Pukul 16.35, kedua insan itu akhirnya sampai dihalaman sebuah rumah mewah bertingkat dua. Mahen membawa mobilnya kedalam garasi, ia menolehkan kepalanya kesamping dan mulai membangunkan Reyhan dengan menepuk-nepuk kecil pipi tirusnya.
"Adek, bangun yuk. Udah sampai" beberapa saat kemudian, kedua netra rubah itu pun mulai terbuka.
Keduanya turun dari mobil, dengan posisi Reyhan yang ada dibelakang Mahen.
"Kami pulang..." Mahen masuk kedalam rumah, disusul oleh Reyhan yang mengekor dibelakangnya.
Ketika masuk kedalam rumah, Mahen selalu kembali menyadari bahwa tidak ada siapapun didalam rumah mewah ini selain dirinya dan juga sang adik. Bi Ami? Ah, wanita itu sudah pulang kerumahnya sejak pukul empat sore tadi.
"Adek langsung ke kamar aja, ya. Nanti kakak susul. Kakak mau pipis dulu sebentar" Mahen mengusap kepala Reyhan, tanpa banyak bertanya lagi Reyhan pun mengangguk, dan segera membawa kakinya melangkah kearah kamarnya dilantai dua.
Walaupun didalam hatinya terselip rasa penasaran, mengapa Mahen pergi ke kamar mandi di lantai satu disaat didalam kamarnya saja juga terdapat kamar mandi? Bisa saja kan ia menuntaskan hasrat ingin pipisnya dikamar mandi yang ada didalam kamar Reyhan? Mengapa harus di lantai satu?
Reyhan yang kini sudah pusing pun berusaha untuk tidak memperdulikan hal itu, ia segera membawa tubuhnya kedalam kamar. Mengganti baju lalu meminum obat, dan hanya memakai Inhaler karena rasa sesak di dadanya sudah sedikit berkurang. Ingat, hanya sedikit!.
__________________Sedangkan di sisi lain, ada Mahen yang melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa.
Setelah tiba di area yang sepi, Mahen segera mendial tombol hijau yang sedari tadi tertera dilayar handphone miliknya. Dan sambungan telepon antara teman satu band di kampusnya yang bernama Arthur pun otomatis tersambung.
"Mahen"
"Hm"
"Lagi dimana?"
"Kenapa?"
"Lo bisa ke kampus sekarang, nggak?"
"Ada apa di kampus?"
"Hmm gimana ya bilangnya. Pokonya inti dari ini semua tuh, si Wildan mau keluar dari band"
"Wildan kenapa, kok tiba-tiba banget mau keluar?"
"Gue juga nggak tau. Tadi gue tanya, dia jawabnya karena lagi bosen di musik"
"Ck, alasan nggak masuk akal"
"Gue juga nggak percaya, sih, sama dia. Masa cuman gara-gara bosen doang sampe segitunya? Mana ngotot banget lagi, kaya udah bulat gitu keputusannya. Gue yakin, pasti ada masalah lain. Atau bisa aja dia ada masalah sama salah satu anggota, kan?"
"I'm so sorry but, Gue beneran nggak bisa kalau sekarang. Besok aja gimana?"
"Anak-anak ricuh banget sekarang, pada mau ikut-ikutan keluar. Gue repot banget, Hen"
"Sampe segitunya? Mereka kenapa, sih?"
"Nah iya itu yang bikin gue heran. Makanya gue sampai hubungin Elo. Gue nggak tau lagi harus bersikap kaya apa. Anak-anak bandel banget kalo gue yang bilangin"
"Please, bantuin gue ya"
"Oke. Besok gue bantu urus"
"Thanks, Hen. See you tomorrow, i'll waiting for you, ditempat biasanya aja, ya"
"Oke"
"Awas kalo sampai nggak masuk"
"Masuk, kok"
Mahen menghela nafas panjang. Sesaat setelah panggilan itu terputus, kepala Mahen seketika terasa penuh. Mahen terkejut dan juga gelisah di waktu yang bersamaan. Teman-temannya ini, ada-ada saja tingkahnya. Padahal beberapa hari lagi mereka harus tampil di acara kampus, kenapa tiba-tiba ada yang ingin keluar? Karena tidak ingin semakin larut dalam vibe yang membuatnya tidak nyaman ini, kakinya ia bawa menuju kamar sang adik. Mahen menghela nafas panjang saat sudah berada tepat dihadapan pintu masuk kamar Reyhan.
Setelah memantapkan hati dan menetralkan ekspresi yang tidak bisa menyembunyikan rasa stress nya, Mahen pun membuka pintu berwarna putih itu.
Dan hal yang pertama kali ia lihat adalah, sang adik yang tengah mengenakan inhaler miliknya.
Mahen tersenyum kecut dan mendekati laki-laki mungil itu, Mahen duduk disamping Reyhan dan mengusap kepala sang adik.
"Dadanya masih sesak?"
"Sakit banget ya, dek?" Mahen bisa melihat sang adik yang menggeleng lemah.
Percaya? Tentu saja tidak! Bagaimana bisa Mahen percaya jika Reyhan sedang tidak kesakitan, disaat kedua matanya saja melihat dengan jelas dada sang adik yang naik turun dengan cepat, serta kedua netra rubah miliknya yang berembun karena menahan tangis?
"Kalau masih sakit kita kerumah sakit lagi, yuk?" Tangan Mahen beralih dari kepala menuju ke dada Reyhan. Lalu mengusapnya lagi dengan pelan.
Reyhan menyimpan Inhaler yang selesai ia gunakan diatas meja, dan menatap Mahen dengan kesal.
"Nggak mau! Reyhan enggak sakit, kak. Cuman sesak aja dadanya. Barusan juga udah habis pakai Inhaler, jadi sekarang udah mendingan"
"Nggak mau kerumah sakit, kak. Reyhan nggak suka disana" melihat wajah murung sang adik, Mahen hanya bisa menghela nafas.
Mahen memang tidak pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi Reyhan, tetapi setiap kegiatan yang dilakukan oleh Reyhan sudah sangat cukup untuk menggambarkan bagaimana menjadi sosok sepertinya. Dan Mahen menilai, bahwa Reyhan itu anak yang kuat, sangat kuat.
Reyhan kuat menahan rasa sakit yang tidak pernah datang dengan mengucapkan kata permisi, pun tidak pernah mengeluh disaat waktunya harus dibagi dengan tepat agar waktu untuk meminum obatnya tidak terlambat.
Reyhan itu anak yang kuat, sabar dan juga ikhlas.
Dan Reyhan adalah anak yang hebat."Yaudah kalau gitu sekarang adek istirahat, ya? Bobo biar badannya enakan" Ucap Mahen yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Reyhan.
"Kakak temenin aku ya, kak. Kakak boleh kok kalau mau pergi, tapi tunggu sampai aku beneran bobo ya, kak"
"Enggak, kakak nggak akan kemana-mana. Kakak mau bobo bareng Reyhan disini. Stop mikir yang enggak-enggak, ya? Kakak nggak kemana-mana, kok. Kakak ada disini, disampingnya Reyhan" Mahen bisa merasakan anggukan kecil dari kepala mungil itu.
Mahen mengusap-usap kepala Reyhan, sudah hampir satu jam tetapi pikiran Mahen masih menuju ke masalah yang terjadi di kampusnya.
Sebenarnya hal itu bukanlah masalah besar, tetapi berhubung Mahen adalah seorang introvert akut, makanya ia bisa sampai over thinking seperti ini.
"Kak Mahen, Reyhan sayang sama kakak..."
Deg!
Jantung Mahen berpacu dua kali lebih cepat saat mendengar suara Reyhan yang sangat kecil. Ia menundukkan kepalanya, dan menatap sang adik yang ternyata masih memejamkan mata.
Setelahnya, Mahen pun tersenyum.
Ternyata Reyhan hanya sedang mengigau. Tetapi memangnya boleh, mengigau seperti itu?Membuat Mahen salting saja.
Ingatkan Mahen untuk mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Reyhan, karena setelah mendengar suara itu, rasa stress yang beberapa waktu lalu menghujam dirinya, jadi hilang bak ditelan bumi, dan digantikan oleh rasa gembira dan bahagia yang memenuhi rongga dadanya.
"Kakak juga sayang banget, sama adek" Balasnya, disertai dengan kecupan kecil di hidung mungil Reyhan.
_______________
KAMU SEDANG MEMBACA
REYHAN [END]
General Fiction[Brothership not BxB] Kisah seorang Reyhan Jean Nugraha yang berusaha untuk mendapatkan kasih sayang dari sang kakak, Mahen Desta Nugraha. Huang Renjun as Reyhan Mark Lee as Mahen Lee Jeno as Jevano