"Hidup yang mulia Duke! Hidup para kstaria pembawa kemenangan!"
"Hidup Duchy Utara!"
Aku tersenyum miring mendengar teriakan para warga yang riuh menyoraki kemenangan kami.
Pagi itu kami memasuki gerbang menuju kediaman, sontak aku terkejut kala melihat Odelia yang menyambut kepulanganku.
"Selamat datang kembali di utara, Duke. Selamat atas kemenangan anda yang luar biasa".
Untuk beberapa saat, aku terdiam menatapnya dengan sorot mata yang seolah merasakan sebuah kerinduan.
"Duke?".
Seketika aku tersadar dan mengeluarkan senyuman sebagai kembalian dari sambutannya.
"Terima kasih yang mulia".
Pungkasku pelan.
Perlahan aku memutar tubuhku, menghadap para barisan ksatria yang melepas rindu dengan orang-orang yang menunggu kedatangan mereka.
Ada yang menangis karena orang yang ditunggu ternyata telah gugur dimedan perang, dan ada pula yang menangis haru, bergembira karena orang yang dinanti kini berhasil pulang dengan aman dan selamat."Seluruh pasukan, silahkan kembali dan istirahatlah dengan nyaman. Pasukan yang terluka akan diobati oleh dokter terbaik kekaisaran, dan untuk pasukan yang menjaga duchy utara, segera siapkan pemakan yang layak sebagai tanda jasa untuk mengenang seluruh perjuangan para rekan yang telah gugur di medan perang".
Seruku berkomando, dan seketika seluruh pasukan menjawab tegas.
"Baik, yang mulia!".Perlahan aku menatapi mayat guruku yang mulai mengeluarkan aroma tidak sedap, ku tutup sebuah peti yang menjadi pelindung tubuhnya.
Kala itu aku mencoba merelakan kepergiannya.
Seorang pria paruh baya yang kuanggap sebagai keluargaku sendiri, lagi-lagi aku kehilangan orang yang aku sayangi.
***
"Aku tersentuh atas kedatangan anda demi menyambut kepulanganku yang mulia".
Tuturku yang kala itu perlahan membungkukkan tubuh pada Odelia, sang putri mahkota.
"Kau tidak perlu seperti itu Duke, maksudku Cedric. Aku sangat menyesal mengenai gurumu yang telah gugur, namun aku bangga padamu yang telah menyelesaikan perang ini. Kau tahukan, ayahku mulai kesulitan memutar otaknya demi meruntuhkan kerajaan itu".
Pungkas Odelia, seorang gadis berumur 15 tahun yang kini telah dewasa dan paham akan politik.
"Anda tak perlu berbicara begitu, aku sudah terbiasa dan lagi pula bukankah itu memang tugasku?".
Jawabku menimpali.
"Cedric, aku kemari untuk memberikan undangan ini padamu, ini pesta pendirian kekaisaran. Kuharap kau datang karena aku tidak mau mendengar alasan lagi darimu, apakah hanya aku yang merindukanmu? Setelah sekian tahun kita tidak saling bertemu?".
Ucapan Odelia membuatku merasa bersalah, aku sadar semenjak aku diangkat menjadi duke, aku memang tak pernah menghadiri pesta apapun. Selain alasan aku yang selalu sibuk berperang, dirikupun tak bergairah lagi saat melihat kerlap kerlip lampu dan pakaian mewah para bangsawan, aku merasa semua itu tak membuat kehampaan hatiku menjadi penuh.
"Baiklah, aku akan datang yang mulia".
Wajah Odelia tersenyum, mengingatkanku saat giginya ompong ketika pertama kali kami bertemu.
Yang membuatku seketika terkekeh.
"Apakah kau menjadi gila karena selalu berada dimedan perang?".
Seru Odelia membuatku seketika menghentikan kekehanku.
"Maafkan atas ketidaksopananku yang mulia, aku hanya mengingat hal lucu".
"Baiklah, kurasa waktunya kau membersihkan tubuhmu, karena baumu seperti mayat, tidak mungkinkan kita sarapan sembari mencium aroma yang begitu menusuk?".
Ucap Odelia, seketika aku menarik pakaian dan menaruhya pada hidungku.
"Anda benar, aku memang harus mandi".
Pungkasku.
***
Tanpa sengaja aku terus menatap wajah Odelia, hingga membuatnya tak nyaman saat menyuapkan roti beralas selai kedalam mulutnya.
"Berhentilah menatapku, aku tahu kalau aku sangat cantik".
Seketika aku kembali terkekeh, hanya dia yang bisa membuatku lupa akan kesedihanku.
"Aku tak menyangka gadis kecil yang menyebalkan kini telah menjadi seorang putri mahkota".
"Kau mengigau? Bukankah aku memang putri mahkota sedari dulu. Kaulah yang mengiolasi diri hingga lupa akan hal itu, bahkan kau tak pernah lagi bertemu dengan teman-temanmu Edward dan Aaron".
Jawab Odelia menimpali hingga membuatku terkejut saat mendengar nama mereka, karena sudah sangat lama aku tidak mendengar kabar diantara keduanya, seakan lupa bahwa dulu aku memiliki teman.
"Apakah anda mengenal Aaron Barnett?".
Lenguhku pelan.
"Tentu saja, tak ada yang tak mengenal keluarga count yang memiliki kekayaan melimpah di kekaisaran ini, ku dengar ia sedang menempuh pendidikan di akademi".
Aku mengangguk pelan sebagai jawabanku atas ucapan Odelia.
"Dan Ed, ia hidup normal seperti bangsawan pada umumnya".
Wajahku datar saat mendengar nama Edward, ntah mengapa aku selalu tidak suka ia berada disekitar Odelia.
____________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Cedric Eleanor Rothesay
Historical FictionBagaimana Duke menghadapi perasaannya? Apakah akhirnya ia terpaksa menikah dengan lady yang dibencinya? atau putri mahkota yang ingin dilindunginya? Sementara itu, hanya seorang pelayanlah mengerti akan dirinya.