Pinky Promise?

331 38 1
                                    

Mahen memutuskan untuk berdiri dari duduknya setelah kurang lebih setengah jam terduduk lemas di kursi tunggu yang ada diluar ruangan tempat Reyhan dirawat. Ia memantapkan hati dan menetralkan detak jantungnya yang kini berdegup kencang. Mahen mengusap wajahnya dengan kasar sebelum akhirnya membuka pintu ruangan dimana didalamnya sudah ada sesosok tubuh kecil dengan masker oksigen yang menempel di wajah manisnya tengah terlelap dalam tidur. Wajah itu, terlihat sangat tampan, menenangkan, dan lucu di waktu yang bersamaan.

Mahen duduk di kursi yang berada tepat disamping ranjang tempat Reyhan memejamkan mata, ia menggenggam tangan Reyhan yang terbebas dari selang infus, dan mengusapnya lembut.

"Adek. Sakit banget, ya? Sampai adek nggak mau bangun?"

"Udah setengah jam lebih loh, dek. Bangun, yuk?"

Mahen menghela nafas panjang, ia mengecup punggung tangan Reyhan yang terasa dingin.

"Kamu jangan lama-lama ya bobonya. Ntar kakak kangen" Mahen terkekeh geli saat mendengar perkataannya sendiri.

________________

Empat jam telah berlalu dengan begitu saja bagi Mahen. Bagaimana tidak, selama empat jam yang berlalu Mahen tidak berdiri---bahkan bergeser sedikitpun dari posisinya. Hingga tak terasa jam di dinding kamar bernuansa putih polos itu kini sudah menunjukkan pukul 23.30 malam, sudah larut malam.

"Adek. Udah tengah malam, adek kok belum bangun?"

"Kakak udah ngantuk, dek"

Mahen mengusap kepala sang adik yang sedari tadi masih saja tertidur, seperti tidak memiliki keinginan untuk bangun dan mengobrol dengannya.

"Adek, Kakak ngantuk. Kakak capek, dek. Kepala kakak juga pusing karena kebanyakan nugas"

"Kakak bobo, ya?"

"Good night and sweet dream, sayangnya Kakak..."

Cup...

Satu kecupan lembut ia daratkan di kening mulus sang adik.

________________

01.50 WIB

Jemari mungil itu nampak bergerak lemah, disusul oleh terbukanya kedua manik berwarna hitam kecokelatan miliknya yang terasa berembun.

Reyhan mengerjapkan kedua matanya, menyesuaikan netranya dengan cahaya yang berasal dari lampu.

Ia menatap langit-langit diatasnya yang berwarna putih polos, Reyhan baru sadar jika sekarang ia sedang tidak berada dikamar miliknya.

Dan bukan pula di kamar milik Mahen.
Ia menolehkan pandangannya ke arah lengan, ia melihat dengan jelas sebuah jarum infus yang menancap di telapak tangan sebelah kanannya.

'Tiap Minggu udah kesini, sekarang malah disuruh nginep? Ih nggak suka banget sama tempat ini' batin Reyhan bergemuruh, helaan nafas panjang terdengar dari sosok mungil yang kini masih setia berbaring itu.

"Ka-kak?" panggilnya dengan lemah, ia menatap Mahen, sang kakak yang tengah terlelap dengan memeluk lengannya yang terbebas dari selang infus.

Reyhan tersenyum tipis, meskipun lengan kirinya terasa sangat berat dan kesemutan, ia tidak tega membangunkan sang kakak yang nampaknya sangat kelelahan. Terbukti dari kantung hitam yang menggantung dibawah kelopak matanya.

"Ssh..." Reyhan mendesis pelan saat kepalanya kembali terasa pening.

"Adek?" Reyhan merasa bersalah atas tindakannya barusan, dia telah membangunkan Mahen.

"Adek udah bangun?" Reyhan bisa melihat wajah Mahen yang tersenyum lebar, dan menurut Reyhan itu terlihat indah.

Mahen memang sangat tampan.

"Tubuhnya ada yang sakit?" tanyanya dengan lembut.

"Bilang sini sama kakak. Apanya yang sakit, hm?"

"Enggak ada" Reyhan menggelengkan kepalanya pelan.

"Beneran?"

"He-eum" Mahen tersenyum, ia mengusap kepala sang adik dengan penuh kasih sayang.

Reyhan menunjukkan raut wajah sedihnya, membuat Mahen merasa khawatir.

"Adek kenapa? Kok keliatannya sedih gitu?"

"Sayangnya kakak kenapa sedih?"

Reyhan menatap Mahen dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca.
Dadanya kembali terasa sesak saat mengingat kembali perjanjian mereka yang ingin dinner kemarin malam, dan agenda itupun harus dibatalkan karena penyakitnya yang kambuh. Hingga bukannya berada di sebuah restoran mewah, keduanya malah harus berakhir di tempat ini.

Tempat yang sudah sangat sering ia kunjungi, hanya untuk memeriksa keadaan tubuhnya yang setiap hari semakin memburuk.

"Kakak..." Suara Reyhan mulai serak, ia menahan tangisnya agar tidak pecah lagi.

"Iya, kakak disini. Kenapa, hm?" Mahen masih mengusap kepala Reyhan.

"Maafin aku ya, kak. Gara-gara penyakit aku kambuh, kita nggak jadi makan malam bareng..."

"Maafin aku ya, kak..."

Mahen tertegun sejenak, ia menggelengkan kepalanya pelan saat air mata Reyhan harus turun lagi hanya karena hal kecil.

"Enggak apa-apa, Adek"

"Udah nggak usah dipikirin, ya? Kita bisa lakuin itu dilain waktu, kok. Yang penting sekarang kamu sembuh dulu, biar kita bisa makan malam bareng, kaya wacana kita waktu itu. Oke?"

Reyhan mengangguk, ia berusaha untuk tersenyum didepan kakaknya meskipun tubuhnya terasa sakit dan remuk.

"Hmm, kakak"

Setelah sekian lama bungkam, Reyhan kembali membuka mulutnya.

"Kenapa, sayang?" jawab Mahen lembut.

"Kalau aku udah boleh pulang dari sini, kita jadi dinner berdua kan, kak?" Reyhan menatap wajah dihadapannya dengan penuh harap.

"Iya, nanti kita pasti dinner bareng kok. Tapi syaratnya adek harus sembuh dulu. Oke?"

"Janji ya, kak? Pinky Promise?" Reyhan mengangkat jari kelingkingnya tinggi-tinggi. Mahen terkekeh pelan, lalu segera mengaitkan jari kelingking miliknya dengan milik Reyhan.

"Yes, Pinky Promise!"

Mahen mengusak kepala Reyhan sehingga rambut sang empu berantakan, Reyhan hanya tersenyum lucu.

"Yaudah kalau gitu Adek sekarang bobo lagi, ya. Istirahat dulu, biar tubuhnya nggak sakit lagi"

"Iya, kak" Reyhan mengangguk.

"Good night kakak"

"Hm, good night too" Mahen berdiri, lalu mengecup pipi kiri Reyhan yang masih sedikit terhalang oleh masker oksigen, setelahnya dua kaum Adam itupun kembali memejamkan mata, selain karena masih larut malam, rasa lelah dan juga sakit yang keduanya rasakan mengharuskan mereka untuk beristirahat.

________________

Mahen si penguasa seluruh love language 😭️❤️

REYHAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang