24

7.4K 246 11
                                    

Malam hari kini tinggal lah amel dan abian yang masih terjaga dalam tidurnya, sedangkan si kecil cerewet sudah memasuki alam mimpi.

Abian yang tidur disamping anaknya mencoba bangun dari tidurnya, ia tidak bisa tidur. Pergerakannya ternyata membuat amel menatap sang suami yang tadinya tidur memunggungi liano dan abian.

"Kenapa?" Tanya amel kepada abian yang juga menatapnya, takut dengan adanya mungkin membuat sang suami tidak nyaman.

Abian menggeleng, "Nggak tau kenapa kok nggak ngerasa ngantuk, padahal tadi waktu di taman ngantuk banget. Ke sofa yuk." Kata abian sambil ngajak amel menujuk sofa didalam kamar.

Amel mengikuti abian yang duduk di sofa, ia juga mendudukkan dirinya disamping abian. Didalam kamar amel hanya menyediakan 1 sofa panjang saja dengan meja bundar kecil sport yang paling amel suka untuk bekerja maupun membaca novel.

"Tau nggak mel, tadi kan mas ikut sama liano ketemu teman temannya. Mas shock liat mereka kaya orang dewasa, cara ngomongnya, nongkrong, mana outfit mereka bikin kaum adam menjerit iri, mana mereka anak genk pake mobil mini lagi. Terus nama genk mereka tuh komel, comel yang adanya." Kata abian kepada amel dengan tertawa, mengingat sang anak yang bermain dengan teman temannya.

"Hahaha, sudah ku duga mas bakal shock. Bukan sekali dua kali kok, emang sering kaya gitu waktu sore atau nggak pas pulang dari play groun. Apalagi kalo udah main ke lapangan udah pasti mau main bola." Sahut amel ikut tertawa.

"Enak ya mel, ngurus anak kaya liano lucu banget tingkahnya. Kenapa mas bego banget mau aja nurutin kemauan ibu." Kata abian dengan raut wajah yang biasa namun dalam dirinya sangat merasa sedih, andai saja ia bisa melawan mungkin. Haha berandai andai dan mungkin, hanya kata itu memenuhi kepala abian.

"Mas nggak boleh gitu ibu orang tua mas, mas memang harus mau apa yang disuruh sama ibu. Anggap aja itu balasan mas karna udah dilahirin dan dibesarin sama ibu." Balas amel kepada suaminya yang hanya menatap dirinya.

"Tapi nggak paksa mas nikah lagi mel, mas nggak bisa jalanin kaya gini. Mas bingung, mas nggak bisa mikir, semua kacau. Mas gila mel mas gila, dia nggak sebaik orang kira mel." Kata abian memeluk amel dengan tangisan sendunya.

"Mas kenapa? Coba cerita aku nggak paham mas" Kata amel mengusap bahu dan punggung abian dengan lembutnya.

"Dia nggak kaya kamu mel, dia kasar. Mas mau adil sama kalian, tapi dia larang mas. Bahkan dia ngancem mas mel, mas sempat nekat mau ke indo dulu tapi dengan jahatnya dia mencampur minuman mas dengan obat tidur mel. Apa salah mas sampai memiliki takdir seperti ini, ibu yang seharusnya mendukung anaknya. Tapi ibu, ikut melukai mas mel. Mas nggak tahan sama nabila mas mau pisah sama dia mel." Cerita abian dengan air mata yang mengalir deras dipipinya.

Amel yang mendengarkan cerita abian hanya diam, dirinya juga bingung harus seperti apa. Amel hanya bisa mengusah bahu serta punggung lebar dan keras milik abian, tidak ada yang bisa ia lakukan selain itu.

"Selama ini mas bohong mel, semua yang kamu liat di televisi atau pun disosmed semuanya hanya manipulatif saja. Dia menggunakan nama mas untuk pekerjaan dan keluarga nya mel, mereka memanfaatkan mas yang terlalu lemah jika sudah bersangkutan dengan ibu." Lanjut abian bercerita membuat amel kaget, jadi selama ini ia salah pengartian dan salah tangkap tentang abian?

"Kenapa mas tidak pernah mengabari aku dan liano, mas tau disini amel dan liano selalu menunggu kedatangan mas." Kata amel ikut menangis, dirinya paling tidak bisa melihat orang yang menangis apalagi itu menyakut dirinya.

"Semua ulah dia mel, dia yang merusak handphone mas. Dia memblokir semua sosmed kamu dari handphone mas, mas nekat mengirimi mu pesan namun ketahuan dan akhirnya dia mengancam mas. Mas nggak bisa liat orang seperti itu, apalagi dia sampai melukai tangannya karna mas tidak mendengarkan kata dia. Dia perempuan munafik mel, kamu tahu dia wanita murahan, dia bekasan." Kata abian membuat amel melepaskan pelukannya menatap abian dengan marah.

"Tidak ada wanita bekasan mas, dia istrimu." Kata amel mengusap wajah abian yang memerah menahan amarah.

"Mas tidak pernah menganggap dia istri, istri macam apa tidak mau memiliki anak? Istri macam apa yang tidak pernah mengurus suami dan rumah? Istri macam apa yang tidak pernah melayani batin suaminya? Dia tidak mau disentuh karna dia sudah kotor, dia tidak mau memiliki anak karna ia perempuan jahat. Merusak dan mengangkat rahim nya agar bisa memuaskan pacarnya tanpa bisa hamil, dia tidak seperti kamu mel. Dia jahat, manusia munafik penuh dosa." Kata abian dengan marahnya, ia tidak marah dengan amel namun dengan perempuan yang menjadi istri keduanya.

"Mas gimana pun keadaan dia kita harus menerimanya"

"Mas tidak pernah merendahkan perempuan mel, namun untuk dia mas tidak bisa. Dia memang jahat, perempuan tidak tahu diri. Kamu lihat ayahnya ustad ibu nya ustazah, tapi dia kelakuannya sangat memalukan. Dia bahkan pernah berhubungan dengan orang korea, di rumah mas sendiri mel. Yang katanya dia adalah temannya, memang benar teman. Teman tidur." Kata abian dengan kesalnya, ingin melampiaskan rasa sakitnya namun kepada siapa? Amel mana mau dirinya melukai amel.

"Ini mas marah karna tidak pernah dapat jatah sama mba nabila?" Kata amel dengan bingungnya, sedangkan abian yang mendengar itu menatap amel dengan cengohnya.

"Mas ingin pisah dengan dia mel bukan marah karna tidak pernah diberikan jatah, mas mana mau nyentuh orang sembarangan walaupun dia istri mas tapi ingat mas tidak mencintainya. Nyentuh kamu saja yang sah jadi istri terus mas mencintaimu, mas harus izin dulu. Untungnya malah dikasih, kalo tidak mati mungkin mas." Kata abian menatap wajah merah amel yang mendengar ucapannya.

"Ih apa sih, sudah lah mending tidur aja." Kata amel kesal sangat kesal dengan abian yang selalu tidak bisa serius, ia kan hanya bertanya apakah pemikirannya benar atau salah.

Abian memang seperti itu tidak pernah serius, serius pun tidak akan sampai 1 jam seperti tadi. Tidak hanya barusan setiap hari mah begitu, tapi dulu saat mereka masih adem ademnya.

"Kok gitu, mas belum selesai loh curhatnya." Kata abian menarik tangan amel yang sudah berjalan didepan abian untuk menuju liano yang tertidur, tarikan abian jelas membuahkan hasil amel duduk tepat diatas pangkuan abian.

"Ih lepas mas, aku bisa duduk di sofa." Kata amel melepaskan tangan abian yang sudah memeluk perutnya, kepalanya bersandar dipunggung kecil amel.

"Mau peluk dulu mel, mas mau lepas rindu. Tau sendiri kalo anaknya bangun mas nggak bisa peluk kamu." Jawab abian dengan tangan satu memegang tangan amel dan satunya lagi mengusap perut amel, membuat amel kegelian sendiri.

"Iya, siapa suruh abai sama aku dan liano." Kata amel dengan cemberutnya, namun tetap duduk diatas pangkuan abian bahkan amel sangat anteng. Bukan apa ia hanya takut membangunkan sesuatu yang sangat membahayakan dirinya, mana ia sudah mengantuk namun ia tahan.

"Mas nggak menggabaikan kamu sama liano, mas terpaksa. Mas selalu berpikir berandai andai bermungkin mungkin. Tapi tetap aja mas nggak bisa lepas dari nabila, ada keuntungan sendiri mas ke indonesia karna disuruh nenek. Kalo tidak sampai mati mas terjerat ditangan nabila." Kata abian dengan tajamnya, suaminya ini sangat berakhlak mulia. Mulia untuk merosting.

"Ternyata liano ngerosting orang itu sudah turunan dari kamu ya mas, kalo dari aku mah mana ada. Makanya dulu aku tuh selalu mikir, ini liano pertemanannya yang rusak atau gimana. Eh setelah malam ini jadi tau kalo itu nurun dari ayahnya." Celetuk amel dengan memainkan tangan abian yang berada diperutnya.

"Masak sih, kok mas nggak sadar ya. Tapi semua teman liano kaya gitu loh mel, kemarin aja mereka ngomong kaya orang dewasa aja. Mau ngemodif mobil lagi biar tambah kece, belum lagi gaya mereka." Kata abian berpikir dengan kepala bersandar dipunggung amel.

"Iya juga sih, tapi kalo liano mah nurun dari kamu semua." Kata amel sedikit membantah.

"Sayang istri harus ngalah" Final abian menggendong amel menuju ranjang, sudah malam juga. Dan dia tau bahwa amel sudah mengantuk dari tadi matanya memerah dan terkadang menguap kecil, bahkan menahan menguap.

Amel terkejut namun tidak berteriak hanya memegang leher abian, jika berteriak maka esok ia akan menjadi bahan candaan para sahabatnya. Si fasya tukang ngadu kini sedang bermalam di rumahnya, mencari aman saja.

Aku dan anakku yang terabaikan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang