Hari-hari berlalu, Charlotte semakin sering mengirim surat padaku, hingga tumpukkan surat itu terlihat bagai sebuah gunung saat aku menatapnya diatas meja kerjaku.
Memang aku sengaja tak membalas surat-surat darinya, berharap wanita itu menyerah dan membiarkanku tenang beberapa waktu.
"Tuan, anda mendapatkan surat."
Ujar Rona yang saat itu berjalan menghampiriku, hingga ia membuyarkan lamunanku.
"Lagi?"
Seruku seraya mengernyitkan keningku, merasa kesal dengan tindakan wanita yang begitu terobsesi padaku.
"Tidak Tuan, ini dari kaisar."
Jawaban yang dilontarkan Rona sontak membuatku tertegun, karena sepengetahuanku, jika surat datang darinya, pasti itu bukanlah kabar menyenangkan.
"Baiklah, Terima kasih."
Perlahan aku meraih sepucuk kertas dari tangan kanan Rona, dan kemudian membacanya.
"Apakah anda tidak apa-apa tuan?"
Ucap Rona cemas saat ekspresiku berubah menjadi kesal setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh ajudan kaisar.
Bagaimana tidak, ia menyuruhku menghampirinya sekarang juga demi membahas pernikahanku dengan mendiang putri count yang tak tahu malu itu.
Berapa kalipun aku mencoba menghindar dan mengulur waktu, namun nyatanya usahaku sia-sia dan sepertinya takdirku memang harus menikah dengannya.
"Rona, bantu aku bersiap karena aku harus segera ke istana."
Kala itu ekspresiku datar, karena aku tak bersemangat.
"Ba,baik Tuan."
Ia menjawab bingung bercampur cemas, pasti ia memikirkan hal yang sama denganku.
***
Ketika aku tiba diistana, suasana disana begitu sepi, tampak sang pemimpin negeri ini duduk ditahtanya menunggu kedatanganku.
Seperti biasa sorot matanya yang penuh kebencian menatapku tajam.
"Saya menghadap kepada yang mulia baginda kaisar, sang matahari keabadian monarky Glizty."
Aku membungkuk dengan begitu rendah, sebelum kemudian kembali menegakkan punggungku.
Saat pandangan kami saling bertatapan,wajahnya masih tampak tak bersahabat.
"Selenggarakan pernikahanmu satu bulan lagi, atau kau kukirim ke Valois."
Seketika dadaku terasa terhantam baja, itu adalah daerah buruk yang membuat ayahku terbunuh.
Perang dengan suku barbar tak pernah usai disana, suku itu selalu mengkhianati gencatan senjata.Ia tahu bahwa aku membenci perjodohan ini dan dia juga tak ingin aku berada disekitar putrinya, hingga dengan sengaja ia memberiku pilihan yang sulit.
"hamba menerima titah yang mulia untuk menugaskan saya memusnahkan suku barbar di Valois."
Aku kembali membungkukkan tubuhku.
Dengan pedang yang masih didalam sarungnya, aku menggenggamnya dan dan menempelkan gagang pedang itu pada dahiku, sebagai sumpah terhadap kaisar.Anggaplah ini sebagai niat balas dendamku terhadap kematian Ayah oleh suku barbar.
Dengan senyuman yang begitu puas Kaisar memerintahkanku meninggalkan istana dan segera berkemas menuju Valois.
***
"Berikan kabar pada kediaman Count, katakan padanya bahwa aku segera berangkat ke Valois."
Seorang penjaga yang sedari tadi menungguku menganggukkan kepalanya dan kemudian ia menaiki kudanya dan saat itu juga kami berpisah arah tujuan.
Ntah mengapa tak ada penyesalan dalam pilihanku, meski aku tahu kaisar sengaja agar aku terbunuh seperti ayahku.
Dengan kecepatan mengikuti angin kudaku melaju kencang, sudah lama aku tak merasakan adrealinku naik.
Saat aku tiba dikediamanku, lagi-lagi orang-orang disana memasang ekspresi suram.
"Jangan memandangku seperti itu, segera siapkan keperluan perangku."
Sontak Rona mengernyitkan keningnya seraya berjalan kearahku.
"Apa yang sebenarnya terjadi tuan?"
Perlahan aku memalingkan wajahku pada Rona yang sedih, bibirnya bergetar seperti menahan tangis.
"Aku akan berangkat ke Valois, aku harap kalian menjaga kastil ini dengan baik sampai aku kembali."
Mereka terpaku setelah mendengar ucapanku, kepala pelayan menghela napasnya tanpa melihat kearahku.
"Kalian berdoalah untukku, aku berjanji akan memenangkan perang ini dan membuat kekaisaran tak perlu dilanda rasa takut dan kecemasan akan suku barbar."
Perlahan aku menuju ruanganku meninggalkan mereka yang masih menundukkan pandangannya.
Disana aku meraih pakaian zirahku yang sudah lama kutanggalkan.
seketika itu pula aku mengenakannya, dan kemudian meletakkan pedang kesayanganku pada wadah yang sudah tersedia dipakaian zirah yang kupakai."Tuan, segeralah kembali."
Ujar Rona saat aku melepaskan tali kudaku pada tiang yang mengekangnya.
Aku hanya tersenyum sebagai jawaban untuknya.
______________________________________
Maaf baru update, hpku rusak 🙏😭
Jangan lupa vote dan komentarnya ya, supaya aku semangat lanjutin ceritanya sampai tamat 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Cedric Eleanor Rothesay
Historical FictionBagaimana Duke menghadapi perasaannya? Apakah akhirnya ia terpaksa menikah dengan lady yang dibencinya? atau putri mahkota yang ingin dilindunginya? Sementara itu, hanya seorang pelayanlah mengerti akan dirinya.