BAB 1

967 74 14
                                    

Seorang Duke muda dari utara yang kesepian tak pernah meninggalkan Duchy setelah mendapat kabar bahwa orang yang disayanginya akan menikah dengan pria lain.

Wajah dinginnya yang selalu datar serta mata merahnya yang bagaikan sebuah ruby  menatap kebun bunga Lily peninggalan ibunya.
Satu-satunya kenangan yang membuat ia mengingat sang ibu.

"Ibu, apakah aku telah berhasil menjaga orang yang ku sayangi sesuai perkataan ibu?".

Ia berdiri menggunakan lututnya yang tertekuk, air matanya tumpah.
Duke yang terkenal kejam terhadap musuh maupun orang yang tidak disenanginya telah putus asa.

Selama menjadi duke, ia bertekad akan melakukan apapun untuk orang yang di sayanginya, karena ia tidak ingin kehilangan orang itu seperti ia kehilangan keluarganya.
Namun, sekarang ia merasa telah kehilangan jati diri.

                             ***

"Cedric kemarilah, lihat adikmu yang cantik."

Perlahan dengan malu-malu, aku menghampiri ibuku yang sedang berbaring ditempat tidur. Tepat disebelahnya adik perempuanku yang baru lahir seminggu lalu sedang terlelap, ia seperti seorang malaikat.
Wajahnya sangat mirip dengan ibuku yang cantik.

Diusiaku yang ke sebelas tahun, aku menjadi seorang kakak.
Senang rasanya karena anggota keluargaku bertambah satu.

"Ibu, apakah aku boleh menyentuhnya?".

"Tentu saja, ia adalah adikmu. Berjanjilah kau selalu melindunginya apapun yang terjadi, melindungi orang yang kau sayangi adalah prioritas utama dari semboyan keluarga kita."

Tutur ibuku dengan wajahnya yang terlihat teduh.

"Aku berjanji akan selalu melindungi Chloe dan orang-orang yang aku sayangi, ibu."

Kala itu aku mengecup pipi Chloe yang lembut seperti kue chiffon.
Seketika chloe menggerakkan pelan tubuhnya yang berada di dalam bedong.

Aku senang melihat ibu yang tersenyum seraya menatap kami.
Sudah lama aku tidak melihat ibu tersenyum setelah kepergian ayah ke Valois tujuh bulan yang lalu.

                             ***

Setiap pagi setelah Chloe tertidur, ibu selalu mendatangi Kebun bunga Lily yang dirawatnya sepenuh hati.

Kali ini ia memerintahkan tukang kebun untuk memberi pupuk dan menyiram bunga itu, karena setelah melahirkan, ibu tidak diperbolehkan banyak bergerak oleh tabib keluarga kami.

"Apa kau tau Cedric, bunga LiLy adalah hadiah yang diberikan ayahmu saat ia melamar ibu dulu.
Ibu sengaja menanam bunga Lily di halaman agar kami selalu mengingat kenangan manis itu. Sejatinya bunga Lily adalah simbol cinta dari Ayahmu kepada ibu."

Meski senang, ntah mengapa aku merasa malu mendengar cerita ibu.

"Setelah dewasa nanti, kau akan mengerti maksud perkataan ibu."

Sembari tersenyum, ibu mengusap rambutku dan mengajakku sarapan bersama.

                             ***

"Hei, ku dengar kau memiliki adik perempuan?".

Seorang gadis kecil yang berusia tiga tahun lebih muda dibawahku berbicara secara tiba-tiba hingga membuatku buncah.

"Kenapa kau diam saja? Apa kau tidak bisa berbicara."

Aku menatap tubuh pendek gadis kecil itu, rambut panjangnya yang coklat ke orenan diikat menggunakan pita bewarna pink, selaras dengan gaun yang dikenakannya.

"Mengapa kau kemari?".

Sahutku yang membuat gadis itu tampak kesal, hingga ia menatapku dengan ekspresi kejam.

"Kau? Sangat tidak sopan, Kau harus memanggilku yang mulia putri, karena aku akan menjadi putri mahkota setelah dewasa, bukankah sudah pernah ku katakan sebelumnya?".

Seperti pertemuan pertama kami, saat aku dan orangtuaku diundang oleh kaisar untuk sebuah perjamuan, gadis kecil ini masih sama cerewetnya.

"Mengapa kau menatap bunga Lily sendirian disini? Ayo ikut aku melihat adikmu, aku sangat penasaran."

Ia menarik kuat lenganku hingga tubuhku ikut bergeser kearahnya.

"Aku ingin disini, kau bisa kesana sendiri, dimana Kaisar?".

Seketika wajah gadis kecil itu menggembung, bibirnya mengerucut, ekspresinya seperti sedang merajuk.

"Tidak tahu, aku kesini bersama ibuku, tapi ia malah menyuruhku menghampirimu dan pergi bersama duchess."

Sungguh lucu, melihat gadis kecil yang menunjukkan Ekspresi seperti itu. Ia sangat imut, tapi tak ada yang bisa mengalahkan keimutan Chloe.

"Baiklah, ayo kita pergi melihat Chloe."

"Oh, namanya Chloe, kalau kau? Siapa?".
Ia berbicara sembari malu-malu, namun nada suaranya masih saja ketus.

"Aku Cedric yang Mulia."

"Baiklah, mulai sekarang kau boleh memanggil namaku, panggil aku Odelia."

Jawabnya, yang kala itu tertawa kecil sehingga giginya yang ompong didepan terlihat jelas.

Seketika aku cekikikan karena merasa lucu melihat tingkah gadis kecil itu.

"Hei, jangan mengejekku. Setelah dewasa aku akan menjadi cantik, gigiku akan tumbuh kembali."

Ia sadar aku menertawakan gigi ompongnya, sehingga dengan cepat ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya, Ia berbicara tanpa melepaskan tangan itu.

"Hahaha baiklah Odelia, aku tidak akan tertawa hahaha."

____________________________________

Cerita pov dari duke di novel Balas Dendam Seorang Pelayan :)

pecintasenjamu

Cedric Eleanor Rothesay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang