He's Gone

544 33 3
                                    

Daniel pernah mendengar, jika segala do'a atau permohonan yang kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak akan pernah kembali ke tangan kita dengan hasil yang kosong. Sekarang, Daniel benar-benar setuju dengan kata-kata itu.

Semalam, ditengah-tengah malam dengan suasana yang tidak mengenakkan itu, Daniel berdo'a tanpa henti, berharap kepada Tuhan agar adik bungsunya bisa cepat melewati semuanya, Daniel juga meminta kepada Tuhan agar semua rasa sakit yang dirasakan oleh Reyhan selama ini segera disembuhkan.

Dan kini, Daniel tengah merasakan hasil dari segala do'a-do'a yang telah ia panjatkan selama semalam penuh, tanpa adanya celah.

Kini, do'a itu benar-benar terjawab, walaupun tidak seperti yang ia harapkan.

Do'a-do'a yang ia panjatkan sudah terjawab, karena kini Reyhan benar-benar sudah sembuh, bahkan anak itu kini sudah tidak merasakan sakit lagi. Semua sakit dan keterpurukan yang selama ini ia rasakan telah dihilangkan oleh Tuhan, hilang dan tak berbekas sedikitpun, bersamaan dengan terlelap nya raga kecil itu untuk selama-lamanya.

Karena setelah hari itu, tepatnya setelah jalan-jalan yang menyenangkan bersama dengan kedua saudaranya itu, Reyhan memilih untuk pulang, pulang ke rumahnya yang jauh, bahkan sangat jauh, hingga tidak bisa dilihat oleh mata telanjang.

Mungkin karena terlalu merindukan kedua orangtuanya, maka dari itu ia memilih untuk menyusul keduanya.

Ya, benar. Reyhan dinyatakan meninggal dunia kemarin malam, tepat pada pukul satu dini hari.

Tidak ada salam perpisahan yang anak itu ucapkan kepada kedua kakaknya, tidak ada pula kata-kata menyentuh yang di ucapkannya pada saat-saat terakhirnya. Semuanya, benar-benar terjadi secara tiba-tiba.

_______________

Pagi ini, Reyhan akan dimakamkan di pemakaman yang sama, dengan tempat kedua orangtuanya disemayamkan. Laki-laki yang bahkan belum genap berusia delapan belas tahun itu akan dipulangkan ke rumah terakhirnya, yang berada tepat disamping makam kedua orangtuanya.

Pagi ini terasa begitu berat bagi tiga orang yang telah menjadi orang-orang terdekat sang mendiang. Untaian do'a tak berhenti terucap dari belah bibir ketiga kaum Adam tersebut, bersamaan dengan air mata yang tak kunjung berhenti mengalir.

Jevan menatap langit diatasnya yang terlihat sangat redup. Ini masih pagi, namun awan mendung sudah menghiasinya. Tidak ada warna biru yang terlihat seperti biasanya, pun dengan mentari yang seolah tak mau menampakkan diri. Jangankan Jevan, bahkan seluruh alam semesta pun seolah sedang merasakan kehilangan.

Jevan merasa sangat kehilangan, dirinya seketika terasa kosong ketika mendengar kabar dari Daniel, jika sang sahabat telah pergi untuk selama-lamanya. Jevan sedih, munafik jika dikatakan Jevan sudah ikhlas, karena nyatanya, Jevan masih tidak percaya, bahkan tidak menyangka jika sosok yang beberapa hari yang lalu tersenyum dan mengomel kepadanya di rumah sakit telah terlelap dalam tidur panjangnya, dimana dia tidak akan pernah bangun lagi.

Ia kembali menunduk, merasakan sesak yang belum juga mereda bahkan setelah sang sahabat telah dikebumikan setengah jam yang lalu.

Ketiganya masih belum pulang, mereka masih belum rela meninggalkan orang tersayang mereka sendirian, walaupun ketiganya sadar, jika ini semua tidak akan bisa membantu. Dan tangisan serta ucapan-ucapan menyedihkan mereka hanya akan membuat kesayangan mereka yang sudah ada di atas sana merasa bersalah dan ikut bersedih.

"Bang Mahen, bang Daniel, udahan, yuk?"

"Ayo kita pulang, kasian Reyhan. Reyhan pasti nggak akan tenang kalau liat kakak-kakaknya nangis terus kaya gini" Jevan mencoba membuka topik, dan mengalihkan suasana yang sangat menyesakkan dada ini.

Daniel menghela nafas, mengusap air mata yang menghiasi mata sipitnya dan mengangguk pelan, menyetujui ucapan jevan untuk pulang kerumah.

"Iya, Van. Mahen, ayo kita pulang, dek" Daniel menyentuh bahu Mahen.

"Nggak mau" Jawab Mahen disertai gelengan kepala.

"Tapi langitnya udah mulai mendung, dek, kalau kita nggak buru-buru pulang nanti kita bisa kehujanan dijalan---"

"Mahen nggak peduli, kak. Mahen mau disini aja. Kalian kalau mau pulang silahkan" Daniel kembali menghela nafas. Ia tahu, jika Mahen sudah keras kepala seperti ini, maka tidak akan mudah untuk dibujuk.

Daniel menatap Jevan yang kini juga tengah menatapnya. Memberi kode kepada yang lebih muda untuk pulang dahulu dan meninggalkan keduanya. Jevan yang mengerti pun hanya mengangguk kecil. Ia mengerti, jika Daniel tidak akan benar-benar meninggalkan Mahen sendirian di tempat ini. Daniel tidak setega itu untuk melakukannya.

"Gue pulang dulu ya, Rey, maaf nggak bisa nemenin lo lama-lama. Jangan lupa mampir ke mimpi gue setiap hari, ya. Gue bakalan selalu nungguin Lo setiap malam. Selamat jalan kesayangan gue..." Batin Jevan sembari menatap nisan dengan nama Reyhan Jean Nugraha yang terukir dengan indah diatasnya.

Jevan yang memang sudah kehabisan energi pun melangkahkan kakinya untuk pulang kerumah. Terasa begitu berat, saat tungkai kakinya mulai beranjak dari tempat peristirahatan terakhir sang sahabat yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri. Namun disamping itu semua, Jevan merasa sedikit lega. Setidaknya, Reyhan sudah sembuh, sahabatnya tidak akan merasakan rasa sakit itu lagi. Walaupun harus meninggalkan dunia dan dirinya untuk selama-lamanya, nama Reyhan akan tetap menjadi pemenang di hidupnya, dan sosok Reyhan akan tetap abadi, didalam relung hatinya.

________________

REYHAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang