[ 50. ]

26K 3.5K 1.4K
                                    

Eaa, kedjutan~
happy tyda kalian?

2.755 kata untuk bab ini
kepikiran juga aing kalau naluri lelaki mamas lukesh ini diragukan, nyooohhhh baca sendiri 😤


13+ alias yha tipis-tipis adja
smooth and sweet lovey dovey

.

siapin air minum gess biar enggak kering gigi, karena penulis dan pembaca hanya kebagian nyengirnya sadja, pffttt ~

Thank you

❤️‍🔥

[ 50. ]

"Mama bilang apa?" tanya Esa saat Tsabitah kembali ke kamar dan meletakkan ponsel di nakas.

"Pokoknya yang container atas itu isi snacknya Ravel, terus buat kita yang bawah, ada siomay sama pempek vacuum, mie bayam, pasta wortel sama sausnya dibekuin. Terus roti-rotian tinggal panasin microwave." Tsabitah tertawa kecil saat kembali berbaring, menempeli Esa yang membaca sambil bermalasan di tempat tidur. "Mama tau aja, kita males masak yang ribet-ribet."

Esa ikut tertawa. "Males masaknya, males juga nyuci piringnya."

"Apa semua pengantin baru begini, ya? Males-malesan ... mandi kalau bukan karena harus salat juga males."

"Mas enggak tuh, rajin kalau mandi."

Tsabitah tertawa, mengerlingkan mata lalu menanggapi singkat, "Biar anteng."

Esa mengangguk, lalu menutup bukunya sebelum bergeser dan berbaring miring untuk mendekap sang istri. "Kamu males mandi tapi wangi terus, bikin pusing."

"Mbak Re kasih tahu caranya biar enggak gampang bau ... mandi jangan buru-buru, tiap habis cukuran atau luluran pakai lotion yang moisturizing dan yang paling penting wellness shot!" Tsabitah memberi tahu sambil tersenyum lebar. "Awalnya doang kayak mau muntah minumnya, tapi lama-lama enak, segar."

"Oh, itu ya, botol-botol kaca di kulkas, yang isinya jus jahe, lemon, kiwi, buah bit?"

"Yup!" Tsabitah mendusel ke leher suaminya, mengendus wangi sabun mandi yang samar-samar. "Mas Esa enak wanginya begini aja."

"Bee," kata Esa mengingatkan, namun sang istri jelas berpura-pura tidak peduli dan justru mulai meninggalkan ciuman ke sepanjang leher hingga tulang selangka yang tidak tertutup kaus.

"Tsabitah ..." panggil Esa lantas menarik jarak, membuat istrinya justru tergelak dalam tawa.

Tsabitah meredakan tawanya lalu bangun untuk melepasi kancing piama. Semalam dia cukup tidur, pagi ini juga melewati tujuh ribu langkah dengan baik dan sarapannya begitu mengenyangkan. "Mumpung jamku belum bunyi dan makan siang masih sekitar sejam lagi."

Esa geleng kepala karena meski akal sehatnya sadar untuk tidak memaksakan kondisi sang istri, namun tubuhnya seolah punya keinginan tersendiri. Keinginan kuat yang tidak mungkin untuk diabaikan.

Tsabitah tersenyum saat pinggangnya ditarik dan dirinya kembali terbaring, telentang dengan seluruh kancing baju yang terbuka. Jejak kemerahan masih beberapa yang terlihat di bagian dada dan dekat pusarnya. Ia tidak berusaha menghilangkan atau menutupinya, karena semua itu merupakan bukti bagaimana mereka berusaha dengan baik untuk saling menunjukkan cinta.

"Bee kalau—"

"Iya, kalau jamku bunyi atau rasanya sesak harus berhenti," lanjut Tsabitah lalu mengalungkan kedua lengan ke leher Esa. "I'm getting familiar with your body. I feel love everytime you kiss me and that's all that I need ..."

REPUTATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang