Drop

372 35 0
                                    

Daniel bergerak gelisah dalam duduknya. Laki-laki itu terlihat sangat khawatir, takut, dan panik dalam satu waktu. Oh ya, jangan lupakan juga keringat sebesar bulir jagung yang membasahi kening mulusnya.

Jika kalian bertanya, apa penyebab Daniel menjadi seperti ini, maka jawaban yang benar dan tepat adalah, Reyhan.

Beberapa menit yang lalu, Daniel sedang mengerjakan pekerjaannya di sofa yang biasanya digunakan Jevan dan Mahen untuk tidur, laki-laki berusia dua puluh lima tahun itu terlalu fokus pada pekerjaannya, sampai ia dikejutkan oleh suara samar-samar yang memanggil nama Mahen.

Dan ketika Daniel mengeceknya, ternyata itu adalah suara Reyhan, yang tengah mengigau.

Daniel mendekati raga yang masih terlelap itu, dan jantungnya bertalu dua kali lebih cepat saat melihat adik kecilnya menangis sembari memanggil nama Mahen berkali-kali. Anak itu belum bangun, namun banyaknya air mata yang mengalir, serta suhu badannya yang semakin meningkat, hal itu membuat Daniel seketika dilanda rasa panik. Ia segera memanggil dokter Sean dan menghubungi Mahen, agar adiknya itu segera kembali dari rumah.

Daniel bangkit dari duduknya, melangkahkan kakinya untuk mendekat ke pintu ruangan yang didalamnya terdapat raga adik kesayangannya yang tengah ditangani oleh beberapa dokter.

Kedua matanya sedikit mengintip kedalam, sangat penasaran dengan apa yang terjadi di dalam. Ah tidak, mungkin lebih tepat jika dibilang penasaran dengan kondisi sang adik.

"Adek, adek yang kuat ya" Ucapnya entah yang ke berapa kalinya.

Daniel merasa takut, Daniel panik, apalagi tadi ia juga sempat melihat Reyhan mengalami kejang selama hampir tiga menit. Sebenarnya ia juga tidak kuat, ia tidak tega melihat adik kecilnya seperti itu. Daniel ingin menangis. Jika boleh jujur, sebenarnya ia juga ingin melampiaskan rasa sesaknya, tetapi ia harus tetap terlihat tegar dan kuat, agar adiknya yang lain yakni Mahen, tetap merasa aman dan semuanya terlihat baik-baik saja.

Daniel melamun, didalam hati kecilnya Daniel merasa sedikit tersentuh, perasaannya terasa sedikit memanas karena bahkan disaat seperti ini pun, hanya Mahen lah yang dicari oleh adik bungsunya, bukan dirinya ataupun orang lain. Bukannya Daniel merasa tersaingi, tapi rasa sesak karena hal seperti ini adalah hal yang normal bukan?

Tunggu, inikah yang dinamakan cemburu?

"Kakak ngapain disini?"

"Kak?"

"Kak Daniel?"

Daniel sedikit tersentak saat Mahen menepuk pundaknya pelan, hal itu membuat Daniel seketika kembali ke alam sadarnya. Saking terbawa suasananya, Daniel sampai tidak sadar jika sedari tadi dirinya melamun.

"Kakak ngapain disini, kak? Reyhan kenapa lagi?" Mahen menatap Daniel dengan tatapan meminta penjelasan.

"Reyhan nggak apa-apa, kok. Cuma tiba-tiba suhu badannya tinggi, makanya gue panggil dokter"

"Dia juga sempet ngigau manggil nama lo tadi, sambil nangis-nangis" Mahen menundukkan kepalanya. Mendengar Daniel berkata demikian, dadanya kembali terasa sesak, rasa khawatir seketika memenuhi rongga dadanya. Lagi-lagi, adik bungsunya yang berhasil membuatnya merasa seperti ini.

"Kalau gitu, berarti Reyhan tadi udah bangun dong, kak?" Bukannya jawaban, Mahen hanya bisa mendengar suara helaan napas panjang yang asalnya dari Daniel.

"Boro-boro bangun, dia nangis-nangis sambil merem, dek. Sempet kejang juga tadi" Daniel memelankan suaranya di akhir kalimat. Sungguh, sebenarnya ia tidak tega mengatakan ini semua, tetapi ia juga tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari Mahen, mengingat Mahen juga lah yang menjadi tokoh utama disini.

Ceklek...

Baik Daniel maupun Mahen segera mendekat ke dokter Sean kala pintu ruangan itu terbuka. Dokter Sean keluar dari ruangan dengan raut wajah yang tidak mengenakkan. Bahkan, kini kedua kakak beradik itu merasa jantung mereka berdegup dengan kencang.

"Bagaimana keadaan adik saya, Dok? Dia baik-baik saja, kan?" Tanya Daniel dengan terburu-buru.

"Keadaan Reyhan saat ini sangat kritis. Bahkan lebih buruk daripada kemarin. Detak jantungnya semakin melemah. Saya harap kalian tetap berada di sisi Reyhan dan tidak meninggalkannya sendirian, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya"

"Tetap sabar dan kuat, ya? Jangan lupa berdoa untuk kesembuhan adik kalian juga" Dokter Sean menepuk pundak Daniel dua kali.

"Baik, Dok. Terima kasih"

Dokter Sean mengangguk sopan menanggapi ucapan terima kasih dari Daniel.

"Kalau begitu saya permisi dulu"

Setelah kepergian dokter Sean, mahen segera masuk kedalam, untuk melihat sosok mungil yang baru saja dikatakan bahwa keadaannya semakin buruk oleh dokter Sean. Sedangkan Daniel, tubuh laki-laki itu meluruh ke lantai rumah sakit yang dingin, kedua matanya mulai menitikkan air mata. Daniel memang kuat, ia memang sangat pandai menyembunyikan perasaannya, tetapi untuk sekarang, maaf, tidak dulu. Ia tidak bisa melakukannya, karena adik bungsunya adalah satu-satunya kelemahannya. Dan kini, sosok itu tengah mengalami masa mengejar hidup atau matinya.

REYHAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang