Hari ini hari Rabu, Reyhan bangun dari tidurnya dengan keadaan yang buruk. Badannya terasa sangat lemas, perutnya bergejolak tidak karuan, pun dengan kepalanya yang terasa sangat pening. Itu karena penyakitnya kembali kambuh semalam. Hal itu mampu membuat Reyhan tidak cukup tidur. Tetapi Reyhan memutuskan untuk tetap pergi ke sekolah, ia tidak ingin diam dirumah karena hal itu hanya akan membuat keadaannya semakin memburuk.
Sekarang ini Reyhan tengah berdiri dihadapan sebuah lemari besar, ia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin yang ada disana. Reyhan menghela nafas panjang saat menyadari bahwa tubuhnya bahkan sekarang terlihat sangat kecil dan kurus.
"Argh..."
Reyhan memegang perutnya yang lagi-lagi terasa nyeri, bagian ulu hatinya terasa sangat ngilu. Reyhan tidak tahu pasti apa penyebabnya, tetapi ia pernah bertanya kepada dokter Sean dan beliau menjawab jika itu adalah suatu hal yang normal dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Beliau juga menjelaskan, jika hal seperti itu biasa terjadi pada seseorang yang baru selesai menjalankan kemoterapi atau transfusi darah seperti dirinya.
Tetapi entah mengapa, Reyhan seperti tidak percaya dengan kata-kata itu, padahal yang mengklarifikasi adalah seorang dokter. Hal itu terjadi karena Reyhan sering merasakannya, sakit di bagian perutnya seperti bukan hanya karena efek samping kemoterapi.
Bahkan seringkali Reyhan berfikir, bagaimana jika rasa sakit pada perutnya itu terjadi karena ada penyakit lain?
Reyhan mendudukkan tubuhnya pada meja belajar karena rasa sakit di bagian perutnya tidak kunjung mereda.
Ia bersyukur karena beberapa menit setelahnya rasa sakit itu berangsur-angsur menghilang.
"Tuhan... Semoga penyakit Reyhan nggak kambuh lagi pas disekolah"
"Reyhan mohon Tuhan... Reyhan nggak mau ngerepotin orang-orang disekolah kalau penyakit Reyhan sampai kambuh lagi..."
Setelah berdoa kepada Tuhan untuk meminta perlindungan, Reyhan yang sudah selesai bersiap pun segera turun ke bawah dan melaksanakan sarapan.
Selesai melaksanakan sarapan serta tidak lupa juga meminum obat, Reyhan menunggu Jevan di teras depan rumah. Sebenarnya tadi Reyhan bangun lebih awal, ia sengaja bangun pagi-pagi sekali untuk mengecek keadaan Mahen, karena ia tidak melihat keberadaan kakaknya itu semenjak kemarin malam. Tetapi nampaknya usahanya sia-sia, karena nyatanya sampai sekarang pun Reyhan masih belum melihat sosok Mahen. Bahkan saat di meja makan tadi pun Reyhan masih tidak melihat kakaknya yang super cool itu.
Kini jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Reyhan menunjukkan angka 06.20, itu tandanya Jevan akan datang beberapa menit lagi.
Reyhan merasa terkejut, sedetik kemudian ia reflek tersenyum saat netranya menangkap sosok Mahen yang keluar dari rumah. Dia sudah rapi dengan pakaian kasualnya. Nampaknya Mahen juga akan berangkat kuliah pagi ini.
Kepalanya reflek menunduk, satu hal yang Reyhan saat ini pikirkan. Jika yang ada dihadapannya sekarang adalah Mahen, mengapa sejak semalam sampai tadi waktu sarapan Reyhan tidak melihat batang hidung Mahen? Bukankah ia ada didalam rumah? Dimana tempat kakaknya bersembunyi?
Reyhan segera menepis pikiran-pikiran random yang mulai memenuhi rongga kepalanya, ia menggelengkan kepalanya pelan dan segera mengalihkan pandangannya pada Mahen, kakaknya.
"Selamat pagi, Kakak" sapa Reyhan sambil tersenyum, Mahen hanya diam dan tidak memberikan respon apapun, ia tetap menundukkan kepala dan fokus pada kegiatannya, yang tengah mengikat tali sepatu.
Reyhan lagi-lagi hanya bisa menghela nafas saat ia tidak mendapatkan jawaban apapun dari sang kakak.
Tiin...
Tiin...
Tiin...
Itu suara motor Jevan. Reyhan segera mengambil tas ranselnya dan menggendongnya.
"Hmm, kakak. Reyhan mau berangkat sekolah dulu ya, kak. Kakak nanti hati-hati berangkatnya, ya!"
Setelah mengucapkan itu, Reyhan segera berlalu meninggalkan Mahen. Ia tidak peduli Mahen menjawab ucapannya atau tidak. Bagi Reyhan, masih bisa melihat kakaknya setiap pagi hari dan juga Mahen mau mendengarkan dirinya saja sudah cukup untuk membuatnya tenang.
Tetapi hal yang tidak terduga kembali terjadi, kali ini Reyhan mendapatkan respon yang berbeda dari sang kakak. Karena ternyata diam-diam Mahen memperhatikan dirinya yang berjalan dengan pelan sambil menggendong tas. Entah angin dari mana yang merasuki tubuh Mahen, Mahen merasa sedikit gemas pada sang adik. Padahal Reyhan hanya berjalan. Tanpa disadari, Mahen tersenyum tipis.
"Selamat pagi. Lo juga hati-hati, ya"
Mahen menjawabnya dengan sangat lirih sambil tersenyum.
Iya, Mahen tersenyum.
Andai saja Reyhan melihat senyumannya dan mendengar apa yang baru saja ia ucapkan, anak itu pasti akan merasa sangat bahagia.
_______________
KAMU SEDANG MEMBACA
REYHAN [END]
General Fiction[Brothership not BxB] Kisah seorang Reyhan Jean Nugraha yang berusaha untuk mendapatkan kasih sayang dari sang kakak, Mahen Desta Nugraha. Huang Renjun as Reyhan Mark Lee as Mahen Lee Jeno as Jevano