[ 12. ]

22.8K 3.9K 1K
                                    

Hai,
nungguin ya? Hehe

.

So sorry kalau kemalaman. I'm on weekend staycation dan lumayan hectic karena ternyata kerjaanku ada yang perlu revisi padahal Senin harus dikirim Jakarta, xixixixi

.

okay, pas 2.000 kata untuk bab ini
selamat membaca

thank you so much.

🍯

[ 12. ]


Tsabitah bergegas melepas mukena, meninggalkannya begitu saja di atas sajadah dan langsung kembali bergelung di balik selimut.

Inge Razi yang baru membuka pintu  dan melihat keadaan kamar sang putri seketika bersedekap kaku. "Ayah enggak akan antar makan malam ke sini."

Tsabitah sengaja mengeraskan suara dengkuran yang penuh kepura-puraan.

Inge menghela napas, berlagak mundur dan mengayun pelan daun pintu. "Pak Samadi barusan antar susu sama puding karamel, terus ternyata ada kartu tulisan tangannya Mas Esa."

Tuan putri keluarga Ruslantama seketika menghentikan aksi pura-pura, merta bangun dari tidur dan bukan hanya itu, Tsabitah juga memberi tatapan antusias. "Apa katanya, Bun?"

Inge gantian berpura-pura tidak mendengar, bahkan menarik handel untuk menutup pintu kamar sang putri. "Apa boleh buat, Bita masih pulas banget tidurnya, sampai ngorok segala."

"Aaa ... Bundaa ..." raung Tsabitah teredam ruangan.

"Beresin dulu mukenanya baru turun!" seru Inge seiring tubuhnya menjauh dari pintu kamar sang putri.

Sejenak, ibu dua anak beralih tatap ke pintu kamar seberang, berjalan ke sana untuk membukanya.

"Bun ... aku makan di Mama Yaya, ya? Esa bilang bikin tomyam sama pangsit goreng pedas nih."

Ingatan itu terlintas dalam benak Inge, berikut sosok anak lelakinya yang biasa memberi cengiran ceria, menyempatkan untuk memeluk ketika melewatinya dan berlalu pergi.

Inge memandang ruang kamar yang kosong, agak temaram karena lampu yang belum dinyalakan. Ia melangkah masuk, menekan saklar lampu utama dan membuatnya melihat dengan jelas pajangan foto Thomas ketika pertama kali menjadi pemimpin upacara di Sekolah Dasar.

"Bun, aku senang deh kita pindah ke Palagan ... aku jadi kenal sama Esa, dia pinter banget lho, cita-citanya juga jadi dokter."

Ingatan itu membuat Inge tersenyum, jemarinya terangkat mengelus ke foto berikutnya. Foto bayi Tsabitah dalam dekapan Thomas yang menyengir lebar.

"Yeyy ... sekarang aku kayak Esa, punya adik perempuan juga. Bunda makasih ya, aku senang banget punya adik ... semoga Bita juga senang ya punya Mas aku."

"Bunda ..." panggil Tsabitah yang berdiri di depan pintu kamar.

Inge menoleh dan tersenyum. "Lampu kamarnya Mamas belum dinyalain."

"Otomatisnya belum dibenerin, ya?"

"Iya, Ayah lupa kayaknya," jawab Inge lalu berjalan keluar dan menutup pintu kamar Thomas.

REPUTATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang