BAB 6

167 22 4
                                    

Kini Odelia dan Edward sudah jarang menghampiriku, bahkan bisa dihitung dengan jari.

Ibu yang selalu diam membuat pamanku terpaksa turun tangan demi meredakan kemarahan pengikut karena duchy utara semakin tak karuan keadaannya, hingga membuat kelompok masyarakat banyak yang meninggalkan tanah ini.

"Cedric."
Sore itu ibu menghampiriku yang duduk termenung memandang kearah taman bunga lily.

Berbeda dari biasanya, kala itu ibu sangat cantik, ia tersenyum dengan polesan wajah yang mengingatkanku saat ibu akan bepergian menghadiri pesta minum teh.

Gemerlapan gaun merah yang dikenakan ibu, sangat cocok olehnya.

"Ibu, apakah sudah sembuh?."
Dengan wajah sumringah, aku beranjak menghampiri ibu.

Perlahan ibu menganggukkan kepalanya.

"Nak, ibu harap kau menjadi Duke yang hebat dan bisa memimpin tanah kita hingga menuju kejayaan seperti yang dilakukan ayahmu dulu."

Ucap ibu sembari meletakan tangan kanannya kebahu kiriku.

"Baik bu."
Lenguhku pelan, yang kala itu tak bisa melanjutkan perkataanku saat perlahan ibu melenggang pergi meninggalkanku.

Aku senang ibu telah sembuh meski ia tampak berbeda.

                             ***

Malam itu, dengan perlahan aku menuju kamar ibuku untuk mengajaknya makan bersama, setelah sekian lama ibu selalu makan dikamarnya.

"Ibu,,,ibu,,"

Ketukan demi ketukan sembari memanggil ibu tak membuat ibu membuka pintunya, hingga dengan terpaksa aku membuka pintu kamar ibuku yang tidak terkunci.

Ruangan yang gelap serta aroma yang pernah kuhirup beberapa tahun lalu, seketika membuat aku gugup.

"Ibu, apakah ibu sudah tidur?."

Sisa satu korek api yang terletak disebuah meja membuatku berhasil menyalakan obor.

Namun obor kecil itu tak membuat kamar luas ibu menjadi terang, hanya dibagian aku memegang obor itulah yang tampak.

Langkah demi langkah aku berjalan pelan, cahaya dari obor itu menampakkan siluet dari kamar tidur ibu.

Barang-barang yang berantakan sesekali membuatku tersandung saat aku berjalan kearah ranjang tidur ibu.

Hingga akhirnya aku terpaku saat cahaya obor itu memperlihatkan sebuah tangan yang bersimpah darah.

Kulihat darah merah yang pekat itu berbaur dengan gaun yang dikenakan ibu.

"Ibu?."

Lirihku pelan, menatapi ibu yang telah kaku. Membuat tubuhku lemas, hingga tanpa sengaja aku menjatuhkan obor yang berada dalam genggamanku. Seketika api yang berasal dari obor itu membakar selimut yang ada disebelahku.

Asap yang mengebul membuat pekerja dirumahku berlari menghampiri kami, untungnya tak ada luka bakar pada aku dan ibu, namun api itu telah meluluh lantakkan sebagian barang peninggalan ibu.

"Anakku tersayang, maafkan ibu karena tidak bisa menjadi ibu yang kuat, tidak bisa menjadi panutan untukmu, selalu membuatmu kesepian dan menderita, ibu tidak sanggup harus berpisah dengan ayahmu. Ibu harap kau berbesar hati dan merelakan kenangan yang pernah ibu berikan untukmu."

Begitulah yang tertulis dalam surat yang ditinggalkan ibu dimeja riasnya, sebelum ia menyayatkan benda tajam pada nadi kirinya.

Kini aku benar-benar sendirian, pamanku tak bisa lagi membantuku untuk mengurus duchy, hingga akhirnya tepat diusiaku yang ke 15 tahun, aku menggantikan gelar ayahku.

                              ***

"Tuan, apakah anda yakin meninggalkan duchy begitu saja?".

Ucap guruku, seorang ksatria yang selalu bersamaku sejak aku kecil.

"Benar, aku tidak bisa mengabaikan titah Kaisar, aku yakin perang kali ini kita akan memenangkannya kembali."

Guruku tak mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya, kutatap wajahnya yang tampak khawatir. Jelas saja, semenjak aku diangkat menjadi Duke, aku langsung diperintah menggantikan ayahku berperang.

Berbagai medan perang telah menjadi kemenanganku, hingga dengan harta rampasan perang maupun hadiah yang diberikan kaisar, aku berhasil mengembalikan duchy yang dilanda kemiskinan.

Meski aku tahu kaisar menjadikanku seperti anjing pemburu, namun karenanya lah aku melupakan sejenak masa kecilku yang dilanda berbagai guncangan.

____________________________________

pecintasenjamu

Cedric Eleanor Rothesay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang