir. Tsabitah kemudian menata liontin huruf di kalungnya agar bersusun sempurna, meluruskan lengan bajunya agar tidak kusut dan rambutnya tergerai dengan gaya ikal alami.

"Bita pasti bisa," ungkap Tsabitah, meyakinkan diri dan menunduk pada smart watch khusus di tangan kirinya. "Jangan bunyi, demi apa pun di dunia, jangan sekali-kali bunyi pas ngobrol berduaan sama Mas Esa."

Pip! Pip!

"Sial!" keluh Tsabitah, dia memang sedang gugup, bukan hanya karena akan bicara berdua namun meyakinkan Esa terkait pernikahan terasa tidak mudah.

Tsabitah tidak siap ditolak.

"Enggak-enggak, enggak mungkin aku ditolak. Alasanku realistis dan win-win solution ... Mas Esa pintar sekaligus bijak, jadi pasti ngerti, bersedia menjalani hubungan ini." Tsabitah berbicara sendiri pada pantulan wajahnya di kaca. "Oke, aku siap."

Tsabitah merapikan isi pouch make-up, membuang bekas tissuenya dan keluar dari kamar mandi. Ia lebih dulu berjalan ke area setapak, melihat tanaman berjejer rapi dan mengatur napas. Ia harus terlihat yakin, serius, dan bersikap sedewasa mungkin. Sosok perempuan yang siap menjadi istri.

Sejenak sebelum kembali ke area saung tempat keluarga berkumpul, Tsabitah memejamkan mata, berdoa dalam hati. "Aku memohon kepadaMu jiwa yang merasa tenang kepadaMu, yang ridho atas ketetapanMu, dan yang merasa cukup dengan pemberianMu."

Tsabitah mengucap amin sebagai penutup doa lantas membuka mata, mendapati sosok lelaki tampan yang berjalan mendekat dan agak tergesa.


"Little Bi, enggak apa-apa?" tanya Esa dan mengangkat tangan kiri, berusaha menghalangi sinar matahari yang menyorot ke sisi wajah Tsabitah. "Sampai pejam mata karena panas, ya?"

"Ini adem kok," jawab Tsabitah jujur dan sebelum salah tingkahnya semakin ketara, segera memperjelas. "Ng, maksudnya barusan ada angin, haha ..."

"Ravel gantian cuci tangan sama Papa," kata Esa yang berdiri di sisi kiri Tsabitah, membuat gadis itu terlindungi bayangan tubuhnya seiring langkah mereka kembali ke saung.

"Lha, lainnya pada ke mana?" tanya Tsabitah karena hanya tersisa Lyre dan para ibu.

"Papa sama Ravel cuci tangan, Om Theo sama Eyang ke toilet, Om Sultan merokok di luar, Tante Rika lihat-lihat cemilan." Lyre memberi tahu sambil menyender manja pada sang Mama.

REPUTATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang