[ 44. ]

22.8K 3.5K 829
                                    

Hai,
biar enggak ditungguin
aku ngapel lebih awal, aww~

.

3.245 kata untuk bab ini
tenang, enggak ada antagonisnya
capek juga yha khan
butuh effort menghujat trio self centered person ituhhh, hahaha

.

Selamat membaca &
jangan lupa vote-comment

Thank you ヽ(^○^)ノ

🍯

[ 44. ]

"Ageng nanti boboknya di sini," ujar Tsabitah seraya membukakan pintu kamar Thomas.

Dua hari terakhir masa liburan di Yogyakarta, Ayara setuju untuk membawa Ageng tinggal dan menginap di rumah keluarga Ruslantama. Usai sarapan bersama, Tsabitah menunjukkan kamar untuk Ageng tinggali.

Ageng melangkah masuk lantas menoleh tantenya dengan ekspresi kikuk. "Keluarganya Ayah ternyata kaya banget ya, Tante Bita? Rumahnya besar, ada kolam renangnya juga, sama mobilnya tiga, sama motor gedenya Opa bagus banget tadi."

Tsabitah menyengir. "Keluarganya Ayah itu keluarganya Ageng juga ... terus, mobilnya emang ada tiga tapi yang dipakai cuma dua, motor gedenya dipakai Opa Theo kalau touring ... Opa Theo sama Opa Luki itu anggota club moge yang kadang kalau akhir tahun atau adan event tertentu, pergi naik motor gitu."

Ageng mengangguk, namun tetap penasaran. "Mobilnya tiga tapi kenapa yang dipakai dua?"

"Satu yang enggak dipakai itu mobilnya Ayahnya Ageng, sempat rusak karena kecelakaan. Habis dibenerin memang belum ada yang pakai lagi." Tsabitah kemudian duduk di pinggiran tempat tidur, menepuk sisi kosong agar keponakannya mendekat.

Ageng bergerak dan duduk di samping Tsabitah. "Ibu udah cerita soal kecelakaannya Ayah. Tante Bita juga sakit lama banget karena kecelakaannya."

"Iya, tapi sakitnya semua orang tuh kayak enggak seberapa sebanding sama sakitnya Ibunya Ageng ... jadi, kalau mau tanya-tanya banyak hal soal ayah dan ibu masih susah ceritanya, Ageng chat Tante atau Om Esa aja, ya?" pinta Tsabitah.

Ageng mengeluarkan ponsel barunya, hadiah dari Eyang Taher karena berhasil mengalahkannya dalam permainan catur. Anak itu butuh waktu tiga hari belajar dan sekian kali bertanding dengan Ayara, Esa, atau para Opa sebelum akhirnya bisa mengalahkan Eyang Taher dan diberi hadiah ponsel. "Aku boleh pakainya siang habis pulang sekolah selama dua jam, sama satu jam sebelum bobok malam ... kecuali kalau darurat."

Tsabitah mengangguk. "It's okay, hp-nya Tante Bita ready 24/7, nyala terus."

Ageng tertawa pelan. "Terima kasih, Tante Bita."

"Tante dong yang terima kasih, karena akhirnya Ageng mau pulang ke sini."

"Ibu masih belum naik, ya?" tanya Ageng saat memperhatikan pintu terbuka dan belum terdengar suara langkah susulan sang Ibu.

"Paling baru ngobrol sama Opa dan Oma, orang dewasa banyak yang diobrolinnya ... kita main aja yuk!" ajak Tsabitah lalu beralih ke komputer milik sang kakak. "Sini, Ayah punya banyak banget koleksi PC game."

Ageng mendekat menatap layar komputer yang jernih, dengan wallpaper foto remaja sang ayah memeluk Tsabitah saat balita. "Tante Bita lucu, kecil banget."

"Ageng jangan cepet-cepet gedenya, Tante Bita enggak siap disalip tinggi badan."

Ageng tertawa, menatap layar yang berganti tampilan dan begitu saja berujar, "Kalau nanti Tante Bita punya anak perempuan, aku mau foto begini juga ya ... aku pengin punya adik perempuan."

REPUTATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang