Dream?

605 60 5
                                    

Sekitar empat puluh menit kemudian, kondisi Reyhan yang tadi bisa dibilang cukup parah pun akhirnya mulai membaik, nafasnya sudah mulai teratur bersamaan dengan turunnya air hujan pada malam itu.

Ya. Sesaat setelah Reyhan memperjuangkan hidupnya barusan, hujan mulai mengguyur bumi dengan deras, seakan ikut merasakan suasana hati Mahen saat ini.

Sedari tadi, tepatnya pada saat kondisi Reyhan kembali drop sampai nafas Reyhan mulai berhembus dengan teratur barusan, Mahen tidak beranjak dari tempatnya.

Mahen hanya mengubah posisinya saja, tadinya ia duduk di kursi yang berada tepat disamping ranjang Reyhan, kini tubuh laki-laki itu sudah berpindah keatas tempat tidur. Mahen duduk dengan posisi menghadap tubuh adiknya.

Oh ya, jangan lupakan juga tangannya yang tidak berhenti mengusap-usap pucuk kepala sang adik.

Kini, Mahen merasa seperti dirinya baru saja tersadar dari komanya, sesaat setelah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Reyhan harus memperjuangkan hidupnya sembari meraung kesakitan. Setelah melihat ini, Mahen jadi ingin membahagiakan Reyhan, ia menjadi sangat ingin melaksanakan tugasnya sebagai seorang kakak yang baik. Dan Mahen berharap, ia tidak terlambat untuk semua keinginannya itu.

"Ka-kak?" Panggil Reyhan dengan nafas yang masih sedikit tersengal-sengal. Jemarinya sedikit demi sedikit mulai bergerak, tangan mungil itu berusaha menggenggam tangan Mahen.

Mahen yang menyadari itu segera mengaitkan jemari miliknya dengan milik Reyhan, dan kini tangan dari kedua saudara itupun tengah bertautan, Mahen mengusap pelan punggung tangan sang adik dengan penuh kasih sayang.

"Ka-kak... Ma-malem ini ka-kak huft... T-tidur sama aku ya? A-aku takut, kak..."

"T-tadi ada sosok b-besar banget, kak... Se-rem..."

"Dimana?" tanya Mahen yang jujur, juga merasa sedikit ngeri setelah mendengar perkataan Reyhan.

"Disa-na..." tangan Reyhan yang terbebas dari genggaman Mahen menunjuk kearah pojok ruangan.

"Reyhan t-takut... Reyhan belum siap p-pulang kesana, kak..."

"Reyhan enggak..."

"Aaaa, eng-enggak mau, kak..."

Pertahanan Reyhan kembali runtuh, air mata yang sedari tadi sudah ia tahan semaksimal mungkin pada akhirnya tetap tidak bisa ia tahan, kini buliran air mata mulai membasahi kembali wajahnya yang memang sudah sembab.

Mahen melepaskan tautan tangannya dengan Reyhan, dan mulai membaringkan tubuhnya disamping Reyhan, ia membawa tubuh lemah itu kedalam pelukannya. Mahen memeluk tubuh itu sangat erat, begitu pula sebaliknya.

"Ssst. Udah Reyhan nggak boleh nangis terus, nanti badannya sakit lagi, loh"

"Kalau dadanya sesak lagi, gimana?"

"Reyhan nggak boleh nangis, Reyhan harus tetap semangat, kakak ada disini. Kakak nggak akan tinggalin Reyhan lagi" ucap Mahen berusaha menenangkan adiknya yang kini masih saja menangis.

"Udah nangisnya, ya? cup cup cup~"

"Udah malem, mending Reyhan bobo. Tadi katanya Reyhan mau bobo sama kakak, kan?"

"Sekarang bobo, ya? Istirahat, kasian badannya pasti kecapean"

Mahen memang tidak mendengar satu katapun dari mulut Reyhan, tetapi anggukan kecil dari sosok di pelukannya itu sudah mampu untuk membuat Mahen merasa lega.

________________

02.45 WIB

"Argh..."

Reyhan mulai mengerang kesakitan tatkala kepalanya tiba-tiba kembali terasa sangat pusing, perutnya mulai bergejolak tidak karuan dan badannya juga terasa sangat remuk.

REYHAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang