Side story: Ayah & Bunda

377 34 0
                                    

Warning!

Sebelum lanjut ke ceritanya, baca dulu sebentar ya cinta-cintaku:)

Cuma mau ngasih tau, kalau chapter ini adalah part terpanjang dalam cerita ini, karena terdiri dari 3000+ kata. Sengaja aku bikin panjang, supaya kalian jadi ngga bingung, kenapa dan bagaimana sih kejadiannya, sampai-sampai kedua orang tua Reyhan bisa sampai meninggal dunia secara bersamaan.

Semoga setelah membaca chapter ini, kalian semua ngga penasaran atau bingung lagi, mengapa kedua orangtua Reyhan bisa sampai meninggal dunia secara bersamaan, yaa.
Check it out and...

Happy reading all~~~
-
-
-

Flashback 10 tahun yang lalu...

Pagi ini, Reyhan merasa dadanya seperti ditumbuhi oleh ribuan bunga. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari dimana usianya tepat menginjak angka delapan. Sebagai anak kecil yang masih lugu dan polos, Reyhan pasti akan sangat menantikan sebuah kejutan atau sekedar ucapan selamat ulang tahun dari orang-orang yang ia sayangi. Meski ia sendiri pun tak tahu, hal itu akan terjadi atau tidak.

Jam di dinding menunjukkan pukul 06.05, masih cukup pagi namun Reyhan sudah selesai mandi dan sudah selesai memakai seragamnya dengan lengkap. Reyhan turun ke lantai satu berniat untuk melaksanakan sarapan bersama semua anggota keluarganya, seperti hari-hari biasanya. Bocah yang saat ini menginjak kelas dua sekolah dasar atau biasa disebut SD itu menuruni setiap anak tangga dengan semangat, senyum lebar terpatri di bibir kecilnya sedari tadi.

Namun senyum itu seketika luntur, digantikan oleh raut wajah lesu nan murung ketika mengetahui jika tidak ada satupun anggota keluarganya yang berkumpul seperti biasanya dimeja makan.

Tidak ada Ayah, tidak ada Bunda, ataupun kedua kakaknya disana. Hanya ada dirinya sendiri yang tengah duduk sendirian.

"Den Reyhan? Aden sudah siap pergi ke sekolah?" Itu adalah suara Bi Ami, Reyhan menatap wanita itu dengan tatapan sayu, lalu mengangguk pelan.

"Aden hari ini berangkat dan pulang bersama pak Harto, ya. Nanti berangkat bareng-bareng sama kak Daniel, kak Mahen juga" Mendengar penjelasan Bi Ami, jelas Reyhan semakin murung.

"Emang Ayah sama Bunda kemana, Bi?" Tanya Reyhan kecil dengan kepala yang sudah menunduk, tangan mungilnya sibuk mengaduk-aduk makanan yang ada dihadapannya. Tidak ada niatan untuk memakannya sesuap pun.

"Ayah dan Bunda sudah berangkat tadi pagi-pagi sekali, den. Ada pekerjaan mendesak, katanya"

Jawaban Bi Ami sukses membuat Reyhan menjadi kecewa sepenuhnya kepada kedua orangtuanya. Lagi-lagi, pekerjaan yang lebih dipentingkan oleh mereka. Bahkan di hari istimewanya seperti sekarang ini, masih pekerjaan yang menjadi pemenang di hati kedua orangtuanya.

"Aden sarapan sendiri dulu, ya. Bibi mau nyiapin bekalnya Aden sama kakak-kakak dulu"

"Iya, Bi"

Bi Ami pergi, meninggalkan Reyhan sendirian di meja makan karena wanita itu harus menyiapkan bekal untuk ketiga anak majikannya. Sudah menjadi tradisi di rumah ini, walaupun sekolah di sekolah elit, anak-anak majikannya harus tetap membawa bekal ke sekolah karena menurut majikannya, makanan dari rumah jauh lebih sehat dari makanan yang dijual di sekolah.

"Adek!" Reyhan menolehkan kepalanya dengan lesu kearah sumber suara, Reyhan memanyunkan bibirnya saat melihat Daniel keluar dari kamarnya dengan seragam putih abu-abu yang sudah melekat dengan apik di tubuhnya.

REYHAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang